This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by RM.KOESEN POERBODININGRAT - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by RM.KOESEN POERBODININGRAT - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by RM.KOESEN POERBODININGRAT - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by RM.KOESEN POERBODININGRAT - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by RM.KOESEN POERBODININGRAT - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, August 26, 2012

Mungkinkah ?

Apakah Nabi Muham­mad nabi umat Hindu ?

Kali­mat itu pasti menge­jutkan bagi kebanyakan umat Islam maupun umat Hindu, bahkan mungkin bagi umat di luar kedua agama itu. Betapa tidak, syariat dari dua agama itu san­gat jauh berbeda. Mungkinkah nabi Muham­mad adalah nabi dari kedua agama itu?

Jika umat Islam mem­per­cayai ramalan kedatan­gan Nabi Muham­mad SAW di dalam Kitab Tau­rat & Injil, bagaimana pula den­gan kitab suci Umat Hindu? Mungkinkah kedatan­gan Nabi Muham­mad SAW juga sudah dira­malkan oleh kitab suci Umat Hindu? Itu­lah yang akan kita bahas di sini.

Apakah Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu ?

 

Di Antara Fir­man² Allah SWT Di Dalam AlQuran:
Dalam surah Asy-Syu’ara (26) ayat 196:“Dan sesung­guh­nya Al-Qur’an itu benar-benar (terse­but) di dalam kitab-kitab orang² yang terdahulu”.~Maka di dalam kitab² sebelum Al-Qur’an juga telah ter­da­pat wahyu² dari Allah SWT seperti di Tau­rat & Injil.

Dalam surah Fatir (35) ayat 24:~ Diny­atakan bahawa tiada satu kaum pun pada masa dahulu yang berlalu tanpa diberikan seo­rang pem­beri peringatan ten­tang per­in­tah dan larangan Allah SWT.
Dalam surat Al-Anbiya (21) ayat 107:~ Diny­atakan bahawa Nabi Muham­mad SAW tidak­lah diu­tuskan melainkan untuk mem­bawa rah­mat ke selu­ruh alam semesta.

Dalam surat Saba’ (34) ayat 28:~ Diny­atakan bahwa Tuhan telah mengutuskan Nabi Muham­mad SAW untuk selu­ruh umat manu­sia seba­gai pem­bawa kabar gem­bira dan peringatan ten­tang dosa, tetapi kebanyakan manu­sia tidak mengetahuinya.

Juga yang ter­da­pat di dalam hadis Bukhari vol 1. Di dalam kitab Solat bab 56, hadis no.429, yang bermak­sud Nabi Muham­mad telah bersabda:
“Semua rasul yang telah diu­tuskan sebelumku hanya diper­tang­gung­jawabkan untuk umat/ bangsa nya saja tetapi aku telah diu­tuskan untuk kese­mua umat manusia”.

Sekarang kita akan meli­hat pula ke dalam kitab suci agama Hindu. Ter­da­pat banyak kitab di dalam ajaran Hindu yang diakui seba­gai kitab suci mereka. Dari­pada kese­mua kitab terse­but, kitab yang diang­gap pal­ing suci sekali adalah kitab yang bernama Kitab Veda (Weda).

Apa­bila di antara kitab² terse­but ter­da­pat per­cang­ga­han pen­da­pat berkai­tan sesu­atu isu, maka pen­da­pat yang harus men­jadi rujukan utama pada ajaran Hindu adalah Kitab Veda (Weda) yang juga masih terbagi lagi kepada beber­apa jenis kitab. Kitab² lain selain Kitab Veda (Weda) adalah seperti Upan­ishad, Smriti, Dharma Sas­tra, Bha­ga­vat Gita, Puranas dan lain-lain.

Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu

Ayat² Ramalan Kedatan­gan Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Di Dalam Kitab² Agama Hindu
1. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dise­butkan di dalam Bhav­isa Purana –> dalam Prati­s­arag Parv III, Khand 3, Adhyay 3, Shalokas 10 to 27:

“Aryadarma akan datang ke muka bumi ini. ‘Agama kebe­naran’ akan memimpin dunia. Aku telah diu­tuskan oleh Isy­par­matma. Dan para pengikut aku adalah orang² yang berada di dalam lingkun­gan itu, yang kepalanya tidak diku­cir. Mereka akan memeli­hara janggut dan akan menden­gar wahyu. Mereka akan menden­gar pang­gi­lan ibadah (azan). Mereka akan memakan apa saja kecuali dag­ing babi. Mereka tidak akan dis­u­cikan den­gan tana­man semak²/umbi-umbian tetapi mereka akan suci di medan perang. Mer­aka akan dipang­gil “Musala­man” (per­an­tara kedamaian).”

kalau anda mem­baca tulisan di atas den­gan baik, maka anda akan men­da­p­ati bahawa kese­mua ciri² dari­pada pengikut ‘agama kebe­naran’ yang dise­butkan di atas adalah ciri² yang umum­nya ter­da­pat pada umat Islam (muslim).

2. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Di dalam Athar­vaveda book 20 Hymn 127 Shlokas 1–14
Diny­atakan pula ten­tang Kun­tup­suk­tas yang telah mengisyaratkan bahawa Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu akan terungkap kemudian.

Mantra 1
men­gatakan : ia akan dise­but Narasangsa. “Nars” artinya orang, “sangsa” artinya “yg ter­puji”. Jadi Narasangsa artinya : orang yg ter­puji. Kata “Muham­mad” dalam bahasa arab juga berarti : orang yg ter­puji. Jadi Narasangsa dalam bahasa Sansek­erta adalah iden­tik den­gan Muham­mad dalam bahasa arab.

Jadi Narasangsa adalah fig­ure yang sama den­gan nabi Muham­mad. Ia akan dise­but “Kau­rama” yang bisa berarti : pangeran kedama­ian, dan bisa berarti : orang yang pin­dah (hijrah). Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu adalah seo­rang pangeran kedama­ian yang hijrah dari Makkah ke Mad­i­nah. Ia akan dilin­dungi dari musuh yang akan dikalahkan­nya yang berjum­lah 60.090 orang. Jum­lah itu adalah sebanyak pen­duduk Makkah pada masa Muham­mad hidup yaitu sek­i­tar 60.000 orang.

Mantra 2
men­gatakan : ia adalah seo­rang suci yg naik unta. Ini berarti ia bukan seo­rang bang­sawan India, karena dikatakan dalam Mansuriti(11) : 202 men­gatakan bahwa Brahma tidak boleh menaiki unta atau keledai. Jadi tokoh ini jelas bukan dari golon­gan Brah­mana (pen­deta tinggi Hindu), tapi seo­rang asing.
Mantra 3 men­gatakan : ia adalah “Mama Rishi” atau seo­rang suci agung. Ini cocok den­gan nabi agung umat Islam yaitu Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu .

Mantra 4 men­gatakan : ia adalah Wash­w­ereda (Rebb) artinya orang yg ter­puji. Nabi Muham­mad yang juga dipang­gil den­gan nama Ahmad adalah berarti juga “orang yg ter­puji” yang ter­jema­han bahasa Sansekerta-nya adalah Rebb.

3. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dalam Athar­vaveda book 20 hymn 21 : 6
Diny­atakan bahwa di sana dise­butkan den­gan isti­lah : “akkaru” yang artinya : “yang men­da­pat pujian”. Dia akan men­galahkan 10.000 musuh tanpa per­tumpa­han darah. Hal ini meru­juk pada perang  Khan­daq  / Ahzab yang mana Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu men­galahkan musuh yang berjum­lah 10.000 orang tanpa per­tumpa­han darah.

4. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dalam Athar­vaveda book 20 hymn 21 : 7
Diny­atakan bahwa Abandu akan men­galahkan 20 pen­guasa. Abandu juga berarti seo­rang yatim atau seo­rang yang men­da­pat pujian. Ini men­garah pada Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu yang seo­rang yatim sejak lahir dan arti kata Muhammad/Ahmad yang berarti yang ter­puji, yang akan men­galahkan kepala-suku dari suku2x di sek­i­tar Makkah yang berjum­lah sek­i­tar 20 suku.

5. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dalam Rigveda book 1 Hymn 53 : 9
Nabi dipang­gil den­gan sebu­tan “Sus­lama” yang artinya lagi2 adalah : orang yg ter­puji yg meru­pakan arti dari nama Muhammad.

6. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dalam Samaveda Agni Mantra 64
Diny­atakan bahwa ia tidak dis­usui oleh ibunya. Hal ini per­sis den­gan Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu yang tidak dis­usui oleh ibunya tapi oleh seo­rang wanita bernama Halimah.

7. Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu Dalam Samaveda Uttarar­chika Mantra 1500
Diny­atakan bahwa Ahmad akan dianu­grahi undang2 abadi, yang jelas men­gacu pada nabi Muham­mad yang akan dianuger­ahi kitab suci Al-Qur’an. Tapi karena orang India yang berba­hasa sansek­erta tidak paham kata Ahmad, maka diter­jemahkan men­jadi “a” dan “mahdi” yaitu “saya sendiri”, jadi diar­tikan “saya sendiri yang mener­ima undang2 abadi”. Pada­hal seharus­nya “Muham­mad sendiri yg dianu­grahi undang2 abadi”.

Nabi Muham­mad Nabi Umat Hindu dira­malkan den­gan nama Ahmad pada banyak bagian dalam kitab2 Weda. Juga dira­malkan pada tak kurang dari 16 tem­pat yang berbeda dalam kitab weda den­gan nama Narasangsa artinya adalah sama den­gan arti dari nama Muham­mad, yaitu “yang terpuji”.

baca selengkapnya dan dapat simpan di file anda dalam bentuk pdf, baca disini

  • Mungkinkah ?




  •  

    diposkan oleh : PAGUYUBAN PAKOEBOEWONO
    http://pakoeboewono.blogspot.com

    GREAT MAJAPAHIT


    NAGARAKRTAGAMA- (SEJARAH MAJAPAHIT)















    Negarakertagama merupakan kakawin yang menceritakan kisah Raja Majapahit, Hayam Wuruk yang melakukan pelesiran ke daerah Blambangan dan dalam perjalanan pulang beliau singgah di Singosari. Dalam naskah ini juga dikisahkan peranan patih Gajah Mada sebagai perdana Mentri yang mumpuni. Masih dalam naskah Negarakertagama ini dikisahkan bahwa Prabu Hayam Wuruk sebagai penguasa yang sangat adil dalam memerintah dan taat menjalankan aturan agama. Sebagai contoh Raja Hayam Wuruk menghukum mati Demung Sora yang merupakan seorang menterinya, karena dianggap bersalah setelah membunuh Mahesa Anabrang yang ternyata tidak berdosa (lempir ke 73). Dengan demikian Demung Sora telah telah melanggar pasal Astadusta dari kitab Undang undang Kitab Kutara Manawadarmasastra itu. Naskah Negarakertagama yang merupakan karya pujangga besar empu Prapanca ini kini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dan menjadi salah satu koleksi kebanggaannya.





    [Pupuh 1]

    1.      Om nathaya namostute stuti ning atpada ri pada bhatara nityasa



    Sang suksme teleng ing samadhi siwabuddha sira sakalaniskala atmaka



    Sang sriparwwatanatha natha ning anatha sira ta pati ning jagadpati



    Sanghyang ning hyang inisty acintya ning acintya hana waya temah nireng jagat.









    2.      Byapi byapaka sarwatatwagatha nirguna sira ring apaksa waisnawa



    Ring yogiswara poruseng kapila jambhala sakala siran hyang ig dhana



    Sri wagindra siran hyang sakalasastra manasiya sireng smaragama



    Ring wiginotsaranaprayoga yamaraja sira maka walang jagaditha.









    3.      Nahan don ing umastuti pada nirahyun umiketa kateng nareswara



    Sang sri natha ri wilwatika haji rajanagara wisesa bhupati



    Saksat janma bhatara natha siran anghilangaken i kalangka ning praja



    Hentyang bhumi jawatibakti manukula tumului i tekeng dighantara.









    4.      Ring sakartusarena rakwa ri wijil nrpati telas inastwaken prabhu



    An garbbheswaranatha  ring kahuripan wihaga nira namanusadbhuta



    Lindung bhumi ketug hudan awu gereh kilat awiletan ing nabhastala



    Guntunr tang himawan ri kampud anana ng kujana kuhaka mati tanpagap.









    5.      Nahan hingan iran bathara girinatha sakala matemah prabhutama



    Na lwir sadeg irekanang sa yawabhumi talu tumungkul adara



    Wipra ksatriya waisya sudra caturasrama sama nipuneng samahita



    Hentyang durjana mariabuddhi kala kewala matakut i wirya sang prabhu.






    [Pupuh 2]









    1.      Ndan sang srirajapatni prakasita sira matamaha sri narendra



    Sang lwir pawak bhatari parama bhagavati chatra ning rat wisesa



    Utsaheng yoga buddhasmarana gineng iran siwari wrdhamundi



    Ring saka drstisaptaruna kalaha niran mokta mungsir kabuddhan.









    2.      Riantuk srirajapatni jinapada kawekas duhkitang rat byamoha



    Ri adeg natha munggwing majapahit tumului tustha mengong kabhaktin



    Rena sri natha sang sri tribhuwana wijayottunggadewi gumanti



    Mungguing rajyarikang jiwanapura sira tamwangmwangi sri narendra.












    [Pupuh 3]









    1.      Tekwan bhakti siran makebu ri sira sri rajapatnesvari



    Satyanut brata paksa sogata masangaskara dagan sang pejah



    Tansah srikrtawardhaneswara pita de sri narendradipa



    Se dampati apageh sireng sugatamargangde suka ning jagad.









    2.      Ndan sribhupati sang pita nrpati munggwing singhasari apageh



    Saksat hyang wara ratnasambhawa siran manggeh parartheng jagat



    Dhirotsaha sire kawrdddhya nikanang rat satyabhaktye haji



    Lagi anggegwani karyya (ning) sahana kadhyaksatidakseng naya.






    [Pupuh 4]









    1.      Muwah ibu haji sang narendranuja de hajing jiwana



    Prakasita haji rajadewi maharajasanindita



    Sirata siniwi ring dahanopameng (ru)pa ring sadguna



    Samasa(ma) kalawan hajing jiwana lwir sudewi apalih.









    2.      Priya haji sang munggw i wengker bangun hyang upendra nurun



    Nrpati wijayarajasanopameng paramajnottama



    Samasama kalawan nrpe singghasari ekapaksapageh



    Sira widhikan i thani yawat sabhumi jawa.






    [Pupuh 5]









    1.      Wwanten  tari haji ri wilwatikta rajni



    Sang munggw ing lasem anuraga ring karahaywan



    Putri sri narapati ring daha prakasa



    Sang sri rajasaduhitendudewi anindya.









    2.      Ndan sri warddhanaduhiteswari pamungsu



    Rajni mungw ing pajang anopameng raras rum



    Putri sri nrpati ri jiwana prakasa



    An saksat anuja tekap nirang narendra.






    [Pupuh 6]









    1.      Penak sri naranatha kapwa ta huwus labdhabhiseka prabhu



    Sang natheng matahun priya nrpati sang rajyeng lasem susrama



    Sang sri rajasawarddhana prakasiteng rupadhiwijneng naya



    Tan pendah smarapinggala patemu sang nathenalem ing jagat.









    2.      Sang natheng paguhan priya nrpati sang rajni pratiste pajang



    Khyati sri nrpa singhawarddhana surupanwam susilapageh



    Asri awarnna sanatkumara saha dewida papanggih nira



    Bhakti jong haji masih awwang anak angde tusta ning nagara.









    3.      Tekwan wrddhi awekendra sang umunggw ing wirabhumi angdiri



    Sang sri nagarawarddhanai pratita rajnikanyakanopama



    Ndan ranten haji ratw ing mataram lwir hyang kumaranurun



    Sang sri wikramawarddhaneswara paningkah sri narendhradhipa.









    4.      Wungsu sri nrpati pajang siniwi munggw ing pawwanawwan puri



    Rajni sri surawarddhani nwam ira wala lwir hajeng ing tulis



    Sakweh sri yawaraja sapada madudwan nagaratunggalan



    Ekasthana ri wilwatikta mangisapwi sang narendradhipa.






    [Pupuh 7]









    1.      Warnnan sri naranatha kastawan ira n dinakarasama digjaya prabhu



    Bhrasta ng satru bangun tamisra sahane bhuwana rinawasan nareswara



    Tustang sajjna pangkajamam ikanang kujana kumuda satya satwika



    Sthiti ang grama sabhumi awah dhana bangun jala hinaturakenya sakrama.









    2.      Lwir sang hyang satamanyu manghudani rat haji tumulaki duhka ning praja



    Lwir hyang pitrpati kadandan ing anaryya baruna ri katemwan ing dhana



    Lwir hyang bayu sirantameng sakalaloka makasarana duta nityasa



    Lwir prtiwi ri karaksan ing  pura katonan ira kadi bhatara candrama.









    3.      Ring warnnakrti kamadewa sakalanurun umulati ramya ing puri



    Sakweh sang paraputerekadika wadhu haji kadi pawibhajyan ing ratih



    Ndan sang sri parameswari swaduhita nrpati wijayarajasottama



    Mukyawarnna susumnadewi anupameng hayu tuhu sawawe nareswara.









    4.      Takwan wrddhi siran pakanak i sireng nrpati kusumawarddhaniswari



    Rajni rajakumarii anindya siniwing pura ring kabalan utameng raras



    Sang sri wikramawarddhanendra saniruktya nira pangucap ing sanagara



    Saksat dewata dewati sira n atemwa helem anukani twas ing jagat.






    [Pupuh 8]









    1.      Warnnan tingkah ikang paradbhuta kutanya batabang umider mmakandel



    aruhur



    Kulwan dik purawaktra mangharepaken lebuh ageng itengah wai edran adalem



    Bhrahmasthana matunggalan pathani buddhi jajar inapi kapwa sok cara cara



    Ngka tonggwan paratanda tanpegat aganti kumemiti karaksan ing purasabha.









    2.      Lor ttang gopura sobhitabhinawa konten ika wesi rinupakaparimita



    Wetan sanding ikarjja panggung aruhur patiga nika binajralepa maputih



    Kannah lor kkidul ipeken raket ikang yasa wekas ing apanjang adbhuta dahat



    Angken caitra pahoman ing balasamuha kidul ika catuspathahyang ahalep.









    3.      Alwagimbar ikang wanguntur icatturddhisi watangan ika witana ri tengah



    Lor ttang wesma panangkilan parabhujangga kimuta paramantri alenggih apupul



    Wetang nggwan para siwa boddha mawiwada mucap aji sahopakara weki sok



    Prayascitta ri kala ning grahana phalguna makaphala haywa ning sabhuwana.









    4.      Kannah wetang ikang pahoman ajajar ttigatiga ri tengah kasaiwan aruhur



    Nggwan sang wipra kidul padottamasusun barat inatar ikabatur patawuran



    Nggwan sang sogata lor susun tiga tikang wangunan ipucak arjja mokirukiran



    Kapwanjrah  racananya puspa pinaran nrpati satata yan hinoma mapupul.









    5.      Ngkaneng jro kidul ing wanguntur ahelet palawangan ikana pasewan atata



    Wesmarjjjajajar anghapit hawan angulwan i tengah ika tanjung angjrah asekar



    Ndah kulwan mahelet muwah kidul ipanggung ika bala maneka medran itepi



    Arddhalwa ri tengah natar nikana mandapa pasatan asangkya lot mawurahan.









    6.      Ri jronyeki muwah pasewan ikidul dudug angusi wijil kapingrwa ri dalem



    Tingkahnyeki tinumpatumpa mahelet palwangan ikanang sapanta tinika



    Kapwang wesma subaddha watwan ika len saka balabag usuknya tanpa cacadan



    Sek de ning bala haji anangkil agilir makemitabu mapeksa wara matutur.






    [Pupuh 9]









    1.      Nahan lwirnyang manangkil pangalasan ingaran kwehnya tanpapramana



    Tanpalwir nyu gading janggala kadiri sedah panglarang rajadewi



    Wai sangka wwang panewwan krtapura sinelir mwang jayeng prang jayagong



    Angreyok kayuapu wwang jaladhi masuruhan samajadhi prakirnna.









    2.      Nahan tadhinya munggwing watangan alunalun tanpegat lot manganti



    Tanda mwang gusti wadwa haji muwah ikang ammwang tuhan ring yawabap



    Mukyang munggwing wijil pingkalih adhikabhayangkari apintapupul sok



    Lor ning dware dalem nggwanya kidul ika paraksatriya mwang hujangga.









    3.      Ngkaneng bayabya ri pascima mider umareng mrtyudesa yasakweh



    Sarsok de sang sumantri amawa pinituha ring wirabhrtyan panangkil



    Anyat kannah kidul pantaran ika lawangan mandapa mwang grhakweh



    Sarsok de bhrtya sang sri nrpati ri paguhan nityakalan pasewa.









    4.      Ngkana jro ning wijil pingkalih areja natarnya ratalwatisobha



    Sok wisma mwang witanabhinawa mapupulan sang manangkil mareng jro



    Wetan tekang grhanopama wangunan ikasri aruhur sopacara



    Nggwan sri nathan paweh sewa ring umarek umunggwing witanaprameya.






    [Pupuh 10]









    1.      Warnnan warnna ni sang manangkil irikang witana satata



    Mantri wrddha pararyya len para pasangguhan sakaparek



    Mwang sang panca ri wilwatikta mapageh demung kanuruhan



    Tansah rangga tumenggung uttama ni sang marek woki penuh.















    2.      Kwehning wesa puri kamantryan ing amatya ring sanagara



    Don ing bhasa parapatih parademung sakala n apupul



    Anghing sang juru ning watek pangalasan mahingan apageh



    Panca kweh nira mantri anindita rumaksa karyya ri dalem.









    3.      Ndan sang ksatriya len bhujangga rsi wipra yapwan umarek



    Ngkane heb ning asoka munggwi hiring ing witana mangadeg



    Dharmadhyaksa kalih lawan sang upapatti saptadulur



    Sang tuhwaryya lekas niran pangaran aryya yukti satirun.






    [Pupuh 11]









    1.      Na lwir sang marek ing witana pinake dalem inapi rinangga sobhita



    Ring jro purwwa sake wijil pisan adoh piningit ikang umanjinge dalem



    Ndan sang sri nrpati singhawarddhana kidul saha yugala saputra putrika



    Lor sang sri krtawarddhaneswara bangun surapada tiga tang purapupul.









    2.      Sakweh ning grha nora tanpasaka mokir ukiran apened winarnnana



    Mwang tekang batur asmawistaka mirah winetu wetu pinik rinupaka



    Njrah tekang wijil ing kulala pinakottama ni hatep ikang grhadhika



    Tanjung kesara campakadi nikanang kusuma caracara njrah ing natar.






    [Pupuh 12]









    1.      Warnnan tingkah ikang pikandel atata tut kanta ning nagara



    Wetan sang dwija saiwa mukya sira dang hyang brahmarajadhika



    Ngkaneng daksina boddha mukya ng anawung sang kaka rengkannadi



    Kulwan ksatriya mantri punggawa sagotra sri narendradhipa.









    2.      Weta(n) den mahelet lebuh pura narendreng wengker atyadbhuta



    Saksat indra lawan saci nrpati lawan sang narendreng daha



    Sang natheng matahun narendra ri lasem munggwing dalem tan kasah



    Kannah daksina tan madoh kamegetan sang natha sobhahalep.









    3.      Ngkaneng  uttara lor saking peken agong kuwwahalep sobhita



    Sang saksat ari  de nareswara ri wengker sang makuww apageh



    Satyasih ri narendra dhira nipuneng nityapatih ring daha



    Khyating rat mangaran bhatara narapati angde halep ning praja.









    4.      Wetan lor kuwu sang gajahmada patih ring tiktawilwadhita



    Mantri wira wicaksaneng naya matenggwan satya bhaktya prabhu



    Wagmi wak apadu sarjjawopasama dhirotsahatan lalana



    Rajadhyaksa rumaksa ri sthiti narendran cakrawartting jagat.









    5.      Nda ngkane kidul ing puri kuwu kadharmadhyaksan ardha halep



    Wetan rakwa kasaiwan utama kabodhan kulwan asri atata



    Tan warnnan kuwu sang sumantri  adhika len sang paraksatriya



    Dening kweh nira bheda ri sakuwu kuwwang de halep ning pura.









    6.      Lwir ccandraruna tekanang pura ri tikta sriphalanopama



    Tejanggeh nikanang kara sakuwukuww akweh madudwan halep



    Lwir ttaragraha tekanang nagara sesa nneka mukya ng daha



    Mwang nusantara sarwwa mandalika restrangasrayakweh marek.






    [Pupuh 13]









    1.      Lwir ning nusa pranusa pramuka sakahawat ksoni ri malayu



    Ning jambi mwang palembang karitang i teba len dharmasraya tumut



    Kandis kahwas manangkabwa ri siyak i rokan kampar mwang i pane



    Kampe harwathawe mandahiling i tumihang parlak muang i barat.









    2.      I lwas lawan samudra mwang i lamuri batan lampung mwang i barus



    Yakadhinyang watek bhumi malayu satanan kapwamateh anut



    Len tekang nusa tanjungnagara ri kapuhas lawan ri katingan



    Sampit mwang kutalingga mwang i kuta waringin sambas mwang i lawai.






    [Pupuh 14]









    1.      Kadangdangan i landa len ei samedang tirem tan kasah



    Ri sedu baruneng ri kalka saludung ri solot pasir



    Baritw i sawaku muwah ri tabalung ri tanjung kute



    Lawan ri malano makapramuka ta(ng) ri tanjungpuri.









    2.      Ikang sakahawan pahang pramuka tang hujungmedhini



    Ri lengkasuka len ri saimwang i kalantan i trenggano



    Nasor pakamuwar dungun ri tumasik ri sanghyang hujung



    Kelang keda jere ri kanjapiniran sanusapupul.









    3.      Sawetan ikanang tanah jawa muwah ya warnnanen



    Ri balli makamukya tang badahulu mwang i lwagajah



    Gurun makamuka sukun ri taliwang ri dompo sapi



    Ri sanghyang api bhima seran i hutan kadalyapupul.









    4.      Muwah tang i gurun sanusa mangaran ri lombok mirah



    Lawan tikang i saksakadi nikalun kahajyan kabeh



    Muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk



    Tekeng udamakatrayadhi nikanang sanusapupul.









    5.      Ikang sakasanusanusa makasar butun banggawi



    Kunir ggaliyao mwang i salaya sumba solot muar



    Muwah tikang i wandan ambwan athawa maloko wwanin



    Ri seran i timur makadi ning angeka nusatutur.






    [Pupuh 15]









    1.      Nahan lwir ning desantara kacaya de sri narapati



    Tuhun tang syangkayodhyapura kimutang dharmanagari



    Marutma mwang ring rajapura nguniweh singhanagari



    Ri campa kambojanyati yawana miteka satata.









    2.      Kunang tekang bhumi madhura tanani lwir para puri



    Ri denyan tunggal mwang yawadharani rakwekana dangu



    Samudrananggung bhumi keta sakakalanya karengo



    Tewekny dadyapantara sasiki tatwanya adoh.









    3.      Huwus rabdha ng dwipantara sumiwi ri sri narapati



    Padasthity awwat pahudhama wijil angken pratimasa



    Sake kotsahan sang prabhu ri sakahaywanya n iniwo



    Bhujangga mwang mantrinutus umahalotpatti satata.












    [Pupuh 16]









    1.      Krama nika sang bhujangga n umareng digantara dangu



    Hinilahilan awakaryya jagadona tanawang alaha



    Wenang ika yan pakon nrpati sing parana ta kunang



    Magehakenang siwagama phalanya tanpanasara.









    2.      Kunang ika sang bhujangga sugatabrateki karengo



    Apituwin ajna hajyatana sing saparana nika



    Hinilahila sakulwan ikanang tanah jawa kabeh



    Taya ring usana soddha mara rakwa sambhawa tunut.









    3.      Tuhan ikanang digantara sawetan ing yawadhara



    I gurun i bali mukya kawenang parana nika



    Samaya nirang mahamuni bharada rakwa ta mapageh



    Lawan ika sang munindra kuturan prakasa kareno.









    4.      Karana ni sang bhujangga tinitah ri lakwa rasika



    Ikang inutus mangulwan angawetan akrama huwus



    Saji saji ring lumakwaken i sajna sang narapati



    Sawiku sada yan angujar aweh resep ing umulat.









    5.      Irika tang anyabhumi sakahemban ing yawapuri



    Amatehi sajna sang nrpati kapwa satya ring ulah



    Pituwi sing  ajna langghana dinon wisirnna sahana



    Tekap ikanang watek jaladhimantri aneka suyasa.






    [Pupuh 17]









    1.      Sampun rabdha pageh ny adeg nrpati ri yawadharani jayeng digantara



    Ngkana sriphalatiktanagara siran siniwi mulahaken jagaddhita



    Kirnnekang yasa kirti dharmma ginawe niran n anukani buddhi ning para



    Mantri wipra bhujangga sang sama wineh wibhawa tumut akirti ring jagat.









    2.      Gong ning wiryya wibhuti kagraha tekap nrpati tuhutuhuttama prabhu



    Lila nora kasangsayan ira n  anamtami suka sakaharsa ning manah



    Kanya sing rahajong ri janggala lawan ri kadiri pinilih sasambhawa



    Astam tan kahanang sakeng parapurasing areja winawe dalem puri.









    3.      Salwa ning yawabhumi tulya nagari sasiki ri pangadeg naradhipa



    Mewwiwu ng jana desa tulya kuwu ning bala mangideri kanta ning puri



    Salwir ning paranusa tulya nika thaniwisaya pinahasukenaris



    Lwir ndyana tikang wanadri sahananya jinajah ira tanpanangsaya.









    4.      Baryyan masa ri sampun ing sisirakala sira mahasahas macangkrama



    Wwanten thanyangaran ri sima kidul i jalagiri mangawetan  ing pura



    Ramyapan papunagyan ing jagat i kala ning sawung ika mogha tanpegat



    Mwang wewe pikatan ri candi lima lot paraparan ira tusta lalana.









    5.      Yan tan mangka mareng phalah marek i jong hyang acalapati bhakti sadara



    Pantes yan panulus dateng ri balitas mwang i jimur i salahrit alengong



    Mukya ng polaman ing dahe kuwu ri lingga mara bangun ika lanenusi



    Yan ring janggala lot sabha nrpati ring surabhaya manulus mare buwun.









    6.      Ring sakaksatisuryya sang prabhu mahas ri pajang iniring ing sanagara



    Ring sakangganaryyama sira mare lasem shawan i tira ning pasir



    Ri dwaradripanendu panglengeng ireng jaladhi kidul atut wanalaris



    Ngkaneg lodaya len teto ri sidemen jinajah ira langonya yenitung.









    7.      Ndan ring saka sasangkanagarai bhadrapadamasa ri tambwang ing wulan



    Sang sri raja sanagaran mahassahas ri lumajang angitung sakendriyan



    Sakweh sri yawaraja sapriya muwah tumuti haji sabhrtya wahana



    Mantri tanda sa wilwatikta nguniweh wiku haji kawiraja mangdulur.









    8.      Ngkan teking maparab prapanca tumut anglaeng angiringi jeng nareswara



    Tan len sang kawi putra sang kawi samenaka dinulur ananmateng mango



    Dhramadhyaksa kasogatan sira tekap narapati sumilih ri sang yayah



    Sakweh sang wiku boddha mangjuru padangatuturaken ulah nireng dangu.









    9.      Ndan tingkah rakawi n marek ri haji duk rarai atutur asewa tan salah



    Pinrihnye hati rakwa milwa sapara narapati n amalar kasanmata



    Nghing tapwan wruh apetlango pisan ingun tetesa maminta gita ring karas



    Na hetunya kawarnna desa sakamarggangaran ika irinci tut hawan.









    10.  Tambe ning kahawan winarnna ri japan kuti kuti hana candi sak rebah



    Wetan tang tebu pandawadri daluwang babala muwah i kanci tan madoh



    Len tekang kuti ratnapangkaja muwah kuti haji kuti pangkajadulur



    Panjrak mandala len ri pongging i jingan kuwu hanar i samipa ning hawan.









    11.  Prapteng dharmma ring pancasara tumuluy dateng i kapulungan sira megil



    Ndan lampah rakawi n lumaryamegil ing waru ri hering i tirtha tan madoh



    Angganggehnya tekap bhatara kuti ring suraya pageh mara cinarocaken



    Nghing rakwan kaselang turung mulih amogha matutur atisambhameng mango.









    [Pupuh 18]









    1.      Ryyangkat sri natha sangkeng kapulungan ikanang rajabhrtyangiringsok



    Salwa ning raja marggaparimita hibekan sya danomwat matambak



    Wwang ning wwang peka ning peka teka saha padati harep mwang ri wuntat



    Dudwang wadwadarat she girimisen amedep mwang gajaswadi kirnna.









    2.      Nistyayasangkya tang syandana mapawilangen dene cihnanya bheda



    Tekwan  lampah nikapanta tulis ika dudu ring samantri samantri



    Rakryan sang mantrimukyapatih i majapahit sang pranaleng kadatwan



    Pinten mawan sata syandana pulupuluhan teki cihnanya neke.









    3.      Sang sri natheng pajang kweh ni ratha nira padacihna ning diwasasri



    Ndan sri natheng lasem sok ratha matulis nandaka sweta sobha



    Sang sri natheng dahacihna sadahakusuma syandanabhra tulis mas



    Mukyang sang sri jiwanendrasakata samasamacihna lobhang lewih sok.









    4.      Ndan sang sri tiktawilwa prabhu sakata nirasangkya cihnanya wilwa



    Gringsing lebhong lewih laka pada tinulis ing mas kajangnyan rinengga



    Salwir ning punggawamwat bini haji nguniweh iswari sri sudewi



    Sakweh ning pekabharyya sakata nika sinang pang harep ning sapanta.









    5.      Munggwing wuntat ratha sri nrpati rinacana swarnna ratna pradipta



    Anyat lwirnyatawing jampana sagala mawalwahulap songnya lumra



    Kirnneng wadwangiring janggala kadiri sedah panglarang sok marampek



    Astam tekang bhayangkari amawamawa dudung bhrtya munggwing gajaswa.









    6.      Ndah prapteng pancuran mungkur atiki lari ning syandan enjing mararyyan



    Lampah ning kawi animpang sumeper i sawungan manglawad wandhuwarggha



    Lingsir ning suryya angkat marengi ri haliwat sri narendran lumampah



    Tut marggamurwwa sighran dateng i watu kiken ring matanjung mararyyan.









    7.      Desasimpar kkabodhan kaparek i tepi ning margga kaywanya poryyang



    Pratyekanya galanggang muwah ikang I badung tan madoh mwang barungbung



    Tankaryyanger mmanik towi kawisaya ri yanatraya nggehnya menget



    Sang dharmadhyaksa sighran sinegehan ika ring bhojanapana tusta.









    8.      Sampun prapta kulur mwang batang i gangan asem teki lampah narendra



    Tistis hyang suryya pinten ghatita pitu sirem kamukan sanghub awra



    Akandhaware tengahning harabara dinunung sri narendra kamantyan



    Praptang wyapara sampun panadah  ira madum sthana teking wwang akweh.









    [Pupuh 19]









    1.      Enjing ryy angkat irang narendra dateng anghinep i bhaya lango tigang



    kulem



    Sah sangkeri katang kedu dawa rame janapada kahalintangan huwus



    Ring lampes ri times muwah kuti ri pogara kahenu lebuh ni kaget



    Mwang ring mandala hambulu traya teka dadap adulur ikang rathalaris.









    2.      Wwanten dharma kasogatan prakasite madakaripura kastaweng lango



    Simanugraha bhupati sang apatih gajamada racananya nutama



    Yekanung dinunung nareswara pasanggrahan ira pinened rinupaka



    Andondok mahawan rikang trasungai andyusi capahan atirthasewana.









    [Pupuh 20]









    1.      Prapteng desa kasogatan sahana mawwat bhakta pane haji



    Pratyakanya gapuk padewisisa yeng isanabajra pageh



    Ganten poh capahan kalampitan ing lumbang len kuran we petang



    Mwwang pancarprasamangsa ning kuti mungguh kapwa tasrang mamarek.









    2.      Milwang desa ri tunggilis pabayeman rowangnya nekapupul



    Rehnyangse kuti ratnapangkaja hane carccan kabhuktyapateh



    Nahan ta pabalas kasogatan anangsanggehnya kuwwapageh



    Bhuktinyanpinakaryya kawwalu huwus tingkahnya nguni dangu.









    [Pupuh 21]









    1.      Byatitenjing mangkat caritan ikanang desa kahawan



    Ri lopandak ranwakuning i balerah baru bare



    Dawohan lawan kabayeman i telpak ri baremi



    Sapang kapraptan mwang kasaduran anujwing pawijungan.









    2.      Jurang bobo runting mwang  i pasawahan teki kahenu



    Muwah prapteng jaladhipa talapika mwang ri padali



    Ring aranon lawan pangalan i payaman len tepasana



    Tekeng rembang prapte kamirahan i pinggir ning udadhi.









    [Pupuh 22]









    1.      I dampar i patunjungan nrpati lalana mahawan i tira ning pasir



    Amurwwa henu tut heni ratarata nika magenetimbah  ing ratha



    Araryyan i samipa ning  talaga she sarasija tarate padasekar



    Jenek mihat i posik ing makara ring wwayahening i dalemnya waspada.









    2.      Ndatan wicaritan kalangwan ikanang ranu masurawayan lawan tasik



    Riyangkat ira san datang ri wedi ri guntur asenet i samipa ning hawan



    Kasogatan i bajrakangsa ri taladhwaja  telas apageh cinarocaken



    Dulurnya ri patunjungan kaselang i bala turung umulih mareng kuti.









    3.      Yateka hinalintangan muwah amurwwa matut alas i tira ning pasir



    Araryyan irikang palumbwan aburu ksana lumaris i lingsir ing  rawi



    Bhawisya hinalintang ing lwahi rabut lawang anuju surud ningampuhan



    Lurah ri balater linakwan ira lalana mamegil i tira ning pasir.









    4.      Ring enjing ahawan kunir basini saksana dateng i sadeng siramegil



    Pirang wengi kuneng lawas nirajenok mamenameng i sarampwan anglengor



    Ri sah niri wawang teke kuta bacok narapati nawilasa ring pasir



    Jenek lumihat ing karang kinasut ing ryyak asirasirat anghirip jawuh.









    5.      Tuhun rakawi tan mare kuta bacok dumadak anuti simpang ing hawan



    Anguttara sake sadeng mahawan ing balung anuju ri tumbu len habet



    Mwah ri galagah ri tanpahing anganty amegil i renes apty anangkila



    Amogha kapapag narendra mahawan jayakrta ri wanagriya laris.









    [Pupuh 23]









    1.      Ri dhoni bentong paruhan lawan bacek



    Pakis haji mwang padangan secang



    Ri jatigumlar kkhahawan silabhango



    Anguttareng dewa rame take dukun.









    2.      Muwah lumampah dateng ing pakambangan



    Rika megil sang prabhu saksananlaku



    Dateng ta ngsil wwitara ing lurah daya



    Linakwan aglis dateng ing jurang dalem.









    3.      Ikang hawan dug mangalor saking tasik



    Ri sandengandeng nika durgga marupok



    Lumud jawuh sangka nikan padaleyo



    Aneka tang syandana sak silih pagut.









    [Pupuh 24]









    1.      Tuhun maglis dug ring palayangan awarnnalayang adoh



    Ri bangkong kongang tang warana mamegil sigra lumaris



    Padamrih prapta ring sarana tikanang wwang masarana



    Waneh sighra prapteng surabhasa rabad ning wwang angiring.









    2.      Sirep ning ngwai mandalangalang i tekanyong alang alang



    Ri sandhyandegnyandel sapi nika waneh puh besur angel



    Bhawisyang yananguttara turayan ang desa kahawan



    Padatryangkat nyagyataki taki teka ri patukangan.









    [Pupuh 25]









    1.      Tanngeh yan caritan pratingkah ikanang awabhrtya mantry adulur



    Warnnan teki datang nire patukangan sang sri narendrapupul



    Nggkaneng sagaratira kulwan ikanang talakrpal warata



    Lor parnnahnya sakeng pakuwwan irikanggwan sri narendramegil.









    2.      Sakweh sang paramantry amancanagaromunggwing pakuwwan kabeh



    Mwang sang dhyaksa pasangguhan rasika sang wangsadhirajomarek



    Tansah sang hupapatty anindita dang acaryyottaranopama



    Saiwapanji mapanji santara widagdheng agama wruh kawi.









    [Pupuh 26]









    1.      Ndan mukyadhipating pakuwwan apageh sengngaryya suradhikara



    Sakweh ning jajahan saka patukangan sampun datang tan masowe



    Kapwasrang mahaturhatur pada sinangan wastra tuddhinya tusta



    Tustan yang dani tusta ri nrpati santustan jenek ring pakuwwan.









    2.      Wwanten rupaka laryya laryyan anengah sangke hujung ning samudra



    Wesmaneka kikis tinep natar ikalwapinda nusa n sakeng doh



    Margganyeki linantaran leyep awarnnengguh katon de nikang ryyak



    Kirtti sang aryya towi pasenahe  praptye sang sri narendra.









    [Pupuh 27]









    1.      Ngka sri natha maranglipur huyang i tiksna ning dinakara



    Saksat dewata dewati n saha kasih niratikatikan



    Wwang ring jro sawang apsari n wahu sakeng wihaya madulur



    Mukta ng klesa hidep nikang mulat awahna tibra kawengan.









    2.      Tan tunggal tikanang wilasa ginawe narendrakasukan



    Sing wastwasunga tustacitta ri kanang pradesa winangun



    Baryyan karaketan sramasrama  mawak janger ning umalat



    Singgih dewa mangindarat juga  siran lumanglang i jagat.









    [Pupuh 28]









    1.      Pira teki lawas nira ri patukangan



    Paramantri ri bali ri madura datang



    Ri balumbung andelan ika karuhun



    Sa  awaksiti  wetan umarek apupul.









    2.      Pada bhaktya ahatur pada masirasiran



    Bawi mesa kebo sapi hayam asu sok



    Saha wastra pinundut adulur asusun



    Manah ing mulat adbhuta kadi tan i rat.









    3.      Saka tembay ing enjang atiki caritan



    Naranatha siradadar i bala kabeh



    Milu salwir ikang para kawi sinungan



    Pada tusta tikang paramajana ngalam.









    [Pupuh 29]









    1.      Ndan sang kawy aparab prapanca juga soka tanari siwuhan



    De sang kawy upapatti sogata mapanji krtayasa pejah



    Mitranggeh rasike kalangwan asahing dulur atakitaki



    Lagy amulyani kirttipustaka tinumbas inapi  tinengot.









    2.      Citangkwi rasika’n katemwa warasangatera mahasahas



    Nyama wruh ri parana ing mahas akirtty atilara kakawin



    Nguni’n matya jemah muwah sisip iking lara pinahalalu



    Mati pwa dateng inghulun lewes aweh sekel anahasa.









    3.      Nahan karana ning wawang sah umareng keta milu rumuhun



    Tal tunggal, halalang dawa ri pocaran kahawan i pungatan



    Prapteng toya-rungun walanding anujw i tarapas amegil



    Enjing laryy ahawan lemah bang irikang ksana dateng i keta.









    [Pupuh 30]









    1.      Rintar sang sri narapati n-angulwan muwah teki warnnan



    Sighra prapteng keta pilipilih panca ratri npanganti



    Swecchamarnna ng jalanidhi n-amanggih muwah laryyalaryyan



    Ndatan dady alupa ring anukane parapan ginong twas.









    2.      Kweh ning mantri kota padamarek ayyam ajna sang aryya



    Wirapranadhi nika milu  sa-shiwa-boddhopapatti



    Mwang sakweh ning jajahan angiring sek datang tan binundang



    Kapwawwat bhojana sahana tustan sinungan suwastra.









    [Pupuh 31]









    1.      Ri sah nira sakeng keta meweh ikang awabhrtyangiring



    Banu-hning ika kahawan weki datang ri sampora sok



    Muwah ri daleman teke waharu ring sinor hop glisan



    Gebang krpigelam teke kalayu rajakaryyeniwo.









    2.      Ikang kalayu dharmmasima sugatapratistapageh



    Mahottama sujanma wandhu haji sang dhinarmmang dangu



    Nimita ni pakaryya haji dharmmakaryyadhika



    Prasiddha mamegat sigi kawekas i sudharmmenulah.









    3.      Ikang widhiwidhana sakrama telas genep sangkepan



    Makady ang upabhoga bhojana halep nikanopama



    Amatyagana samya sanggha sagiri datang ring sabha



    Medangga padahatri mageligelan mahingan dina.









    4.      Narendra ri huwus ni karyya nira sastra ni twas ginong



    Asing sakaparek pradesa pinaran dhanondok dateng



    Pirang wengi lawas nirerika pararttha manggong suka



    Surupa binihajy ulih nira wisesa kanyanulus.









    5.      Ri sah nira sakeng kalaw i kutugan kahenw alaria



    Ri kebwan-ageng aglis enggal amegil ri kembang-rawi



    Sudharmma sugatapratista racananya sobhahalep



    Anugraha naresware sang apatih pu naladhika.









    6.      Haturnatur i sang patih lewu halep nikanindita



    Byatita panadah narendra rikanang prabhatocapen



    Umangkat ahawan ri halses i barurang ri patunjungan



    Anunten i patentenan tarub i lesan asrw alaris.















    [Pupuh 32]









    1.      Sighran dateng i pajarakan patang dina lawas narapati n-amegil



    Ngkaneng harahara kidul ing sudharmma sugatasana makuwukuwu



    Mantri wiku haji karuhun sang aryya sujanottama pareng umarek



    Kapwangaturaken upabhoga bhojana wineh dhana pada kasukan.









    2.      Rintar narapati n-alaris wanasrama ri sagara keta ng usiren



    Sengkan hawan ira mangidul pakalyang ri buluh kata kahaliwatan



    Mwang mandala hikang i gede samantara ri sagara keta kadunung



    Sobhabhinawa ri tengah ing wanadri racananya n-amulangunaken.









    3.      Nda tan pijer umarek i jong narendra rakawi n-jenek angapi lango



    Langlang lalita lali  laleda dulwi lala meneh akalis ing ulah



    Tamtam  tan atutur i tutur nika n-tut i tata ni sang atakitaki



    Janjan jumalajah i jajar ni banjar ikanang yasa cinaracara.









    4.      Prapteng pathani ri tepi ning tepas ikatepung atetel atob



    Secchamacamaca cacahanya n-angracana bhasa racana kakawin



    Kweh ning yasa pada dinuman wilapa dadakan saha parab inamer



    Pancaksara ri wekasan ing pralapa sinamarsamar awetu lango.









    5.      Bwat ranten atulis atulis katha patiga watw inasaban aruhur



    Jrah nagakusuma kasumanya ring natar i tira nika pinarigi



    Andung karawira kayumas manur caracaranya saha kayu puring



    Mwang nyu gading akuning ahandep awwah i padunya n-amuhara lango.









    6.      Tanngeh yadi caritan ikang wanasrama langonya n-asemu siluman



    Tingkah nika ri dalem heng mahogra tekap  ing yasa pada hineduk



    Mwang kweh parakaki nguniweh parondang atuhararay ahayu waged



    Mokta ng mala kalusa mihat bangun wihikan ing siwapada sakala.









    [Pupuh 33]









    1.      Nrpati mahas ring asrama wawang sinegehsegehan



    Tekap ira sang maharsi mapalinggih asabda resep



    Asung upabhoga salwir I bhinukti nire patapan



    Nrpati males yathakrama ring arttha lewes kasukan.









    2.      Pangucapucap niran gumunita rasa ning kawikun



    Pada mawarah ri resi ni manah nira tan tinengot



    Wekasan acangkramalengeng asing kalangwan pinaran



    Muhara ri tusta sang tapa tapi n-lumihat kawengan.









    3.      Ri huwus iranglengong majar i seng sutapan muliha



    Ri wijil iralaris helahela lumihat kawekas



    Tapitapi sing raranwam ahajong pada karyy angarang



    Smara manurun mabancana sireki hidepnya n-akung.









    [Pupuh 34]









    1.      Ryy antuk narendra kari sukseka ng asramoruk



    Pringnyakusangeh abalut ri matalupa ken



    Anggong tangis sereh ikayam alas nikajrit



    Angluh tus ing tal angaleh syung ikanpasambat.









    2.      Asret lari nrepati n-aglis apan tumampa



    Kweh ning yasareja kamargga telas kalawan



    Sighrandatang sira ring aryya saratry anganti



    Enjing manguttara bhawisya datang ri gending.









    3.      Sang mantry amancanagari karuhun sang aryya



    Singhadhikara nguniweh para saiwa boddha



    Kapwahatur ttadah anindita sopacara



    Mas wastra nama pamales nrpati n-suka twas.









    4.      Arddhalawas nrpati tansah anganti masa



    Solah nireng sakuwukuww atika ng linolyan



    Ryy angkat niranhawan i lohgaway ing sumanding



    Borang bangor baremi tut henu bany angulwan.



























    [Pupuh 35]









    1.      Tuhun i dateng nire pasuruhan menimpang angidul ri kapanangan



    Anuluy atut damargga madulur tikang ratha dateng ring andoh wawang



    Muwah i kedung peluk lawan i hambal antya nikang pradesanitung



    Jhatiti ri singhasari-pura rajadharmma dinunung narendramegil.









    2.      Kunang ika sang prapanca kari kulwan ing pasuruhan pijer lalana



    Kuti mangaran rin darbaru ri bhuh pradesa nikanang pradesa hujung



    Yata pinaran tinakwanaken angsa punpunan ika ri sang sthapaka



    Likita tinonaken rasika suprasasti  winacamangun waspada.









    3.      Ikang i lepit yathaswa salebak wukirnya wisayangsa sang hyang kuti



    Satengah i markaman sawah i balunghura sawah muwah ring hujung



    Rasa nikang prasasti magawe hyun ing kawi madoha sangkeng pura



    Ri taya nikang purakrta teher daridra musira ng kutin darbaru.









    4.      Karana ning asru mangkat huwus nira mpu masegeh bhawisyalaris



    Maluy i kasekawan dateng i singhasari matutur manangkil marek



    Nrpati huwus mamuspa ri dalem sudharmma sakatusta ning twas ginong



    Hanan i kedung biru ri kasurangganan mwang i bureng langonyenitung.









    [Pupuh 36]









    1.      Krama subhakala sah nira ri singhasari mangidul mare kagenengan



    Humaturaken kabhaktin i bhatara dharmma sawatekwatek nira tumut



    Dhana paribhoga bhojana dulur ni puspa nira sopacara mahelep



    Saha wasanawawan watang apangruhun pada mangarjjita ng wwang umulat.









    2.      Ri huwus i ranpangarccana mijil ri heng pinupul ing balakrama marek



    Para wiku saiwa sogata sang aryya naligih inaring nireki tan adoh



    Awicari tan sedeng ni panadah narendra tumekahi sesta ri hati



    Bala haji sing sasambhawa wineh suwastra magawe resep ning umulat.









    [Pupuh 37]









    1.      Warnnan pratingkah ikanang sudharmma racananya tanpasiringan



    Dwaratisobhita samekale yawa ruhur nikaparamita



    Ri jro natar nika tinumpatumpa tinatang yasarja ri tepi



    Sok sarwwapuspa bakularjja nahi kusumady warnna siluman.









    2.      Prasada munggw i tengah asmu kadbhuta halep nikahyang aruhur



    Lwir meruparwwata siwapratista siwawimba munggu ri dalem



    Sotan bhatara girinathaputra pinekesti dewa sakala



    Anggeh nirantuhatuhanarendra kinabhaktyan ing sabhuwana.









    3.      Wwanten keteka kidul ing sudharmma ri dalem pratista katilar



    Nang bapra gopura paduruhur kkasugatan batang nika dangu



    Ri jronya dangka turunan baturnya kari purwwa kulwan anana



    Nghing purnna sanggar ika len pamujan atitah batabang aruhur.









    4.      Nang lor batur ni turunanya sesani lemahnya sampun arata



    Jrah nagapuspa tanemanya len tangi natarnya masmy asalaga



    Heng ning gupunten  ikanang pabhaktan aruhur lemahnya katilar



    Alwa natarnya dukten henunya sukuten hibak lumulumut.









    5.      Lwir stry agring angranuhi ragi molem ikanang cawinten awenes



    Morawra camara nika kusut mapusek oli lot kapawanan



    Nyu danta lagi luluren tapas nika pucangnya tan kram asamun



    Moghalume sah i tapihnya tang sara gading taharyy akusikan.









    6.      Angras twas ing mihati reh nikan taya makosa dhanya kawenang



    Nghing sri hayam wuruk inanti hetwa ni  tuwuhnya jiwana muwah



    Apan siramupusi kottaman tama ring uttamanukani rat



    Masih ring atpada lanawelas ing manemu duhka dewa salaka.









    7.      Warnnan muwah lari nareswarenjing umareng suddharmma ri kidal



    Sampun manamya ri bhatara lingsir anuluy dateng ri jajaghu



    Sampun muwah marek i sang hyang arcca jinawimba sonten amegil



    Enjing maluy musir i singhasari tan aleh mararyyan i bureng.









    [Pupuh 38]









    1.      Ramya nika(ng) bureng talaga mumbul ahening abiru



    Candi sila minakala ri madhya nika rinacana



    Sok yasa munggwi pinggir ika len kusuma caracara



    Lot paran ing macangkrama lanangjeneki ring umara.









    2.      Tan wuwusen lango nika tuhun narapati caritan



    Tistis ing arkka mangkat ahawan tegategal aruhur



    Ramya dukut nikatetel atandes akiris ahijo



    Lwanya sasagaranak angalun jurang ika dinelo.









    3.      Sri-naranatha lalana yaya ratha nira malaris



    Prapti ri singhasari tumame wegilan ira huwus



    Ndan rakawi ywa mampir sirang sugatamuniwara



    Sthapaka ring sudharmma tuwi gotrasawala dunungen.









    4.      Wrddha halintang i sasi sahasra tuwuh ira huwus



    Satya susila satkula kadang haji suyasa



    Purnna tameng kriya mara tan angkadhara panagara



    Kyatiri mopungku huttama kasatpadan ira satirum.









    5.      Sighra katanggama ywa si walat nira wawang asegeh



    Du, laki, bhagya kawi sang amrih amareki haji



    Sang wenang asrayan masiha ring kadang amelas arep



    Masku kading pangipyan aparan ta pasegeha temun.









    6.      Ndon rakawi n’parahyun atana krama ni tuhatuha



    Sri naranatha sang pada dhinarmma satata pinarak



    Mukya bhatara ring kegenengan karuhuna wuwusen



    Purwwakatha niran giripatiswarasuta caritan.









    [Pupuh 39]









    1.      Tuhun paduka mpungkwi mungguh sirojar



    Udu diwya, takwan rakawy angene twas



    Mahotsaha singgih kawi wreddhabuddhi



    Purih ning kasastrajnan angde stuting rat.









    2.      Nda sangtabya teki nghulun majarosen



    Masucya way ing saptatirtthe awacitta



    Namas te girindraya sambah ri sang hyang



    Nda tan dadya kotpata teki mpasabda.









    3.      Ksamatah manah sang kawindran rumengo



    Ikang wwang rengo sugyan akweha mithya



    Ndan anggegwane jana sang wrddha teka



    Pilih nyuna sugyadhika tan calana.









    [Pupuh 40]









    1.      Nguni sakabdhidesendu hana sira mahanatha yuddhaikawira



    Saksat dewatmakayonija tanaya tekap sri-girindra prakasa



    Kapwares bhakti sakweh parajana sumiwi jong niratwang tumungkul



    Sri-ranggah rajasa kyati ngaran ira jayeng satru suratidaksa.









    2.      Desagong wetan ing parbwata kawi penuh ing sarrrabhogatiramya



    Kuww anggehnyan kamantryan mangaran i kutarajenadeh wwang nikabap



    Yeki nggwan sri girindratmaja n-umulahaken dharma manggong kasuran



    Tusta ning sadhu nasta ning ahita ya ginong sthitya ning rat subhakti.









    3.      Ri sakabdhikrtasangkara sira tumeka sri narendreng kadinten



    Sang wiranindita sri-krtajaya nipuneng sastra tatwopadesa



    Sighralah gong bhayamrih malajeng anusup pajaran parswa sunya



    Sakweh ning bhrtya mukyang parapajurit asing kari ring rajya sirnna.









    4.      Ryy alah sang sri-narendreng kadiri girigirin tang sabhumi jawares



    Praptanembah pada wwat sahanahana wijil ning swadesanpasewa



    Tunggal tang janggala mwang kadiri samasamangekanathatisakta



    Ngkan tembe ning dapur mwang kuwu juru tumameng samya mangde sukeng rat.









    5.      Nangkin wrddhy amweh tang prabhawa wibhawa ring sri-girindratmasunu



    Enak tandel nikang yawadharani sumiwi jong niran chatra ning rat



    Ri sakasyabdhirudra krama kalahan iran mantuk ing swarggaloka



    Kyating rat sang dhinarmma dwata ri kagenengan saiwa-bodheng usana.















    [Pupuh 41]









    1.      Bhatara sang anusanatha weka de bhatara sumilih wisesa siniwi



    Lawas nira n-amukti ring rat apageh tikang sa yawabhumi bhakti matutur



    Sakabda tilakadri-sambhu kalahan bhatara mulih ing girindrabhawana



    Sireki winangun pradipa siwabimba sobhita rikang sudharmm ri kidal.









    2.      Bhatara wisnuwarddhana kateka putra nira sang gumanti siniwi



    Bhatara narasingha rowang ira tulya madhawa sahagrajamagehi rat



    Siranghilangaken duratmaka manama linggapati mati sirnna sahana



    Ares sahana ning parangmuka ri jong nireki tuhu dewamurtti sakala.









    3.      I saka rasaparwwatenduma bhatara wisnu ngabhiseka sang suta siwin



    Samasta parasamya ring kadiri janggalomarek amuspa ring purasabha



    Narendra krtanagarekang abhisekanama ri siran huwus prakasita



    Pradesa kutaraja mangkin atisobhitangaran i singhasarinagara.









    4.      Sakabda kana wawaniksiti bhatara wisnu mulih ing suralaya pejah



    Dhinarmma ta sire waleri siwabimba len sugatawimba mungw i jagahu



    Samantara muwah bhatara narasinghamurti sira mantuk ing surapada



    Hanar sira dhinarmma de haji ri wengker uttama-siwarcca munggwi kumitir.









    5.      Kathakena muwah narendra krtanagaranghilangaken katungka kujana



    Manama cayaraja sirnna rikana sakabda bhujagosasiksaya pejah



    Nagasyabhawa saka sang prabhu kumon dunoma rikanang tanah ri malayu



    Lewes mara bhayanya sangka rika dewamurti nira nguni kalaha nika.









    [Pupuh 42]









    1.      Sakabda yamasunyasuryya diwasa nrpati muwah amati durjjana



    Ikang mahisa rangkah atyaya katungka nika pinaleh ing sanagara



    Ring anggawiyatarkka saka sira motusan kana ri bali curnnitan



    Ndatandwa kawenang ratunya kahanang  teka marek i narendra sakrama.









    2.      Samangkana tikang digantara padangabhaya marek i jong nareswara



    Ikang sakahawat pahang sakahawat malayu pada manungkul adara



    Muwah sakahawat gurun sakahawat bakulapura mangasrayomarek



    Ndatan lingen i sunda len madhura pan satanah i yawa bhakti tansalah.









    3.      Tuhun nrpati tan pramada luput ing mada makin atiya na ring naya



    Apan tetes i keweh ing bhuwanaraksana gawayen i kala ning kali



    Nimitta nira n-angregep samaya len brata mapageha paksa sogata



    Tumirwa sang atitaraja ring usana magehakena wrddhi ning jagat.









    [Pupuh 43]









    1.      Ling ning sastra narendra pandawa rika dwapara nguni prabhu



    Gogendutri lawan sakabda diwasa ny antuk nireng swahpada



    Ndah santuk nira tembay ing kali teka’ng rat murkka harohara



    Anghing sang hyang sadabhijnadharaka rumaksa’ng loka dewa prabhu.









    2.      Nahan hetu narendra bhakti ri pada sri-sakyasinghastiti



    Yatnanggegwani pancasila krtasangskarabhisekakrama



    Lumra nama jinabhiseka nira sang sri-jnanabajreswara



    Tarkka-wyakaranadi sastra ng-anji srinatha wijnanulus.









    3.      Ndan ri wreddhi nireki matra rumegep sarwwakriyadhyatmika



    Mukya’ng tantra subhuti rakwa tinengot kempen rasanye hati



    Puja yoga samadhi pinrih ira’n amrih sthitya ning rat kabeh



    Astam tang ganasastra nitya madulur ddaneniwo ring praja.









    4.      Tan wwanten karengo kadi nrepati sakweh sangng atitaprabhu



    Purnneng sadguna sastrawit nipuna ring tatwopadesagama



    Dharmestapageh ing jinabrata mahotsaheng prayogakriya



    Nahan hetu ni tus nira padaikacchatra dwaprabhu.









    5.      Ring sakabdhijanaryyama nrepati mantuk ring jinendralaya



    Sangke wruh nira ring kriyantara lawan sarwwopadesadika



    Sang mokten siwabuddhaloka kalahan sri-natha  ning sarat



    Ringke sthana niran dhinarmma siwabuddharcca halepnyottama.









    6.      Lawan ring sagala pratista jinawimbatyanta ring sobhita



    Tekwann arddhanareswari mwang ika sang sri-bajradewwy apupul



    Sang rowang nira wrddhi ring bhuwana tunggal ring kriya mwang brata



    Hyang wairocana locana lwir iran-ekarcca prakaseng praja.









    [Pupuh 44]









    1.      Tatkala sri-narendra krtanagara mulih ring buddhabhawana



    Trasa’ng rat duhka harohara kadi maluya rehnyan kaliyuga



    Wwanten samantaraja prakasita jayakatwang nama kuhaka



    Ngkaneng bhumi kadiry apti smiliha wisesamrih kira-kira.









    2.      Nguni lungha nira sri-krtajaya rikanang sakabdhimanusa



    Ajna sri-parwwatadhindrasuta jayasabdha ng anggantyana siwin



    Ring sakastaikana sastrajaya muwah umungwing bhumi kadiri



    Ring saka trini san sangkara haji jayakatwang natha wekasan.









    3.      Sakweh ning natha bhakti weka ni weka bhataradrindratanaya



    Astam ri sri-narendra krtanagara tekeng nusantara manut



    Mangke pwe lina sang bhupati haji jayakatwang murkka wipatha



    Keweh ning rat rinakseng kali niyata hayunya tan dadi lana.









    4.      Pangdani wruh nireng sastra pangawasa ni kotsahan haji dangu



    Mogha wwanten weka sri-nrpati malahaken satrw amahayu rat



    Ndan mantw anggeh nira dyah wijaya panelah ing rat mastawa sira



    Arddha mwang wwang tatar mamrepi haji jayakatwang bhrasta sahana.









    [Pupuh 45]









    1.      Ri pejah nrpa jayakatwang awa tikang jagat alilang



    Masaruparawi sakabda rika nararyya sira ratu



    Siniwing pura ri majhapahit anuraga jaya ripu



    Tinelah nrpa krtarajasa jayawarddhana nrpati.









    2.      Satewek nrpa krtarajasa jayawarddhana siniwi



    Sa yawaksiti maluy atutur atisadara n-umarek



    Pada harsaja n-umulat ri payugalan nrpati catur



    Duhita nrpa krtanagara pada tulya surawadhu.















    [Pupuh 46]









       1. Ndan sang sri-parameswari tribhuwananamagrajanindita



    Tansah dyah duhita prakasita mahadewy anulus ring hajong



    Prajnaparami takya sang maka jayendradewy anindyang raras



    Dyah gayatry anuraga wungsu pinakadi’n-rajapatning puri.









       2. Ndan rakweki n-atemw amingtiga siran wwang sanak arddhaparo



    Apan rakwa bhatara wisnu mamisan parnnah niran tan madoh



    Lawan sri-narasinghamurtty aweka ri dyah lembu tal susrama



    Sang wireng laga sang dhinarmma ri mireng poddhapratistapageh.









    [Pupuh 47]









       1. Dyah lembu tal sira maputra ri sang narendra



    Na don niran resep amingtiga len suputri



    Na lwir pawor ni pakuren haji saikacitta



    Sajna nirajna kinabehan aweh sukeng rat.









       2. Ring saka sapta-jana-suryya narendra warnnan



    Mastwaken atmaja niran siniwing kadinten



    Srindreswaribu nira wira widagdha wijna



    Rajabhiseka jayanagara tanhanoli.









       3. Ring saka ma-try-aruna lina nirang narendra



    Drak pinratista jinawimba sireng puri jro



    Antahpura ywa panelah nikanang sudharmma



    Saiwapratista sira teki muwah ri simping.









    [Pupuh 48]









       1. Ndah kawekas narendra jayanagara prabhu ri tiktawilwa nagari



    Mwang nrputrikanten ira mebu sang prawararajnatny anupama



    Sang rwa padottameng hayu bangun rwa rati’n anoraken surawadhu



    Natha ri jiwanagraja nira nrpe daha sire pamungsu siniwi.









       2. Ring sakakala mukti-guna-paksa-rupa madhumesa ta pwa caritan



    Sri jayanagara n’umangkat anghilangaken musuh ri lamajang



    Bhrasta pu nambi sak sakulagotra ri pajarakan kutanya kapugut



    Wrinwrin ares tikang jagat I kaprawiran ira sang narendra siniwi.









       3. Ring sakakala windu-sara-suryya sang nrpati mantuk ing haripada



    Sighra siran dhinarmma ri dalem prarcca nira wisnuwimba parama



    Len ri sila petak mwang i bubat padapratima wisnumurtty anupama



    Sing suka-lila tang sugatawimba sobhita n’amoghasiddhi sakala.









    [Pupuh 49]









       1. Tuhun ring sakabdendubana-dwi-rupa



    Nrpe jiwana kyati mata narendra



    Gumantirikang tiktamalura rajni



    Oita sri-narendra rikang singhasari.









       2. Paningkah nira sri-maharajapatni



    Sirateki manggalya ring rat wisesa



    Suta mantu len potrakan raja rajni



    Sirangratwaken mwang rumakseng sakaryya.









       3. Ring agniswari saka tang satru sirnna



    Sadeng mwang ketalah dinon ing swabhrtya



    Tewek ning jagad raksana bwatnya sumrah



    Ri sang mantry anama madatyanta wijna.









       4. Muwah ring sakabdesu-masaksi-nabhi



    Ikang bali nathanya dussila nica



    Dinon ing bala bhrasta sakweh winasa



    Ares salwir ing dusta mangdoh wisata.









       5. Dang acaryya ratnangsa na ling nirojar



    Tuhujar ni sang wrddha pojar nirangres



    Katon kottaman sri-narendra rikang rat



    Apan dewawangsathawa dewamurtti.









       6. Ikang wwang rumengwi katha sri-narendra



    Ndatan trpti citanya membuh kabhaktin



    Mawas papakarmmanya maryyangawesa



    Ikang duhka rogadi mawas winasa.









       7. Muwah paduka mpungku mopaksamojar



    Iking pangrengo masku hinganya mangka



    Tumamwe ri kawrddhyan ing panditatwa



    Phala ning mucap kastawan sang wisesa.









       8. Huwus ning segeh sakramarjjawangling



    Rakawy amwitanoliheking swakaryya



    Teka’ng ratri sonten megil ri pakuwwan



    Ksamenjing manangkil ri jong narendra.









    [Pupuh 50]









       1. Warnna sri-nrpati mahas mareng paburwan



    Mangkat sayudha saha bhrtya len rathaswa



    Ngkaneng nandanawana kananatidurgga



    Kaywanyadbhutatara kasa munja kirnna.









       2. Medran tang bala balabar huwus menengko



    Lawan syandana madan angrapet rangkot



    Kedran tang wana wanaranya kagyat awri



    Awreg paksi nika mapaksa mura kegu.









       3. Hung ning bhrtya mawurahan matunwatunwan



    Ghurnnawarnna pasurak ing tasik gumenter



    Untab ny agni nika dudug ring antarala



    Saksat kandawawana de hyang agni nguni.









       4. Tonton tang marga malayu ndatan wri ratnya



    Kawran wibhrama marebut harep marampak



    Apan minggat abalabar kkares nikenggi



    Hetunyakukud umusi tengah matimbun.









       5. Kwehnya lwir ggawaya ri gobrajaprameya



    Lwir goh ring wrsabhapurangebek prakirnna



    Wok senggah gawaya lulaya salya cihna



    Godheya plawaga widala gandakadi.









       6. Satwasing sahana rikeng alas pralabdha



    Kapwatut manah ika tan hana wirodha



    Kadyahem pinaka jurunya tang mrgendra



    Ngkane sanding ika siwa marek tan enggi.









    [Pupuh 51]









       1. Ksamakena patakwan inghulun i sang mrgendradhipa



    Gati nrepati n-angrarah gahana toh naya  ndya ng gegen



    Angantya juga matya ring pangadegan malaywa kuneng



    Mwang anglagana denya tulya hayuyun dinon tan murud.









       2. Awarnna kadi mangkanojar ikanang srgalomarek



    Ikang harina krsnasara ruru cihna mojar wawang



    Yan i bwat i patikta tan hana muwah nayanung gegen



    Kalena saka ring malayw amalarolihang ungsiren.









       3. Ikang gawaya serabha wresabha len taraksamuwus



    Ada wipatha kong kenas tuhutuhun mrgalpadhama



    Ndatar lekasa ning sudhira ng alayu mangantya kuneng



    Si manglawana dharmma gegwana malar tumemwa ng hayu.









       4. Mrgendra sumahur kalih pada wuwus ta yuktika gegem



    Nda yan wruha mabhedaken sujana durjjananung delon



    Yang ing kujana wahya solaha malaywa mangswa kunang



    Apan wiwal angangga patyana tekapnya tanpadon.









       5. Tuhun pwa yan i sang tripaksa resi saiwa boddha tuwi



    Malaywa juga ng enakangiringane siran pandita



    Kunang pwa kita yat kapanggihana tekap narendraburu



    Angantya  pati kewalawwata huripta haywagigu.









       6. Apan nrpati yogya panghanutane hurip ning dadi



    Bhatara giripaty amurtti ri siran wisesaprabhu



    Awas hilanga papa ning pejana de niramatyana



    Lewih saka ri kotaman ing alabuh ri sang hyang ranu.









       7. Syapeka musuha kwa ri bhuwana yanpade medhani



    Tathapi ri sira tripaksa mariris ngwang andoh wawang



    Pitowi haji yan ta katemwa niyataku kawwat hurip



    Ndatan muwaha satwajati phala ning pejah de nira.









    [Pupuh 52]









       1. Kadi mojar aku pwa kita npapupul



    Wekasan pareng anghada yan humarek



    Bala peka sahastra kaduk maburu



    Pinagut ing asrngga maloy malayu.









       2. Tucapa mamawaswa pareng maburu



    Tinujunya earaha sedeng mapupul



    Kasihan karawangnya n-aneka pejah



    Rinebut saha putra tatanpabisa.









       3. Manalandangi teki karungnya maso



    Sakapatilima bhinna magong maruhur



    Amesah ta tutuknya mabang ri mata



    Pada rodra sihung nika tulya curik.









       4. Ikanang swa n-amanuk iniratnya pejah



    Hana rantas iganya gulunya pegat



    Rinebut mwah anglwangi malwang arok



    Papagutnya bangun laga rodra jemur.









    [Pupuh 53]









       1. Tucapang aburw anut harina manjangan silihuhun



    Sasiki winangswan ginayur ing gayor geyuh alon



    Laku nika pan kenoru rudhira drawadres  angebek



    Dudu ng asakit kene pada pinada mawyat aninga.









       2. Apulih ikang balatri saha tumbak akral angusi



    Atunah ikang kenas kimuta manjangan lwang ika bab



    Apulih ikang wisana gawayadi satwa magalak



    Bubar alayu bala nrepati kagyat alwang iniwud.









       3. Hana mangusir jurang suket alindungan tahen agong



    Dudu ng umanek mareng pang arebut ruhur kaburayut



    Kasihan ikang musir kkayu rumangkarangka lumaluy



    Kaparepekan wetisnya winisana kagyat akidat.









       4. Ksana paramantry aneka saha wahanasrang apulih



    Amatang anula mangduk anuligy amandem anujah



    Karana nikang wisani malayu grbegnya gumepuh



    Tinut inusinuya lwang ika kirnna kirnna rinebut.









       5. Wiku haji saiwa boddha hana milw anumbak aburu



    Gineluran ing taraksa malajong tinut mangudiding



    Lali ring upakriya nggan ika tan susila ta kuneng



    Tumut angiwo kawahyan alupan huwus krtawara.









    [Pupuh 54]









       1. Warnnan sri naranatha sampun umanek rin syandananindita



    Sobhatyanta ruhurnya pathya tikanang sapy amatek nirbhaya



    Mungsi madhya nikang wanantara manut burwan sing angde takut



    Hetunyalaradan megat bala parangdoh tang sawanyalayu.









       2. Karry ang sukara krsnasara ruru cihnadinya manggong bhaya



    Tandang sri-nrpati n-mawahana turangganut riy atry alayu



    Mantri tanda bhujangga kapwa sang umunggw ingng aswa milw aburu



    Bhrasta ng sawa dinuk tinumbak iniras kinris pejah tangagap.









       3. Arddhalwa marata lemah tuwin alas rengkod ri sornyapadang



    Hetunya ng harinatidurbbala tinut saglisnya de ning kuda



    Tustambek nrpati n-pararyyan anadah mantri bhujanggomarek



    Majar solah iranpakolih irikang solih nirangde guyu.









    [Pupuh 55]









       1. Awicaritan gati nrepati yan maburu jenek i ramya ning giri wana



    Hanan umulih mareng kuwukuwu maluy amawa ri sang paranrepawadhu



    Kadi lari ning macangkrama hanan kadi tumekani rajya ning ripukula



    Wruh ira ri dosa ning mrga tatan-wyasana sira n-ahingsadharmaginego.









       2. Caritan ulah niran madan umantuka mangen i kalangwan ing swanagara



    Krama subhakala mangkat ahawan banu-hanget i banir muwah talijungan



    Amegil i wedwawedwan irikang dina mahawan i kuwarahari celong



    Mwang i dada margga rantang i pager talaga pahanangan tekeka dinunung.









       3. Rahina ri tambak i rabut wayuha ri balanak linakwan alaris



    Anuju ri pandakan ri bhanaragina megil i dateng nire padamayan



    Maluy angidul mangulwan umare jajawar i suku sang hyang adri kumukus



    Marek i bhatara dharmma saha puspa pada pada hagarjita wwang umulat.









    [Pupuh 56]









       1. Ndan tingkah nikanang sudharmma ring usana rakwa kareno



    Kirtti sri krtanagara prabhu yuyut nareswara sira



    Tekwan rakwa sirang adhistita sarira tan hana waneh



    Hetunyangdwaya saiwa boddha sang amuja nguni satata.









       2. Cihneng candi ri sor kasaiwan apucak kaboddhan i ruhur



    Mwang ri jro siwawimba sobhita halep niraparimita



    Akshobya pratime ruhur mmakuta tan hanolya nika



    Sangke siddhi niran winasa tuhu sunyatatwa parama.









    [Pupuh 57]









       1. Hana mata kareno tewek sang hyang akshobyawimba n-hilang



    Prakasita padapaduka sri mahagurw i rajadhika



    Sutapa suci susila boddhabrata srawakanindita



    Anupama bahusisya sampun maciryy an mahapandita.









       2. Sira ta mahas atirtha seccha megil ring sudharmme dalem



    Pranata marek i sang hyang arccatibhakty adara ngastuti



    Ya ta ng amuhara salya ni twas nirang sthapakanangsaya



    Ri wenanga nira n-abaktya ri hyang siwarccatanangaksama.









       3. Muniwara mawarah sire tatwa sang hyang suddharmmeng dangu



    Mwang i hana nira sang hyang akshobhyawimbatisuksme ruhur



    Ryy ulih ira n-umaluy muwah manghinep ring sudharmmomarek



    Salahasa kawengan siranton ri muksa hyangng arccalilang.









       4. Pilih analasararkkha  rakwa sakabda hyang arcca n-hilang]



    Ri hilang ira sinamber ing bajraghosa sucandi dalem



    Pawarawarah irang mahasrawakawas ndatan sangsaya



    Pisaningu waluya dharmma tekwan kadohan huwus.









       5. Aparimita halep ni tingkah nika swargga tulyanurun



    Gupura ri yawa mekala mwang bale nyasa kapwadhika



    Ri dalem inupacarra sek nagapuspanedeng



    Prasama wijah arumpukan sara sang stri dalem nagari.









       6. Pira karika lawas narendran sukacangkramapet lango



    Ri wulu dada tataka mendah pakisnyangjrah i jro banu



    Pinaran ira n-amurwwa sangke suddharmmangken arkkapanas



    Mwang umara ri pakalwangan tut jurang secca ning twas ginong.









    [Pupuh 58]









       1. Warnnan i sah nira ring jajawar i padameyan ikang dinunung



    Mande(gi) cunggrang apet kalangen umahas ing wanadesa lengong



    Dharmma karesyan i parswa ning acala pawitra tikang pinaran



    Ramya nikanpangungan luralurah iniket nira bhasa kidung.









       2. Sampun iranglengeng enjing atihang ikanang ratha sampun adan



    Mangkat angulwan i jong ning acala mahawan sakamargga dangu



    Prapty amegil ri japan nrpati pinapag ing balasanggha datang



    Sing kari ri pura moneng i parekan ikan pada harsa marek.









       3. Kala dawuh tiga tang diwasa ri panadah nrpati n-mapupul



    Mukya mareswara rama haji kalih umunggu atitah pinarek



    Sang nrpati matahun ri paguhan i hiring nrpati-n-tanadoh



    Kapwa sadampati soway i panadah irekena tan wuwusen.









    [Pupuh 59]









       1. Narapati mangkat enjing ahawan sakatan lumaris



    Rakawi lumaryy animpang i rabut tugu lan pangiring



    Sumeper i pahyangan katemu tang kula wandw apupul



    Pada masegeh mupaksamaken alpa nikan dunungen.









       2. Nrpati halintang ling banasara mwang i sangkan adoh



    Dateng i paminggir ring pura pilih ghatita rwa huwus



    Sakahenu sok lebuh nika gajaswa padaty asusun



    Kimuta marang kebo gawaya pandarat arddha penuh.









       3. Kadi tinitah lari sakrama yanpadulur



    Nrapati pajang saha priya sabhrtya siran rumuhun



    Nrpati ri lasem ri wuntat ira mangkat amuwah tanadoh



    Ratha nira kapwa sobhita maweh suka ning lumihat.









       4. Narapati ri daha nrpati ri wengker umunggw i wugat



    Nrpati ri jiwane wuri sabhartta sabhrtya  tumut



    Makapamekas ratha nrpati kirnna sapanta penuh



    Pirang iwu kapwa sayudha tikang bhata mantry angiring.









       5. Tucapa tikang wwang ing lebuh atambak i tambing atip



    Atetel ayo manganti ri halintanga sang nrpati



    Daradara tang wadhu metu mareng lawang atry arebut



    Hana kahuwan salampur i panas nika yarpalayu.









       6. Ikanang adoh grhanya marebut kayukayw aruhur



    Makaburayut ri pang nika raratuha manwam atob



    Hana tirisan lirang ywa pinanek nika tanpanaha



    Sahaja lali’n katon pijer anona juga ng kinire.









       7. Ri dateng irang narendra kalasangka humung mabarung



    Sahanan nikang wwang ing lebuh umendek ares mararem



    Ri kahaliwat niratri tikanang mangiring ri wugat



    Gaja kuda garddabhostra gulungan gumulung tanaren.









    [Pupuh 60]









       1. Ikang adarat bala peka marampak



    Pipikupikul nika kirnna ri wuntat



    Marica kasumbha kapas kalapa wwah



    Kalar asem pinikul saha wijyan.









       2. I wuri tikang mamikul abwat



    Kapasahar epwan arimbit anuntun



    Kirikirik ing tengah ing kiwa benjit



    Pitik itik ing kisa mewed arangkik.









       3. Sasiki pikul pikulanya manghanta



    Kacu kacubung bung upih kamal anwam



    Tapi kukusan haru dang dulang uswan



    Lwir amurutuk saranya ginuywan.









       4. Nrpati pareng dateng i pura warnnan



    Telas umulih ri dalem ira sowang



    Atutur i solah ulah nira ngunten



    Asing anukana para swa ginong twas.









    [Pupuh 61]









       1. Lungha ng kala nrepati tan alawas ring rajya



    Prapta nga saka dwi gaja rawi bhadra ng masa



    Ngka ta sri-natha mara ri tirib mwang sompur



    Burwan sarsok yyalas ika dinulunyakweh.









       2. Ndan ring saka tri tanu rawi ring  wesaka



    Sri-natha muja mara ri palah sabhrtya



    Jambat sing ramya pinaran iran lalitya



    Ring lwang-wentra mmangu ri balitar mwang jimbe.









       3. Janjan sangka balitar angidul tut margga



    Sengkan poryyang gatarasa tahenyadoh wwe



    Ndah prapteng lodaya sira pirang ratry angher



    Sakte rum ning jaladhi jinajah tut pinggir.









       4. Sah sangkeng lodaya sira manganti ri simping



    Swecchanambyamahajonga ri sang  hyang dharmma



    Sak ning prasada tuwi hana dohnyangulwan



    Na hetynyan bangunen angawetan matra.









    [Pupuh 62]









       1. Mwang tekang parimana tapwa pinatut wyaktinya lawan prasasti



    Hetunyan tinepan  samapta dinepan purwwadi sampun tinugwan



    Ndan sang hyang kuti ring gurung-gurung inambil bhumya sang hyang suddharmma



    Gontong wisnu rineka bajradharaneka pangheli sri-narendra.









       2. Ryy antuk sri-narapaty amargga ri jukung joyanabajran pamurwwa



    Praptararyyan i bajra-laksmi n-amegil ring surabhane sudharmma



    Enjing ryy angkat iran pararyyan i bekel sonten dateng ring swarajya



    Sakweh sang mangiring muwah telah umantuk ring swawesmanya sowang.









    [Pupuh 63]









       1. Enjing sri-natha warnnan mijil apupul aweh sewa ring bhrtya mantri



    Aryyadinya ng marek mwang para patih atata ring witana n-palinggih



    Ngka sang mantry apatih wira gajamada marek sapranamyadarojar



    An wwanten rajakaryyolihulih nikanang dharyya haywa pramada.









       2. Ajna sri-natha sang tribhuwana-wijayottunggadewi



    Sraddha sri-rajapatni wekasana gawayen sri narendreng kadatwan



    Siddha ning karyya ring saka siwasa masirah warnna ring bhadramasa



    Sakweh sri-natha rakwawwata tadah iringen de para wrddha mantri.









       3. Nahan ling sang sumantri teka subhaya maweh tusta ri sri-narendra



    Sonten praptomarek tang para dapur aputih sajjanadinya wijna



    Mwang mantry asing wineh thany asuruhan amakady aryya ramadhiraja



    Tan len gong ning byayanu sinadasada ginosti harep sri-narendra.









       4. Byatitan meh teka ng bhadrapada ri tilem ning srawana teki warnnan



    Sakwehnya ng citrakaranikanikel amangun sthana singheng wanguntur



    Dudw ang malad wawan bhojana bukubukuran mwang tapel saprakara



    Milwang pande dadap kancana rajata padewer mmatambeh swakaryya.









    [Pupuh 64]









       1. Ndah prapta ng subhakala sampun atitah tekang sabhanindita



    Ngkane madhya witana sobhita rinengga lwir prisadyyaruhur



    Tunggal tang mabatur silasaka rinaktarjja wuwung hinyasan



    Sasry apan pada munggw i sanmuka nikang singhasanatyadbhuta.









       2. Kulwan mandapa sapralamba winangun sthana narendrapupul



    Lor tekang taratag pinik  mider amurwwatumpatumpa wugat



    Stri ning mantri bhujangga wipra ng inaha talpanya sampun pepek



    Ngkane  daksina bhrtyasanggha taratagnyasangkya kirnnasusun.









       3. Ndan tingkah ni gawe narendra wekas ing sarwwajnapujadhika



    Sakweh sang wiku boddhatantra gata saksing mandalalekana



    Mukya sthapaka sang purohita masadpade suddharmmenadhi



    Labdhawega susila satwika tetes ring sastra tantraya.









       4. Sangke wrddha niran sahasramasa ring swotpatti manggong tutur



    Wwanten hina nireng swakaya kimuta ng satsisya makweh marek



    Ngka mpungkw ing paruh aprasiddha patangan lampah nireng mandala



    Mudra mantra japanut udhara minusty angde tepet ning hidep.









       5. Tanggal ping rwa welas manginjem irika swah sutrapatheniwo



    Mwang homarccana len parisrama samapte  prapta ning swah muwah



    Sang hyang puspa yinoga ring wengi linakwan supratista kriya



    Poh ning dhyana samadhi siddhi kinenaken de mahasthapaka.















    [Pupuh 65]









       1. Enjing purnnamakala kala ni wijil nira pinarek i madhya ning sabha



    Ghurnna ng kahala sangka len padahaganjaran i harepasangkya mangdulur



    Ring singhasana sobhitaruhur manusa kahanan iran winursita



    Sakweh sang para sogatanwam athua telas apupul amuja sakrama.









       2. Ngka ta sri-nrpati n-pareng marek amuspa saha tanaya dara sadara



    Milw ang mantry apatih gajamada makadi nika pada maso mahan marek



    Mwang mantry akuwu ring paminggirathawa para ratu sahaneng digantara



    Sampunyan pada bhakty amursita palinggihan ika tinitah yathakrama.









       3. Sri-natheng paguhan sireki rumuhun humaturaken anindyabhojana



    Sang sri-handiwahandiwa lwir ia tapel nira n-amawa dukula len sereh



    Sri-natheng matahun tapel nira sitawrsabha hana maminda nandini



    Yekametwaken artha bhojana mijil saka ri tutuk apurwwa tanpegat.









       4. Sang sri-natha ri wengker apned awawan yasa pathani tadah niradhika



    Sarwwendah racananya mulya madulur dhanawitarana wartta ring sabha



    Sri-natheng tumapel tapel nira tang indah araras asarira kamini



    Kapwateki matunggalan dina siranpawijil i kawicitran ing manah.









       5. Mukya sri-narapaty apurwwa giri mandara wawan ira bhojanadbhuta



    Kalanyan pinuter tapel wiwudhadaityagana mider ares twas ing mihat



    Lemboratyaya gongnya kabhinawa polaman angebek aliwran angdulur



    Kadyagrah mawero tekap ni banu ning tasik amewahi ramya ning sabha.









       6. Ndann angken dina salwir ing tapel asing lewih adhika niwedya don ika



    Stri ning mantry upapatti wipra dinuman sakari nika duweg matunggalan



    Mwang sang ksatriya wandhawa nrepati mukya sira rinawehan sasambhawa



    Len sangkeng warabhojanederider edran i sabala narendra ring sabha.









    [Pupuh 66]









       1. Enjing rakwa kaping nem ing dina bhatara narapati sabhojanakrama marek



    Mwang sang ksatriya sang padadhika penuh yasa bukubukuran rinembat



    Asusun



    Dharmmadhyaksa kaih sireki n-awawan banawa pada winarnna bawa



    Kakidung



    Gongnya lwir tuhu palwa gong bubar agenturan angiring aweh resep ning



    amulat.









       2. Ratryan sang mapatih gajamada rikang dina muwah ahatur niwedya n-umarek



    Stryanggeng soka tapel nirarjja tiheb ing bhujagakusuma rajasasrang awilet



    Mantry aryyasuruhan pradesa milu len pra dapur ahatur niwedya n-angiring



    Akweh lwir ni wawanya bhojana hanan plawa giri yasa mataya tanpapegetan.









       3. Atyadbhuta halep ni karyya naranatha wekas ing mahottama dahat



    Apan ring dina sapta tanpegat tikang dhana wasana sabhojanaparimita



    Lumre sang caturasrama pramuka sang dwija milu paramantry asangkya kasukan



    Kahyunhyun juru samy amalwang atepat kapilarih ika lwir ambuh umili.









       4. Sarsok tekang aninghaninghali sakeng dasadik atetel atri tanpaligaran



    Tingkah ning pasabhan lawan sang ahatur ttadah atiki tinonya n-asrang arebut



    Sri-raja rikanang witana mangigel bini bini juga tang maninghali marek



    Kapwalinggih atindih agelar angebek hana lali ring ulah kawongan amulat.









       5. Sasing karyya maweha tusta rikanang parajana winangun nareswara huwus



    Nang widw amancangah raketraket anganti sahana para gitada pratidina



    Anyat bhata mapatrayuddha sahaja ng magelagelapan anggyat angdani paceh



    Mukya ng dana ri salwir ing manasi tanpegat amuhara harsa ning sabhuwana.









    [Pupuh 67]









       1. Yawat mangka lekas narendra magawe araddhangiwo sang paratra



    Tawat tan pakawandhya n-angdani suke sri-rajapatni n-kinaryya



    Astw angdadyakena ryy anugraha nire swastha ny adeg sri-narendra



    Sang sri-raja sanagarastu jaya sastrwahingana  ng candra surya.









       2. Enjing kala datang mamuja para boddhanguraken sang pinuja



    Prajnaparamita temah nira n-umantuk ring mahabuddhaloka



    Sang hyang puspasaira sighra linarut sampun mulih sopakara



    Sakweh caru ganjaran tuwi dinum lumrerikang bhrtyasanggha.









       3. Lila suddha manah narendra ri huwus ning karyya norang wikalpa



    Anghing dharmma nireki pinrih i kamal-pandak ri dadyanya purnna



    Tekwan sampun i bhumi suddha rikanang sakagnisaptarkka ngunten



    Sang sri-jnanawidhi n-lumakwani teher mabrahmayajna n-pamuja.









    [Pupuh 68]









       1. Nahan tatwa nikang kamal widita de ning  sampradaya sthiti



    ---------------------------tak terbaca---------------------------------



    Mwang  sri panjalunatha ring daha tewek ing yawabhumy apalih



    Sri-airlangghya sirangdani ryy asih iranpanak ri sang rwa prabhu.









       2. Wwanten boddha mahayanabrata pegat ring tantra yogiswara



    Sang mungge ing tengah i smasana ri lemah citranusir ning jagat



    Sang prapteng balitoyamargga manapak wwai ning tasik nirbhaya



    Kyati hyang mpu bharada wodha riy atitadi trikalapageh.









       3. Rahyang teki pinintakasihan amarwang bhumi tan langghana



    Hinganyeki telas cicihna nira toying kundi sangkeng langit



    Kulwan purwwa dudug ring arnnawa ng lor kidul tan madoh



    Kadyadoh mahelet samudra tewek ing bhumi jawarwa prabhu.









       4. Ngke ring tiktiki wrksa rakwa sutapararyyan sangkeng ambara



    Nang deseng palungan tikang pasalahan kundi prasasteng jagat



    Kandeg dene ruhur nikang kama i puncaknyangawit ciwara



    Nahetunya sinapa dady alita tekwan mungw iring pantara.









       5. Tugw anggoh nika tambay ing jana padares mintareng swasana



    Hetunyan winangun sudhatmma waluya ng bhumi jawatunggala



    Sthitya raja sabhumi kawruhana ning rat dlaha tan linggara



    Cihna sri-nrpati  n-jayeng sakalabhumi n-cakravarttiprabhu.









    [Pupuh 69]









       1. Prajnaparamitapuri ywa panelah ning rat ri sang hyang suddharmma



    Prajnaparamitakriyenulahaken sri-jnanawidhy apratistha



    Sotan pandita wrddha tantragata labdawesa sarwwagamajna



    Saksat hyang mpu bharada mawaki sirangde trtpti ni twas narendra.









       2. Mwang tekiri bhayalango nggwan ira sang sri-rajapatnin-dhinarmma



    Rahyang jnanawidhinutus muwah amuja bhumi suddhapratista



    Hetunyan mangaran wisesapura karambhanya pinrih ginong twas



    Mantry agong winekas wruhireka demung bhojanwam utsaha wijna.









       3. Lumra sthana niranpinuja winangun caityadhi ring sarwwadesa



    Yawat wesapuri pakuwwan i kabhaktyan sri-maharajapatni



    Angken bhadra siranpinuja ning amatya brahma sakwehnya bhakti



    Mukti swargga niran mapotraka wiseseng yawabhumi ekanatha.









    [Pupuh 70]









       1. Irikang anilastanah saka nrpeswara warnnanen



    Mahasahas i simping sang hyang dharma rakwa siralihen



    Saha widhiwidhanasing lwir ning saji krama tan kurang



    Prakasita sang adhyaksamujaryya rajaparakrama.









       2. Rasika nipuneng widya tatwopadesa siwagama



    Sira ta mangadhistane sang sri nrpati kretarajasa



    Duweg inulahaken tang prasada gopuramekala



    Prakasita sang aryyanama krung prayatna wineh wruha.









       3. Nrpathi n-umulih sangke simping wawang dating ing pura



    Prihati tekap ing gring sang mantry adhimantri gajamada



    Rasika sahakari wrddhya ning wawawani ring dangu



    Ri bali ri sadeng wyakty ny antuk nikanayaken musuh.









    [Pupuh 71]









       1. Try angin ina saka purwwa rasika n-papangkwaken i sabwat ing sabhuwana



    Pejah irikang sakabdha rasa tanwinasa naranatha mar salahasa



    Tuhun ika diwyacitta nira tan satrana masih i samastabhuwana



    Atutur i tatwa ning dadi n-anitya punya juga ginong pratidina.









       2. Kunang i pahom narendra haji rama sang prabhu kalih sireki pinupul



    Ibu haji sang rwa tansah athawanuja nrepati karwa sang priya tumut



    Gumunita sang wruheng gumunadosa ning bala gumantyane sang apatih



    Linawelawo ndatan hana katrpti ning twas mangun wiyoga sumusuk.









       3. Nrpati sumimpen ing naya taten kagantyana keta sumantri mapatih



    Ri taya nikang gumantya yadi kewehanya tikanang jagat pahalalun



    Nghing ikang amatya sadhw ajara sarwwakaryya satate narendra pilihen



    Pituhunen ing mucap kirakira wruheng parawiwada tanpanasara.









    [Pupuh 72]









       1. Mangka hingan i pahom nira gupta



    Poh ny alapkena niranpawiweka



    Wrddhamantri pinilih ta sang aryya



    Atma raja makanama pu tandi.









       2. Tansah indik i narendra sang aryya



    Wira mandalika nama pu nala



    Sadhwasadhu hitanigrahawijna



    Mancanagara Manama tumanggung.









       3. Tus ning adhiguna wira susatya



    Nityasadhipati ning bala mangdon



    Nang digantara Manama ri dompo



    Bhrasta de nira sek alwang I satru.









       4. Rwata wastu ni pangadi sumantri



    Astapaddha haji don ika tanlen



    Mawwate sarusit ing wyawahara



    Ndan makeringa sumantry upapati.









       5. Sang patidami tikang yuwamantri



    Sang hinatyan i dalem pura tansah



    Mwang patih tikang anama pu singha



    Saksya ring sakawekas naranatha.









       6. An mangkana titah naranatha



    Trpati langgeng apageh tikanang rat



    Satya bhakti nika mangkin atambah



    Keswaran haji dumeh nika mangka.









    [Pupuh 73]









       1. Ndan nrpa tiktawilwapuraraja mangkin atiyatna niti ring ulah



    Ring wyawahara tan hana kasinghit ing hati sapon ning agama tinut



    Tan dadi paksapata yat aweh wibhuti saniruktya ring jana kabeh



    Kirtti ginong niran wruh ing anagatadi tuhu dewamurti sakala.









       2. Ngka tikanang sudharmma haji suk ni sang tuhatuha nareswara dangu



    Salwir ikang turung pinahuwus nirengapi rinaksa pinrih iniwo



    Sing katayan prasasti winekas prasastyana ri sang widagdha ring aji



    Sthitya phalanya tanpatemaha wiwada tumuse satus nira helem.









       3. Kweh nikanang sudharmma haji kaprakasita makadi ring kagenengan



    Lwir nikanang mangadi tumapel kidal jajaghu wedwawdwan i tuban



    Mwang pikatan bukul jawajawantang antarasasi kalang-brat i jaga



    Len balitar silahrit waleri babeg i kukap ri lumbang i puger.









    [Pupuh 74]









       1. Mukyantahpura sagalathawa ri simping



    Mwang sri-ranggapura muwah ri Buddha kuncir



    Prajnaparamitapuri hanar panambeh



    Mwang tekang ri bhayalango duweg  kinaryya.









       2. Na tang dharma haji wilang saptawingsa



    Ring sapta dwija rawi saka bhadramasa



    Kapwamatya nipuna tang wineh matunggwa



    Lawan sthapaka wiku rajya sastrawijna.









    [Pupuh 75]









       1. Ndan sang mantri wineh wruha rika kabeh sang aryya wiradhikara



    Dharmmadhyaksa rumaksa salwir ikanang dharmme dalem tan pramada



    Dhirotsaha nitya kuminkini swastha pararttha sang sri-narendra



    Tan mukti pgala ning swakaryya ri genganyutpatti sang hyang sudharmma.









       2. Len tang dharma lepas padekana rinaksadegnya de sri narendra



    Saiwadhyaksa sirang wineh wruha rumaksa parhyangan mwang kalagyan



    Boddhadhyaksa sireki raksaka ri sakweh ning kuti mwang wihara



    Mantri her-haji tang karesyan iniwonyan raksake sang tapaswi.









    [Pupuh 76]









       1. Lwir ning dharma lepas pratista siwa mukya kuti balay i kanci len



    kapulungan



    Roma mwang wiwatan iswaragrha palabdhi tajung i kuta lamba len ri taruna



    Parhyangan kuti-jati candi lima nilakusuma harinandanottamasuka



    Mwang prasada haji sadang muwah i panggumulan i kuti sanggraha jayasika.









       2. Tan karyya spatikeyang i jaya manalw i haribhawana candi pungkal i pigit



    Nyudante katude srangan kapuyuran dayamuka kulanandane kanigara



    Rembut lan wuluhen muwah ri kinawong mwang i sukawijayathawa ri kajaha



    Sampen mwang rati-manmathasrama kula kaling i batu putih teka pameweh.









       3. Lwir ning dharma kasogatan kawinayanu lepas i wipularama len kuti haji



    Mwang yanatrayarajadhanya kuwuratha surayasa jarak lagundi wadari



    Wewe mwang pacekan pasarwwan i lemah surat i pamanikan srangan pangiketan



    Panghawan damalang tepas jita wanasrama jenar i samudrawela pamulung.









       4. Baryy angng amretawarddhani wetiwetih kawinayan i patemwan ing kanuruhan



    Wengtal wengker i hanten ing banu jiken batabata pagagan sibok padurungan



    Mwang pindatuha len telang surabha mukya nika ri sukalila ta pwa pameweh



    Tan warnnan tikanang mangenwaya ri pogara ri kulur i tangkil adi nika son.









    [Pupuh 77]









       1. Nahan muwah kasungatan kabajradharan akrameka wuwusen



    Isanabajra ri nadi tada mwang I mukuh ri sambaing i tanjung



    Lawan tang amretasabha ri bangbang iri boddhimula waharu



    Tampak duri paruha tandare kumuda ratna nandinagara.









       2. Len tang wunganjaya palandi tangkil asahing samicy apitahen



    Nairanjane wijayawaktra megeneng i poyahan balamasin



    Ri krat lemah tulis i ratnapangkaja panumbangan kahuripan



    Mwang ketaki talaga jambale jungul i wisnuwala pameweh.









       3. Len tang budur wwirun i wungkulur mwang i mananggung ing watukura



    Bajrasana mwang i pajambayan ri samalanten ing simapura



    Tambak laleyan i pilanggu pohaji ri wangkali mwang i beru



    Lembah dalinan i pangadwan adi nika ring pacarccan apageh.









    [Pupuh 78]









       1. Lwir ning dharma lepas karesyan i sumpud  rupit mwang pilan



    Len tekang pucangan jagaddhita pawitra mwang butun tankasah



    Kapwateka hana pratista sabha len lingga pranalapupul



    Mpungku sthapaka sang mahaguru panengguh ni sarat kottama.









       2. Yeking dharma lepas rinaksa mapageh ring swakramanyen dangu



    Milw ang sima ta pratista pinakadinya’n swatantra sthiti



    Bangwan tungkal i siddhayatra jaya len siddhahajong lwah kali



    Twas wasista palah padar siringan adinyang kasaiwangkuran.









       3. Wanjang bajrapure wanora makeduk hanten guha mwang jiwa



    Jumput sobha pamuntaran baru kaboddhangsan prakasottama



    Kajar dana hanar turas jalagiri centing wekas wandira



    Wendayan gatawang kulampayan i taladinya karsyangkuran.









       4. Dharmmarsi sawungan belah juru siddha (ng) srangan waduryy agelan



    Gandhatrap harasalan ampu kakadang hajyan gahan ring jagat



    Sima nady abhaye tiyang pakuwukan sima kiyal mwang suci



    Tamkaryy ang kawiri barat kacapangan ywanggegnya sima pageh.









       5. Len sangkerika wangsa wisnu kalap ing batwan kamangsyan batu



    Tanggulyan dakulut galuh makalaran mukya swatantrapageh



    Len tang desa medang hulun hyang i parung lunge pasajyan kelut



    Andel mad paradah geneng pangawan adinya nluput ring dangu.









       6. Tan warnnan tikanang kalagyan anelat ring sarwwadeseng jawa



    Lawan tang kuti sapratista ng ilu tang tanpratistapageh



    Ndan bhedanya kacandikan sthiti kabhuktyanyan sake nagara



    Mwang kasthapakan unggwan ing lumagilagy amrih kriya mwang brata.









       7. Len  tang mandala mula sagara kukub purwwasthitinyeniwo



    Tankaryy ang sukayajna kasturi caturbhasmeka ling sang rsi



    Katyagan caturasrame pacira bulwan mwng luwan new kupang



    Akweh iranya mangasrayeng thani lawan janggan prasiddheng jagat.









    [Pupuh 79]









       1. Sampun tang  sarwwadeseng jawa tinapak adegnyeki nguni linakwan



    Dharma mwang sima len wangsa hilahila huluntyang kuti mwang kalagyan



    Sakweh ning sapramana pinagehaken asing nispramana ginegwan



    Mantuk ring desa bhrtya n-sinalahaken ingg aryya ramadhiraja.









       2. Sri-nateng  wengker otus manapaka rikang desa sakwehnya warnnan



    Sri-nateng singhasaryy otus anapaka ri gong ning dapur saprakara



    Kapwagegwan patik gundala sira miwo  karyya tanlambalamba



    Hetunya ng yawabhumy atutur ing ulah anut sasana sri narendra.









       3. Ngka tang nusantara baly amatehan i sacara ring yawabhumi



    Dharma mwang srama lawan kuwu tinapak adegnyeki sampun tiningkah



    Sang boddhadhyaksa munggw ing badahalw ing gajah tanpramada



    Wruh ri kweh ning suddharme kasugatan inutus sri-narendran rumaksa.









    [Pupuh 80]









       1. Lwir nikanang kasogatan i bali kadhikaranan muwah kuti hanar



    Lawan i purwwanagara muwah wihara bahu ng adhirajya kuturan



    Nem tikanang kabajradharan uttama nghing wihara tang kawinayan



    Kirnna makadi ng aryya-dadi rajasanmata kutinya tan wicaritan.









       2. Wilwatikang suddharmma ri bukit sulang lemah i lampung anyawasudha



    Khyaty angaran tathagatapura grhasthadhara suprasasti n-amateh



    Bhyoma rasarkka saka diwasa-nya suk nrpati jiwaneswara dangu



    Wrddhasumantry upasaka ng abhumi suddha teher apratista n-inutus.









       3. Salwir ikang swatantra tuhu sapramana pageh tekap narapati



    Kirtti sang adi-sajjana  sakawakanya ya rinaksa mogha tinengot



    Mangka juga swabhawa sang inuttama prabhuwisesa digjaya wibhuh



    Nyama muwah rinaksa sahana ni kirtti nira de ni sang prabhu helem.









       4. Mwang makadon katona taya ni duratmaka rikang sabhumi kacaya



    Hetu nikang pradesa tinapak tinut sawaler samudra jinajah



    Sthitya nirang tapaswi sahaneng parir wukir alas pradesa kasenet



    Trtya miwo tapabrata samadhy anambyaken i haywa ning sabhuwana.









    [Pupuh 81]









       1. Gong nya arambha nareswara pageha sang tripaksa jawa



    Purwwacara nireng prasasty alama tang rinakse niwo



    Kotsahan haji yatna don ira wineh patik gundala



    Tan wismrtya nireng caradhigama siksa len sasana.









       2. Nahan karana sang caturdwija padangusir kottama



    Wipra mwang rsi saiwa boddha tetep ing swawidya tutur



    Sakweh sang caturasrama pramuka sang caturbhasma sok



    Kapwateka tumungkul ing brata widagdha ring swakriya.









       3. Ngka sakweh nira sang caturjjana pada athiting sasana



    Antri mukya sang aryya karwa nipuneng kabhupalakan



    Kryankryan ksatriyawangsa len wali susila  yatneng naya



    Milw ang waisya sabhumi sudra jenek i swakaryyapageh.









       4. Yekang janma catur sujanma n-umijil sakeng hyang widdhi



    Ling ning sastra wenang sagatya nika de narendreng pura



    Kapwekapageh ing swasila kimutang kujanmatraya



    Nang candala meleca tuccha pada yatna ring swakarma.



























    [Pupuh 82]









       1. An mangka lwir nikang bhumi jawa ri pangedeg sri-natha siniwi



    Norang sandega ri twas nira n-umulahaken kirttyanukani rat



    Tekwan sri-natha karw amwangi haji n-agawe sad dharma kusala



    Mwang penak sri-narendra pratuha tumut i buddhi sri-narapati.









       2. Sri-nathe singhasaryy anaruka ri sagada dharmmaparimita



    Sri-nathe wengker ing surabana pasuruhan lawan tang i pajang



    Buddhadhistana tekang rawa ri kapulungan mwang  locanapura



    Sri-nathe watsarikang tigawangi magawe tusteng parajana.









       3. Sakweh ning mantri sampun krtawara sinungan simasirasiran



    Caitya prasada ta pwang ginaway ika lawan linggadi satata



    Bhakting hyang bhakti ri pitregana samasamatwang ring muniwara



    Dana mwang kirtti punyenulahaken ika solah sang prabhu tinut.









    [Pupuh 83]









       1. An mangka kottaman sri-narapati siniwing tiktawilwaikanatha



    Saksat candreng sarat kastawan ira n-agawe tusta ning sarwwaloka



    Lwir padma ng durjjana lwir kumuda sahana sang sajjanasih teke twas



    Bhrtya mwang kosa len wahana gaja turagadanya himper samudra.









       2. Mangkin rabdhekanang yawadharani kapawitranya ring rat prakasa



    Nghing jambhudwipa lawan yawa keta ng inucap kottamanyan sudesa



    Dening kweh sang widagdheng aji makamuka sang dhyaksa saptopapatti



    Mwang panjy ang jiwalekan tangara sing umungup karyya kapwatidaksa.









       3. Mukya ng sri-brahmaraja dwija parama mahakawya anindyagamajna



    Henty ang tarkkadi kawruh nirang nipuna mahakawya naiyayikadi



    Mwang danghyang bhamanatibrata kusala  tameng weda sat karma suddha



    Astam sri-wisnu sakte sama japa makadon wrddhya ning rat subhiksa.









       4. Hetunyanantara sarwwajana teka sakeng anyadesa prakirnna



    Nang jambudwipa kamboja cina yawana len cempa karnnatakadi



    Goda mwang syangka tang sangkan ika makahawan potra milw ing wanik sok



    Bhiksu mwang wipra mukyan hana teka sinungan bhoga tusta npanganti.









       5. Ndan angken phalguna sri-nrpati pinaripujeniwo ring swarajya



    Prapta ng mantri sabhumi jawa juru kuwu len dhyaksa sarwwopapatti



    Milw ang balyadi nusantara sahana saha prabhreti n-tanpegat sok



    Byapari mwang wanik ring peken angebek atep sarwwabhandanya kirnna.









       6. Tingkah ning puja n-idran bhrisadisaha mrdanggenarak ring wwang akweh



    Ping pitw angken dinembuh sasiki saha niwedya n-dunung ring wanguntur



    Homa mwang brahmayajnenulahaken ira sang saiwa boddha n-pamuja



    Amwit ingng astami krana makaphala rikang swastha ni sri-narendra.









    [Pupuh 84]









       1. Prapta ng diwasa kaping padbelas i wijil sri-narapati warnnan



    Tingkah nira mider ing nagara marasuk bhusana kanakadi



    Sobhabhra pinikul ing jampana mahawan lantaran atuntun



    Mantri sasiwabhujanggadi nika manganggo dadar angering sok.









       2. Gurnna ng padahi mrdangga trutika dudu ng sangka tara yan atri



    Sinrang ni paselur ing bhatagana manguccarana ng abhiwada



    Sloka stuti  nira sangkeng  parapura de sang nipunakawindra



    Cihna nrepati gahan lwi raghusuta krsnanjaya subhageng rat.









       3. Sampun nrpati manek ring manimayasinghasana suminabhra



    Soddhodani sakala lwir nira wahu sangke jinapada sobha



    Byakta trisura surendrang umarek i himbang nira n-apuja hyang



    Apan pada linewih bhusana nika sotan wwang adhika mulya.









       4. Tingkah ni laku nira sri-nrpati pajang sapriya pinakagra



    Singhasana bnira sampun lepas inarak ning balagana kirnna



    Mantri pajang athawa mantri ri paguhan rowang ika sapanta



    Laksarwuda marasuk bhusana saha bhretya dhwaja patahadi.









       5. Mangkana nrpa ri lasem sapriya ri wugat lampah ira sabhrtya



    Mwang sri-nrpa ri kadinten sayugala samatyabala ri wuntat sastri



    Sri-jiwanapararajni ri wuri saha bhretyagana sabhartta



    Sri-bhupati pamekas mantry adhika sa yawawani mangiring sok.









       6. Ton tang parajana sarsok penuh ariweg tanpasela manonton



    Pinggir nikanang lebuh ajajar tang sakata pinanggung



    Dwaranapis awawa lwir dhwaya nguniweh panggung ika rinengga



    Sok stry anwam atuha dudw ang mangebek umunggw ing bacingah atimbun.









       7. Buddhinya daradaran kapwa suka bangun wahuwahu manonton



    Tan warnnan ulah ikenjing nrpati kinastryan mijil wanguntur



    Wipradi sira maweh amretawarakundyadi wawan ikapned



    Mantri parapamegat kapwa merek amuspanjali pareng asrang.









    [Pupuh 85]









       1. Tanggal ning caitra tekang balagana mapulung rahy ahem apupul



    Mantri mwang tanda len gusti sahana nguniweh wadwa haji tumut



    Milw ang mantry akuwu mwang juru buyut athawa wwang ring parapuri



    Astam sang ksatriya mwang wiku haji karuhun sakweh dwijawara.









       2. Don ing human ri tan lamlama ni sang srinatha ring ulah



    Kapwanutajar ing rajakapakapa sadangken caitra winaca



    Haywangambah ri tan lakwa nika manekateng wastradyarana



    Dewaswadinya tatan purugen ika maran swasthang pura sada.









    [Pupuh 86]









       1. Akara rwang dina muwah ikang karyya kewwan narendra



    Wwanten lor ning pura tegal anamang bubat kaprakasa



    Sri-nathengken mara makahawan swana singhapadudwan



    Sabhretyanoraken ideran atyadbhuta ng wwang manonton.









       2. Ndan tingkah ning bubat arahrarddharatatandes alwa



    Madhyakrosakara nika n-amarwwanutug rajamargga



    Madhyarddhikrosa keta pangalornya nutug pinggir ing lwah



    Kedran de ning bhawana kuwu ning mantri sasok mapanta.









       3. Bwat-bwat munggw ing tengah aruhur atyadbhutadegnya sobha



    Sthambanyakweh inukiran athaparwwa tingkah nikapned



    Skandhaware nikata nika kulwan raket lwir pure jro



    Nggwan sri-natha n-dunung i teka ning caitramasa n-pamanggung.









    [Pupuh 87]









       1. Pratingkah ning panggung majajar angalor pascimamuka



    Ri sanding lor mwang daksina haji paraksatriya pinik



    Sumantri dharmmadhyaksa keta ng umarep wetan atata



    Harepnyarddhalwa lwir nika sadawata ning lebuh agong.









       2. Rika nggwan sri-natha n-parahita maweh netrawisaya



    Hanan prang tanding prang pupuh ikang atombokan inadu



    Akanjar len prep mwang matalitali moghangdani suka



    Hanan pat mwang trikang dina lawas ira sighra n’umulih.









       3. Ryy ulih sri-nathekang bubat asepi panggungnya dinawut



    Samangka tang prang-tandingan inura mangkin sukakara



    Ri panglwang ing caitra nrepati n-umiwo srama sahana



    Wineh wastra mwang bhojana pada suka n-mamwit umulih.









    [Pupuh 88]









       1. Salwir ikang buyut wadana teki tanwawang umantuk amwit i dalem



    Aryya ranadhikara dinulur nikadhipati ring enjing humarek



    Aryya mahadhikara juru pancatanda pinakadi ring padelegan



    Rowang ika n-padamwit i sedang nareswara siran tinangkil apupul.









       2. Ngka n-pawuwus nareswara ri wengker ojar i parandyanadi wadana



    He kita haywa tan tuhu susatyabhakty asih aniwya natha ri haji



    Sthitya kiteng kawesyan i singangdane hajenga ning pradesa ya gengen



    Setu damargga wandira grhadi salwir ikanang sukirtti pahayun.









       3. Mukya nikang gaga sawah asing tinandur ika wrddhya raksan ameren



    Yawat ikang lemah pinakaramaken pageha tanpadadya waluna



    Hetu nikang kulina tan atundung ng aparadesa yan pataruka



    Nang pratigundalanya ya tuten ri gonga nikanang pradesa n-usiran.









       4. Sri-krtawarddhaneswara hamaywani kagengan ing pradesa gawayen



    Ndan wilangen mahanasa rika pramada nika ring pejah sasi sada



    Milwa ta yomapeksa hana ning duratmaka makady anidra lawana



    Wrddhya ni drwya sang prabhu phalanya sadhana niran rumaksa bhuwana.









       5. Sri-nrpa tiktawilwanagareswarangupasama n-sumanten amuwus



    Sonya ngaranya rakwa kadadinya teki katekanya haywa wisama



    Yan hana rajakaryya palawang makadi nika tan hana n-lewata



    Yang pasegeh muwah wruh anaha swadeha nikasomya laksana gegen.









    [Pupuh 89]









       1. Mwang rasa ning pratigundala pangadeg irebu hajika tuten



    Enjing yan padangangratengana sabhinukti wikan pasegah



    Yan hana murkka tikang sinagehan agawe lara sahasika



    Tut sasinambut ika sing awaka nika tujaraken ri kami.









       2. Apan ikang pura len swawisaya kadi singha lawan sahana



    Yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara



    Yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka



    Hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus.









       3. Nahan ujar nira ring para wadana sahur nika sapranata



    Eka hatur nika tan salah anuta haling naranatha kabeh



    Mantry upapatty anganangkil athaca parahandyan ateki marek



    Tog tumibeng ghatita traya panadah ireky apupul saritan.









       4. Uttarapurwa witana kahanan ira sobha rinangga huwus



    Ring tri witana matut pada para wadanady apupul tinata



    Prapta tikang tadah uttama wawah ika sarwwa suwarnnamaya



    Sighra tikang humarep-harepaken atilah ri harep nrpati.









       5. Lwir ni tadah nira mesamahisa wihaga mrega wok madhupa



    Mina lawan tikang anda haja ring aji lokapurana tinut



    Swana kara krimi musika hilahila len wiyung alpa dahat



    Satrw awamana hurip-ksaya cala nika rakwa yadi purugen.















    [Pupuh 90]









       1. Praptang bhojana makadon rikang wwang akweh



    Sangkep sarwwarajasa bhojanya sobha



    Matsyasangkya sahana ring darat mwang ing wwai



    Raprep drak rumawuh anut kramanuwartta.









       2. Manduka krimi kara musika srgala



    Kweh sakterika winahan tamahnya tusta



    Deni wwang nika dudu ring sadesadesa



    Sambeknyeki tinuwukan dumah ya tusta.









       3. Lwir ning para surasa tan pegat mawantu



    Twak nyu twak siwalan arak hano kilang brem



    Mwang tampo sing adhika tang hane harep sok



    Sarwwamas wawan ika dudw anekawarnna.









       4. Kombeh mwang guci tikanang prakirnna lumra



    Arddhakweh sajang ika dhatw anakawarnna



    Tampantya ng larih aliwar bangun wway adres



    Sambeknyanggapan umutah wanen byamoha.









       5. Prahprah nrpati n-awok kusukan pamukti



    Yan wwang sakta pada pinaran larihnya limpad



    Tan dadyamidhi ring alah telas kasengkwan



    Ring wwang mana lagi were ginuywan.









       6. Ramya ng gitada pangidung nikan maganti



    Kirtti sri-nrpati linakwakenya n-angras



    Mangkin tusta sang anginum samenake twas



    Sowenyalah awekasan maguywaguywan.



























    [Pupuh ke 91]









       1. Jurw iy angin cucud saha buyut nikana macemaceh



    Prapta manrtta ring swara n-umambili sadulur ika



    Solahulah nikamuhara guyw anukani lumihat



    Hetu nikan wineh wasana tang parawadana kabeh.









       2. Ri wekasan kinon mareka milw alariha  ri harep



    Mantry upapatti kapwa dinulurnya n-alarih angidung



    Manghuri kandamohi pangidung ira titir inalem



    Sri-nrpati n-widhagda manulanggapi resep alango.









       3. Gita narendra manghalahelangdani jenger angani



    Mrak manawuwwang ing padapa tulya nika ring alngo



    Lwir madhu len gula drawa rinok ring amanis anener



    Wangsa manghasa tulya nika ring res angunger I hati.









       4. Aryya ranadhikara lali yan naturi narapati



    Aryya mahadhikara ta dulur nika pareng amuwus



    An parahanayan  apti wihate sipa n-arakeraket



    A juga ling nirateher umantuk adadadadakan.









       5. Sri-krtawarddhanaeswara mamanjaki sira rumuhun



    Ngkana rikang witana ri tengah rinacana dinadak



    Sori nireki gitada lawan takes ira rahajeng



    Sotan ulah karamyan ikanang guyu juga winangun.









       6. Ndaluwaran sireki ri dating narapati n-angadeg



    Gita niranyat angdani girahyasan ing umulat



    Sori nireki susrama nirukti lituhayu waged



    Gita nikanghiribhirib aweh rasepan ing umulat.









       7. Sri-naranatha tansipi wagus nira telas arasuk



    Asta tekes nireki n-upabharyya rahayu sawala



    Tus ning amatyawangsa wicaksana tetes ing ulah



    Hetu niranpabanakl anibaken ucapan angene.









       8. Nang newanatya kapwa tinapak nira tinewekaken



    Hasya makadi tanpegat ikang guyu pareng aselur



    Mwang karuna mangun tangis aweh sekel apuhara luh



    Hetu nikang tumon pada kamanusan angenangen.









       9. Singhit ing arkka lingsir irika nrpati n-atelasan



    Ngka parahandyan amasap ri padatala haji



    Ling nika mukta papa sinungan suka kadi tanirat



    Tan wuwusan stutinya haji sampun umulih i dalem.









    [Pupuh 92]









       1. Nanka tingkah iranpamukti suka ring pura tumekani sesti ning manah



    Ta tahhan ta dahat ndatan malupa ring kaparahitan i haywa ning praja



    Anwam ta pwan akabwatan sira tathapi sugata sakalan maharddhika



    Dening jnanawisesa suddha pamadem nira ri kuhaka ning duratmaka.









       2. Ndatan mahuwusan kawiryyan ira len wibhawa nira dudug ring ambara



    Singgih sri-girinatha murtti makajanma ri sira n-agawe jagaddhita



    Byakta mangguh upadrawawihang i sajna nira manasar ing samahita



    Mokta ng klesa keta katona nguniweh wuwusane tika sang sata marek.









       3. Nahan hetu ni kottaman nrpati kaprakasita pinujing jagattraya



    Sakweh ning jana madhyamottamakanista pada mujaraken swara stuti



    Anghing sot nika mogha langgeng atuwuh wukira sira pangoban ing sarat



    Astwanirwa lawas bhatara rawi candrama sumelehi bhumimandala.









    [Pupuh 93]









       1. Sakweh sang panditeng anyadharani mangiket kastawan sri narendra



    Sri buddhaditya sang bhiksw agaway i sira bhogawali sloka kirnna



    Ring jambudwipa tonggwanira mangara i kancipui sadwihara



    Mwang sang wiprangaran sri mutali sahrdayawwat stuti sloka suddha.









       2. Astam sang panditeng bhumi jawa saha sang sastradaksatiwijna



    Kapwagosty angiket sloka hana wacawacan nggwanireki n-pamarnna



    Mukya munggw ing prasasti stuti nrpati tekap sang sudharmmopapatti



    Sang wruh ring gita giteniket iran angiket stotra lumreng puri jro.









    [Pupuh 94]









       1. Ambek sang maparab prapanca kapitut mihati parakawiswareng pura



    Milwamarnna ri kastawa nrpati dura pangiket ika lumra ring sabha



    Anghing stutya ri jong bhatara girinatha pakena nika mogha sanmatan



    Tan len prartthana haywa ning bhuwana mukya ri pageha narendra ring praja.









       2. Ring sakadrigajaryy amaswaswayujamasa subhadiwasa purnnacandrama



    Ngka hingan rakawi n-pamarnnana kadigwijayan ira narendra ring praja



    Kweh ning desa rininci don ika pinustaka mangarana desawarnnana



    Panggil panghwata sanmata nrpati mengeta ring alawas atpadeng lango.









       3. Nirwwa teki lawas nirasring angiket kakawin awetu bhasa ring karas



    Tanbeyanya sakabda pinrwa nika lambing i telas ika parwwasagara



    Nahan teki caturtthi bhismasaranantya nika sugataparwwawarnnana



    Lambing mwang sakakala tang winaluyan gati nika n-ameweh turung pegat.









       4. Donyanmangkana wrddhyayan pangiketeng haji kathamapi tan tame lango



    Gong bhaktyasiha natha hetu nika paksa tumuta sang umastawe haji



    Sloka mwang kakawin kidung stuti nike haji makamuka desawarnnana



    Nghing tohnyeki wilaja niscaya yadin guyuguyun apa deya lampunen.









    [Pupuh 95]









       1. Purih ing awak lanenaleh ing adyah akikuk i dusun



    Aratu kurang prahasana kumul tuna ring ujar arum



    Dugaduga satya sadhu juga sih lalis ika matilar



    Mapa karikapa don wruh ika ring smarawidhi wiphala.









       2. Karana nikanapih wisaya tan  karaketan ing ulah



    Wuta tuli wruh anghreninaleh ning alara katilar



    Pawarawarah mahamuni duduga rinegep I hati



    Pijer angiwo kriyadwaya matangya tan umur atilar.









       3. Lekas ika tan pahi mwang atapeng giri wana manusup



    Agaway umah pahoman asenot jenek amati tutur



    Kamala natarnya len asana tanduran ika maruhur



    Kamalasana ywa nama nika sampun alawas amatek.









    [Pupuh 96]









       1. Prapanca pracacah panca



    Pracacad pocapan ceced



    Prapongpong pipi pucche prem



    Pracongcong cet pacehpaceh.









       2. Tam tatatita tan tuten



    Tan tetes tan tut ing tutur



    Titik tantri tanteng tatwa



    Tuhun tamtam titir ttitih.









    [Pupuh 97]









       1. Samalan pu winadaprih



    Prih dana wipulan masa



    Tama sansara ring gatya



    Tyaga ring rasa sanmata.









       2. Yasa sang winadanungsi



    Sinung dana wisangsaya



    Yang aweh magawe tibra



    Brati wega maweh naya.









       3. Matarung tuhu wany aprang



    Prangnya wahu turung tama



    Masa linggara sunya prih



    Prihnya wahu turung tama.









    [Pupuh 98]









       1. Yan bwat parakawi maparab winada n-atapa brata krta juga rinegep



    Maittryasih ing alulut upeksa ring huwus awarsih ariris ing ulah



    Tyage suka wibhawa yata –katemwa sahananukani saphala



    Tatan huninga nihati solah ing para-winada cinala ri ni dalem.







    Negarakertagama –Terjemahan

    TERJEMAHAN KITAB NEGARA KERTAGAMA
    Negara Kertagama atau Kitab Negara Kertagama merupakan Puisi/Kakawin Masyur pada Jaman Kebesaran Majapahit yang dikarang oleh Mpu/Empu Prapanca (Nama Lain/Pujangga dari Raja Hayam Wuruk..pen). Kitab Negara Kertama dikarang dengan bahasa Jawa Kuno/Kawi dan menceritakan tentang silsilah Raja Hayam Wuruk dan Kebesaran Kerajaan Majapahit dengan wilayahnya yang mencakup seluruh Nusantara/Indonesia dengan sebagian wilayah Malaysia dan Philipina bahkan bagian utara Australia. Inilah Terjemahan dari Kitab Negara Kertagama dan semoga bermanfaat bagi kita semua………
    NEGARAKERTAGAMA
    Pupuh I 1. Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah.
    2. Merata serta meresapi segala makhluk, nirguna bagi kaum Wisnawa Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
    3. Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk negara Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh nusantara.
    4. Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari Negara.
    5. Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar Terbukti, selama bertakhta, seluruh tanah Jawa tunduk menadah p’rintah Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata.
    Pupuh II
    1. Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka.
    2. Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.
    Pupuh III
    1. Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat Ayahanda Baginda raja yalah Sri Kertawardana raja Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja.
    2. Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara Mahir mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja.
    Pupuh IV
    1. Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar nam guna Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar.
    2. Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
    Pupuh V
    1. Adinda Baginda raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi puteri Wijayarajasa.
    2. Dan lagi puteri bungsu Kertawardana Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara Puteri Sri Narapati Jiwana yang mashur Terkenal sebagai adinda Sri Baginda.
    Pupuh VI
    1. Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala.
    2. Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan Dewi Ida Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
    3. Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra. 4. Puteri bungsu rani Pajang mem’rintah daerah Pawanuhan Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri Nata.
    Pupuh VII
    1. Melambung kidung merdu pujian sang prabu, beliau membunuh musuh-musuh, Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa Girang janma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air.
    2. Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi Menghukum penjahat bagai dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan.
    3. Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura Semua para puteri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda.
    4. Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardani, sangat cantik Sangat rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh negara Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang.
    Pupuh VIII
    1. Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus-menerus meronda, jaga paseban.
    2. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir Di sebelah timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat, Di bagian utara, di selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah, Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
    3. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan Yang meluas ke empat arah; bagaian utara paseban pujangga dan menteri. Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas upacara. Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.
    4. Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa Di sebelah tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat; di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun Berkorban.
    5. Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga Lebat. Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai Berkicau.
    6. Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua. Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar Tutur.
    Pupuh IX
    1. Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi.
    2. Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua, Di sebelah utara pintu istana, di selatan satria dan pujangga.
    3. Di bagian barat: beberapa balai memanjang sampai mercudesa, Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga, Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai, Tempat tinggal abdi Sri narapati Paguhan, bertugas menghadap.
    4. Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri, Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias, Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan, Itulah balai tempat terima tatamu Sri nata di Wilwatikta.
    Pupuh X
    1. Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana, Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring, Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana.
    2. Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan, Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh, Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara, Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara.
    3. Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap, Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana, Begitu juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya, Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan.
    Pupuh XI
    1. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta, yang terhias serba bergas, Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama, Ke Istana Selatan, tempat Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya, Ke Istana Utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan.
    2. Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni, Kakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan, Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik Perhatian, Bunga tanjung, kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman.
    Pupuh XII
    1. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja, Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka Barat tempat arya, menteri dan sanak-kadang adiraja.
    2. Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib, Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci, Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem, Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta.
    3. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi, Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker, Batara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja, Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.
    4. Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada, Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada Negara, Fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur, Tangan kanan maharaja sebagai, penggerak roda Negara.
    5. Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus, Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda, Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria, Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura. 6. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang, Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama, Negara-negara di nusantara, dengan Daha bagai pemuka, Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika.
    Pupuh XIII
    1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M’layu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
    2. Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus Itulah terutama negara-negara Melayu yang t’lah tunduk, Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
    Pupuh XIV
    1. Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
    2. Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
    3. Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
    4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
    5. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
    Pupuh XV
    1. Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan, Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari, Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari, Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat.
    2. Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing, Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
    3. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda, Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti, Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan, Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.
    Pupuh XVI
    1. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara, Dilarang mengabaikan urusan negara, mengejar untung, Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga, Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat.
    2. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata, Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata, Dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa, Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda.
    3. Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, Bali, Boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan, Bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada, Serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh.
    4. Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, Dikirim ke timur ke barat, di mana mereka sempat, Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata, Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar.
    5. Semua negara yang tunduk setia menganut perintah, Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa, Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan, Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa.
    Pupuh XVII
    1. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara, Di Sripalatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia, Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega, Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur.
    2. Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama, Lepas dari segala duka, mengeyam hidup penuh segala kenikmatan, Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri, Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga.
    3. Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda, Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura, Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan, Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya.
    4. Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling, Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura, Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan, Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi Lima.
    5. Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati, Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai, Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin, Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.
    6. Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring, Tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai samudra, Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan menembus hutan, Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman. 7
    . Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan tambah, Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang, Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
    8. Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja, Tak tersangkal girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin, Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah, Semua pendeta Buda umerak membicarakan tingkah lakunya dulu.
    9. Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata, berdamping, tak lain, Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga, Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan menggubah, Karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut.
    10. Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah, Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci, Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambung-sambungan, Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi Jalan. 11. Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di Kapulungan, Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai, Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya, Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung menunggu. Pupuh XVIII 1. Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak, Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit, Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki, Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda. 2. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya, Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap ment’ri lain lambangnya, Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan, Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda.
    3. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari, Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih, Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma mas mengkilat, Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian.
    4. Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja, Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar merah indah, Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi, Ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka.
    5. Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang, Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap, Rapat rampak prajurit pengiring Janggala Kediri, Panglarang, Sedah, Bhayangkari gem’ruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda.
    6. Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur; Sri Nata ingin rehat, Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab, Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Baginda lalu, Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung.
    7. Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang, Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung, Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya, Puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum.
    8. Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata, Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam, Baginda memberi perintah memasang tenda di tengah-tengah sawah, Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat.
    Pupuh XIX
    1. Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam, Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes,Times, Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasir lemah-lembut, Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari.
    2. Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah, Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi, Di situlah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas, Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti.
    Pupuh XX
    1. Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum, Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We Petang, Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap.
    2. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul, Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan, Itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu, Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan.
    Pupuh XXI
    1. Fajar menyingsing; berangkat lagi Baginda melalui, Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan, Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran, Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan.
    2. Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju, Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan Panggulan, Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang, Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan.
    Pupuh XXII
    1. Di Dampar dan Patunjungan Sri Baginda bercengkerma menyisir tepi lautan, Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintas kereta, Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga, Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya.
    2. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan, Danau ditinggalkan, menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan, Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala, Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum kembali ke asrama.
    3. Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan, Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut, Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut, Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan, lalu bermalam lagi.
    4. Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam, Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan, Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai, Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti Hujan.
    5. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan, Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet, Galagah, Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Baginda, Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya.
    Pupuh XXIII
    1. Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek, Pakisaji, Padangan terus ke Secang, Terlintas Jati Gumelar, Silabango, Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun.
    2. Lalu berangkat lagi ke Pakembangan, Di situ bermalam; segera berangkat, Sampailah beliau ke ujung lurah daya, Yang segera dituruni sampai jurang.
    3. Dari pantai ke utara sepanjang jalan, Sangat sempit, sukar amat dijalani, Lumutnya licin akibat kena hujan, Banyak kereta rusak sebab berlanggar.
    Pupuh XXIV
    1. Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan, Dan Bangkong, dua desa tanpa cerita, terus menuju, Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat, Lainnya bergegas berebut jalan menuju Surabasa.
    2. Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang, Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan, Perjalanan membelok ke utara melintas Turayan, Beramai-ramai lekas-lekas ingin mencapai Patukangan.
    Pupuh XXV
    1. Panjang lamun dikisahkan kelakuan para ment’ri dan abdi, Beramai-ramai Baginda telah sampai di desa Patukangan, Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep, Sebelah utara pakuwuan pasanggrahan Baginda Nata.
    2. Semua menteri, mancanagara hadir di pakuwuan, Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap, Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama, Panji Siwa dan Panji Buda, faham hukum dan putus sastera.
    Pupuh XXVI
    1. Sang adipati Suradikara memimpin upacara sambutan, Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan, Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain, Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan.
    2. Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan, Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau, Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak, Itulah buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja.
    Pupuh XXVII
    1. Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari, Baginda mendekati permaisuri seperti dewa-dewi, Para puteri laksana apsari turun dari kahyangan, Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran-cengang.
    2. Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan, Berbuat segala apa yang membuat gembira penduduk, Menari topeng, bergumul, bergulat, membuat orang kagum, Sungguh beliau dewa menjelma, sedang mengedari dunia.
    Pupuh XXVIII
    1. Selama kunjungan di desa Patukangan, Para menteri dari Bali dan Madura, Dari Balumbung, kepercayaan Baginda, Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul.
    2. Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah, Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing, Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun, Para penonton tercengang-cengang, memandang.
    3. Tersebut keesokan hari pagi-pagi, Baginda keluar di tengah-tengah rakyat, Diiringi para kawi serta pujangga, Menabur harta, membuat gembira rakyat.
    Pupuh XXIX
    1. Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama, Berkabung kehilangan kawan kawi-Buda Panji Kertayasa, Teman bersuka-ria, teman karib dalam upacara ‘gama, Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah.
    2. Kusangka tetap sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga, Beliau tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat, Rupanya sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah, Namun, mangkatlah beliau, ketika aku tiba, tak terduga.
    3. Itulah lantarannya aku turut berangkat ke desa Keta, Meliwati Tal Tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dan Bungatan, Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam, Paginya berangkat ke Lemah Abang, segera tiba di Keta.
    Pupuh XXX
    1. Tersebut perjalanan Sri Narapati ke arah barat, Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari, Girang beliau melihat lautan, memandang balai kambang, Tidak lupa menghirup kesenangan lain sehingga puas.
    2. Atas perintah sang arya semua menteri menghadap, Wiraprana bagai kepala, upapati Siwa-Buda, Mengalir rakyat yang datang sukarela tanpa diundang, Mambawa bahan santapan, girang menerima balasan.
    Pupuh XXXI
    1. Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah, Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora, Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan, Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar.
    2. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan, Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja, Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat, “Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu.
    3. Upacara berlangsung menepati segenap aturan, Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama, Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban, Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.
    4. Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan, Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap, Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan, Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.
    5. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan, Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam, Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala, Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
    6. Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela, Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap, Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan, Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan.
    Pupuh XXXII
    1. Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari, Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda, Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap, Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang.
    2. Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara, Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh, Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara, Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu.
    3. Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap, Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka, Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta, Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar.
    4. Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat, Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cita, Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama, Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar, menggirangkan.
    5. Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi, Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan, Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya, Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu pandangan.
    6. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib, Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib, Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak, Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.
    Pupuh XXXIII
    1. Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu, Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap, Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan, Baginda membalas harta, membuat mereka gembira.
    2. Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan, Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan, Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan, Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang.
    3. Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat, Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi, Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung, Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda.
    Pupuh XXXIV
    1. Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung, Bambu menutup mata sedih melepas selubung, Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit, Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya.
    2. Kereta lari cepat, karena jalan menurun, Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan, Segera sampai Arya, menginap satu malam, Paginya ke utara menuju desa Ganding.
    3. Para ment’ri mancanegara dikepalai, Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda, Membawa santapan sedap dengan upacara, Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain. 4. Agak lama berhenti seraya istirahat, Mengunjungi para penduduk segenap desa, Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.
    Pupuh XXXV
    1. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan, Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang, Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan, Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota.
    2. Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong, Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung, Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama, Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca.
    3. Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara, Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung, Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura, Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru.
    4. Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama, Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari, Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan, Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.
    Pupuh XXXVI
    1. Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan, Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya, Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan, Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton.
    2. Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat, Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau, Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas, Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah.
    Pupuh XXXVII
    1. Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara, Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar, Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya, Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib.
    2. Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah, Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya, Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara, Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia.
    3. Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai, Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan, Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur, Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah.
    4. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata, Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman, Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya, Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut.
    5. Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat, Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung, Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu, Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya.
    6. Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan, Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk, Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad, Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara.
    7. Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal, Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago, Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan, Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng.
    Pupuh XXXVIII
    1. Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih, Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala, Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga, Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan.
    2. Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati, Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi, Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang, Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang.
    3. Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa, Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan, Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana, Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi.
    4. Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan, Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur, Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur, Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya.
    5. Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur: “Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”
    6. Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur, Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap, Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan, Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata.
    Pupuh XXXIX
    1. Paduka Empuku menjawab: “Rakawi, Maksud paduka sungguh merayu hati, Sungguh paduka pujangga lepas budi, Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup.
    2. Izinkan saya akan segera mulai: Cita disucikan dengan air sendang tujuh, Terpuji Siwa! Terpuji Girinata! Semoga terhindar aral, waktu bertutur.
    3. Semoga rakawi bersifat pengampun, Di antara kata mungkin terselib salah, Harap percaya kepada orang tua, Kurang atau lebih janganlah dicela.
    Pupuh XL
    1. Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda, Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu, Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti, Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak.
    2. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur, Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya, Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara, Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu.
    3. Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri, Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa, Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil, Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh.
    4. Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan, Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah, Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti, Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa.
    5. Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata, Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya, Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada, Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda.
    Pupuh XLI
    1. Batara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan, Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti, Tahun Saka perhiasan gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka, Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal.
    2. Batara Wisnuwardana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan, Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara, Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya, Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di bumi.
    3. Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu menobatkan puteranya, Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia, Raja Kertanagara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya, Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari.
    4. Tahun Saka awan sembilan mengebumikan tanah (1192) raja Wisnu berpulang, Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda, Sementara itu Batara Narasingamurti pun pulang ke Surapada, Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa.
    5. Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat, Bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan (1192), Tahun Saka muda bermuka rupa (1197) Baginda menyuruh tundukkkan Melayu, Berharap Melayu takut kedewaan beliau, tunduk begitu sahaja.
    Pupuh XLII
    1. Tahun Saka janma sunyi surya (1202) Baginda raja memberantas penjahat, Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara, Tahun Saka badan langit surya (1206) mengirim utusan menghancurkan Bali, Setelah kalah rajanya menghadap Baginda sebagai orang tawanan.
    2. Begitulah dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Baginda, Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau, Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan, Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa.
    3. Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Baginda waspada tawakal dan bijak, Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali, Karenanya tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda, Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja.
    Pupuh XLIII
    1. Menurut kabaran sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara, Tahun Saka lembu gunung indu tiga (3179) beliau pulang ke Budaloka, Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia murka, timbul huru hara, Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga Jagad.
    2. Itulah sebabnya Baginda teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni, Teguh tawakal memegang pancasila, laku utama, upacara suci, Gelaran Jina beliau yang sangat mashur yalah Sri Jnyanabadreswara, Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama.
    3. Berlumba-lumba beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan, Pertama-tama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati, Melakukan puja, yoga, samadi demi keselamatan seluruh praja, Menghindarkan tenung, mengindahkan anugerah kepada rakyat murba.
    4. Di antara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau, Faham akan nan guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama, Adil, teguh dalam Jinabrata dan tawakal kepada laku utama, Itulah sebabnya beliau turun-temurun menjadi raja pelindung.
    5. Tahun Saka laut janma bangsawan yama (1214) Baginda pulang ke Jinalaya, Berkat pengetahuan beliau tentang upacara, ajaran agama, Beliau diberi gelaran: Yang Mulia bersemayam di alam Siwa-Buda, Di makam beliau bertegak arca Siwa-Buda terlampau indah permai.
    6. Di Sagala ditegakkan pula arca Jina sangat bagus dan berkesan, Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan arca Sri Bajradewi, Teman kerja dan tapa demi keselamatan dan kesuburan negara, Hyang Wairocana-Locana bagai lambangnya pada arca tunggal, terkenal.
    Pupuh XLIV
    1. Tatkala Sri Baginda Kertanagara pulang ke Budabuana, Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali, Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat, Berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri.
    2. Tahun Saka laut manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya, Atas perintah Siwaput’ra Jayasaba berganti jadi raja, Tahun Saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya raja Kediri, Tahun tiga sembilan Siwa raja (1193) Jayakatwang raja terakhir.
    3. Semua raja berbakti kepada cucu putera Girinata, Segenap pulau tunduk kepada kuasa raja Kertanagara, Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka, Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali.
    4. Berkat keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar, Lalu ditundukkan putera Baginda; ketenteraman kembali, Sang menantu Dyah Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia, Bersekutu dengan bangsa Tatar, menyerang melebur Jayakatwang.
    Pupuh XLV
    1. Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang-cemerlang kembali, Tahun Saka masa rupa surya (1216) beliau menjadi raja, Disembah di Majapahit, k’sayangan rakyat, pelebur musuh, Bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana.
    2. Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di takhta, Seluruh tanah Jawa bersatu padu, tunduk menengadah, Girang memandang pasangan Baginda empat jumlahnya, Puteri Kertanagara cantik-cantik bagai bidadari.
    Pupuh XLVI
    1. Sang Parameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela, Lalu Parameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara, Prajnyaparamita Jayendradewi, cantik manis m’nawan hati, Gayatri, yang bungsu, paling terkasih, digelarai Rajapatni.
    2. Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga, Karena Batara Wisnu dengan Batara Narasingamurti, Akrab tingkat pertama; Narasinga menurunkan Dyah Lembu Tal, Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Buda.
    Pupuh XLVII
    1. Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata, Dalam hidup atut runtun sepakat sehati, Setitah raja diturut, menggirangkan pandang, Tingkah laku mereka semua meresapkan,
    2. Tersebut tahun Saka tujuh orang dan surya (1217), Baginda menobatkan put’ranya di Kediri, Perwira, bijak, pandai, putera Indreswari, Bergelar Sang raja putera Jayanagara.
    3. Tahun Saka surya mengitari tiga bulan (1231), Sang prabu mangkat, ditanam di dalam pura, Antahpura, begitu nama makam beliau, Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa.
    Pupuh XLVIII
    1. Beliau meninggalkan Jayanagara sebagai raja Wilwatikta, Dan dua orang puteri keturunan Rajapatni, terlalu cantik, Bagai dewi Ratih kembar, mengalahkan rupa semua bidadari, Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani Daha.
    2. Tersebut pada tahun Saka mukti guna memaksa rupa (1238) bulan Madu, Baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh, Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan, Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda.
    3. Tahun Saka bulatan memanah surya (1250) beliau berpulang, Segera dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama, Di Sila Petak dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah, Di Sukalila terpahat arca Buda sebagai jelmaan Amogasidi.
    Pupuh XLIX
    1. Tahun Saka Uma memanah dwi rupa (1256), Rani Jiwana Wijayatunggadewi, Bergilir mendaki takhta Wilwatikta, Didampingi raja put’ra Singasari.
    2. Atas perintah ibunda Rajapatni, Sumber bahagia dan pangkal kuasa, Beliau jadi pengemban dan pengawas, Raja muda, Sri Baginda Wilwatikta.
    3. Tahun Saka api memanah hari (1253), Sirna musuh di Sadeng, Keta diserang, Selama bertakhta, semua terserah, Kepada menteri bijak, Mada namanya.
    4. Tahun Saka panah musim mata pusat (1265), Raja Bali yang alpa dan rendah budi, Diperangi, gugur bersama balanya, Menjauh segala yang jahat, tenteram.
    5. Begitu ujar Dang Acarya Ratnamsah, Sungguh dan mengharukan ujar Sang Kaki, Jelas keunggulan Baginda di dunia, Dewa asalnya, titisan Girinata.
    6. Barangsiapa mendengar kisah raja, Tak puas hatinya, bertambah baktinya, Pasti takut melakukan tidak jahat, Menjauhkan diri dari tindak durhaka.
    7. Paduka Empu minta maaf berkata: “Hingga sekian kataku, sang rakawi Semoga bertambah pengetahuanmu Bagai buahnya, gubahlah puja sastra”.
    8. Habis jamuan rakawi dengan sopan, Minta diri kembali ke Singasari, Hari surut sampai pesanggrahan lagi, Paginya berangkat menghadap Baginda.
    Pupuh L
    1. Tersebut Baginda Raja berangkat berburu, Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta, Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara, Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak.
    2. Bala bulat beredar membuat lingkaran, Segera siap kereta berderet rapat, Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit, Burung ribut beterbangan berebut dulu.
    3. Bergabung sorak orang berseru dan membakar, Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur, Api tinggi menyala menjilat udara, Seperti waktu hutan Kandawa terbakar.
    4. Lihat rusa-rusa lari lupa darat, Bingung berebut dahulu dalam rombongan, Takut miris menyebar, ingin lekas lari, Malah menengah berkumpul tumpuk timbun.
    5. Banyaknya bagai banteng di dalam Gobajra, Penuh sesak, bagai lembu di Wresabapura, Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci, Biawak, kucing, kera, badak dan lainnya.
    6. Tertangkap segala binatang dalam hutan, Tak ada yang menentang, semua bersatu, Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh, Berunding dengan singa sebagai ketua.
    Pupuh LI
    1. Izinkanlah saya bertanya kepada sang raja satwa, Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat? Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari, Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
    2. Seolah-olah demikian kata srigala dalam rapat, Kijang, kaswari, rusa dan kelinci serempak menjawab: “Hemat patik tidak ada jalan lain kecuali lari Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin”.
    3. Banteng, kerbau, lembu serta harimau serentak berkata: “Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah Bukanlah sifat perwira lari, atau menanti mati, Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban.”
    4. Jawab singa: Usulmu berdua memang pantas diturut, Tapi harap dibedakan, yang dihadapi baik atau buruk, Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan, Karena sia-sia belaka, jika mati terbunuh olehnya.
    5. Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Buda, Seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta, Jika menghadapi raja berburu, tunggu mati saja, Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu.
    6. Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk, Sebagai titisan Batara Siwa berupa narpati, Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau, Lebih utama daripada terjun ke dalam telaga.
    7. Siapa di antara sesama akan jadi musuhku? Kepada tripaksa aku takut, lebih utama menjauh, Niatku, jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup, Mati olehnya, tak akan lahir lagi bagai binatang.
    Pupuh LII
    1. Bagaikan katanya: “Marilah berkumpul!”, Kemudian serentak maju berdesak, Prajurit darat yang terlanjur langkahnya, Tertahan tanduk satwa, lari kembali.
    2. Tersebut adalah prajurit berkuda, Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul, Kasihan! Beberapa mati terbunuh, Dengan anaknya dirayah tak berdaya.
    3. Lihatlah celeng jalang maju menerjang, Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah, Buas membekos-bekos, matanya merah, Liar dahsyat, saingnya seruncing golok.
    Pupuh LIII
    1. Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru, Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya, Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap, Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan.
    2. Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing, Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk timbun, Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang, Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang.
    3. Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun, Ada yang memanjat pohon, ramai mereka berebut puncak, Kasihanlah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah, Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!.
    4. Segera kawan-kawan datang menolong dengan kereta, Menombak, melembing, menikam, melanting, menjejak-jejak, Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh, Lari terburu, terkejar; yang terbunuh bertumpuk timbun.
    5. Ada pendeta Siwa dan Buda yang turut menombak, mengejar, Disengau harimau, lari diburu binatang mengancam, Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila, Turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya.
    Pupuh LIV
    1. Tersebut Baginda telah mengendarai kereta kencana, Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak takut bahaya, Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan, Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai.
    2. Celeng, kaswari, rusa dan kelinci tinggal dalam ketakutan, Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai, Menteri, tanda dan pujangga di punggung kuda turut memburu, Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam.
    3. Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang, Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda, Puaslah hati Baginda, sambil bersantap dihadap pendeta, Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa.
    Pupuh LV
    1. Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan, Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah perkemahan, Membawa wanita seperti cengkerma; di hutan bagai menggempur negara, Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa.
    2. Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura, Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan, Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan Dadamar, Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai di situ perjalanan beliau.
    3. Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Balanak, Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam, Kembali ke selatan, ke barat, menuju Jejawar di kaki gunung berapi, Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi Makam.
    Pupuh LVI
    1. Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu, Didirikan oleh Sri Kertanagara, moyang Baginda raja, Di situ hanya jenazah beliau sahaja yang dimakamkan, Kar’na beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Buda.
    2. Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Buda, sangat tinggi, Di dalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai, Dan arca Maha Aksobya bermahkota tinggi tidak bertara, Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya: di Nirwana.
    Pupuh LVII
    1. Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang, Ada pada Baginda guru besar, mashur, Pada Paduka, Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni, Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri.
    2. Senang berziarah ke tempat suci, bermalam dalam candi, Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah, Menimbulkan iri di dalam hati pengawas candi suci, Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa.
    3. Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci, Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas, Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti, Kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang.
    4. Tahun Saka api memanah hari (1253) itu hilangnya arca, Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam, Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka, Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?.
    5. Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surga turun, Gapura luar, mekala serta bangunannya serba permai, Hiasan di dalamnya naga puspa yang sedang berbunga, Di sisinya lukisan puteri istana berseri-seri.
    6. Sementara Baginda girang cengkerma menyerap pemandangan, Pakis berserak sebar di tengah tebat bagai bulu dada, Ke timur arahnya di bawah terik matahari Baginda, Meninggalkan candi Pekalongan girang ikut jurang curam.
    Pupuh LVIII
    1. Tersebut dari Jajawa Baginda b’rangkat ke desa Padameyan, Berhenti di Cunggrang, mencahari pemandangan, masuk hutan rindang, Ke arah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang, Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang.
    2. Habis menyerap pemandangan, masih pagi kereta telah siap, Ke barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu, Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput, Yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap.
    3. Pukul tiga itulah waktu Baginda bersantap bersama-sama, Paling muka duduk Baginda, lalu dua paman berturut tingkat, Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan, Di sisi Sri Baginda; terlangkahi berapa lamanya bersantap.
    Pupuh LIX
    1. Paginya pasukan kereta Baginda berangkat lagi, Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut, Tugu, Pengiring, Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang, Dijamu sekadarnya karena kunjungannya mendadak.
    2. Banasara dan Sangkan Adoh telah lama dilalui, Pukul dua Baginda t’lah sampai di perbatasan kota, Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati, Kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan.
    3. Teratur rapi mereka berarak di dalam deretan, Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka, Di belakangnya, tidak jauh, berikut Narpati Lasem, Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang.
    4. Rani Daha, rani Wengker semuanyan urut belakang, Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring, Bagai penutup kereta Baginda serombongan besar, Diiringi beberapa ribu perwira dan para ment’ri.
    5. Tersebut orang yang rapat rampak menambak tepi jalan, Berjejal ribut menanti kereta Baginda berlintas, Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat, Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk kainnya.
    6. Yang jauh tempatnya, memanjat ke kayu berebut tinggi, Duduk berdesak-desak di dahan, tak pandang tua muda, Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning, Lupa malu dilihat orang, karena tepekur memandang.
    7. Gemuruh dengung gong menampung Sri Baginda raja datang, Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan, Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang, Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun.
    Pupuh LX
    1. Yang berjalan rampak berarak-arak, Barisan pikulan bejalan belakang, Lada, kesumba, kapas, buah kelapa, Buah pinang, asam dan wijen terpikul.
    2. Di belakangnya pemikul barang berat, Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan, Kanan menuntun kirik dan kiri genjik, Dengan ayam itik di k’ranjang merunduk.
    3. Jenis barang terkumpul dalam pikulan, Buah kecubung, rebung, s’ludang, cempaluk, Nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk, Gelaknya seperti hujan panah jatuh.
    4. Tersebut Baginda telah masuk pura, Semua bubar masuk ke rumah masing-masing, Ramai bercerita tentang hal yang lalu, Membuat gembira semua sanak kadang.
    Pupuh LXI
    1. Waktu lalu; Baginda tak lama di istana, Tahun Saka dua gajah bulan (1282) Badra pada, Beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur, Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan.
    2. Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, Baginda raja berangkat menyekar ke Palah, Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati, Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita.
    3. Dari Blitar ke selatan jalannya mendaki, Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air, Sampai Lodaya bermalam beberapa hari, Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai.
    4. Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping, Ingin memperbaiki candi makam leluhur, Menaranya rusak, dilihat miring ke barat, Perlu ditegakkan kembali agak ke timur.
    Pupuh LXII
    1. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasati, yang dibaca lagi, Diukur panjang lebarnya; di sebelah timur sudah ada tugu, Asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam, Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara.
    2. Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Jnyanabadran terus ke timur, Berhenti di Bajralaksmi dan bermalan di candi Surabawana, Paginya berangkat lagi, berhenti di Bekel, sore sampai pura, Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah masing-masing.
    Pupuh LXIII
    1. Tersebut paginya Sri naranata dihadap para ment’ri semua, Di muka para arya, lalu pepatih, duduk teratur di manguntur, Patih amangkubumi Gajah Mada tampil ke muka sambil berkata: “Baginda akan melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan.
    2. Atas perintah sang rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi, Supaya pesta serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda, Di istana pada tahun Saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada, Semua pembesar dan Wreda menteri diharap memberi sumbangan”.
    3. Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda, Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan ment’ri, Yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala, Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda.
    4. Tersebut sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana, Semua pelukis berlipat giat menghias “tempat singa” di setinggil, Ada yang mengetam baki makanan, bokor-bokoran, membuat arca, Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan,
    Pupuh LXIV
    1. Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi, Balai Witana terhias indah, di hadapan rumah-rumahan, Satu di antaranya berkaki batu karang, bertiang merah, Indah dipandang, semua menghadap ke arah takhta Baginda.
    2. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja, Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk, Para isteri, pembesar, menteri, pujangga serta pendeta, Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi.
    3. Demikian persiapan Sri Baginda memuja Buda Sakti, Semua pendeta Buda berdiri dalam lingkaran bagai saksi, Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka, Tenang, sopan, budiman faham tentang sastra tiga tantra.
    4. Umurnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur, Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu, Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran, Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
    5. Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surga dengan doa, Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna, Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia, Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucap puja.
    Pupuh LXV
    1. Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara, Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta genderang, Didudukkan di atas singasana, besarnya setinggi orang berdiri, Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja.
    2. Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati arca, Lalu para patih dipimpin Gajah Mada maju ke muka berdatang sembah, Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru, Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur.
    3. Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap, Bersusun timbun seperti pohon, dan sirih bertutup kain sutera, Persembahan raja Matahun arca banteng putih seperti lembu Nandini, Terus-menerus memuntahkan harta dan makanan dari nganga mulutnya.
    4. Raja Wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman bertingkat, Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan, Elok persembahan raja Tumapel berupa perempuan cantik manis, Dipertunjukkan selama upacara untuk mengharu-rindukan hati.
    5. Paling haibat persembahan Sri Baginda berupa gunung besar Mandara, Digerakkan oleh sejumlah dewa dan danawa dahsyat menggusarkan pandang, Ikan lambora besar berlembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar, Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang, ditengah tengah lautan besar.
    6. Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi, Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya, Tidak terlangkahi para kesatria, arya dan para abdi di pura, Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala tentara.
    Pupuh LXVI
    1. Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian, Pun para kesatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan yang terpikul, Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung, Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan.
    2. Esoknya patih mangkubumi Gajah Mada sore-sore menghadap sambil menghaturkan, Sajian perempuan sedih merintih di bawah nagasari dibelit rajasa, Menteri, arya, bupati, pembesar desa pun turut menghaturkan persajian, Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan….
    3. Sungguh- sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari yang ketujuh, Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan makanan, Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta, Hidangan jamuan kepada pembesar, abdi dan niaga mengalir bagai air.
    4. Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-desak, Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta para luhur, Sri Nata menari di balai witana khusus untuk para puteri dan para istri, Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang memandang.
    5. Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan, Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara, Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan gelak-mengakak, Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira rakyat.
    Pupuh LXVII
    1. Pesta serada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat, Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat, Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja, Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya.
    2. Paginya pendeta Buda datang menghormati, memuja dengan sloka, Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budaloka, Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara, Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi.
    3. Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancar, Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak, Tanahnya telah disucikan tahun dahana tujuh surya (1274), Dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi.
    Pupuh LXVIII
    1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Erlangga kepada dua puteranya.
    2. Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga, Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat, Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan, Hyang Mpu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman.
    3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara, Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit, Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan, Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.
    4. Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam, Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan, Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah, Mpu Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil.
    5. Itulah tugu batas gaib, yang tidak akan mereka lalui, Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi, Semoga Baginda serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada, Berjaya dalam memimpin negara, yang sudah bersatu padu.
    Pupuh LXIX
    1. Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun, Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi, Telah lanjut usia, faham akan tantra, menghimpun ilmu agama, Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
    2. Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni, Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya, Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja, Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun.
    3. Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat, Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta, Di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja, Itulah suarganya, berkat berputera, bercucu narendra utama.
    Pupuh LXX
    1. Tersebut pada tahun Saka angin delapan utama (1285), Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam, Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat, Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara.
    2. aham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa, Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa, Ketika menegakkan menara dan mekala gapura, Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya.
    3. Sekembalinya dari Simping, segera masuk ke pura, Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering, Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa, Di pulau Bali serta kota Sadeng memusnahkan musuh.
    Pupuh LXXI
    1. Tahun Saka tiga angin utama (1253) beliau mulai memikul tanggung jawab, Tahun rasa (1286) beliau mangkat; Baginda gundah, terharu, bahkan putus asa, Sang dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu, Insaf bahwa hidup ini tidak baka, karenanya beramal tiap hari.
    2. Baginda segera bermusyawarah dengan kedua rama serta ibunda, Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki patih Mada, Yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat, Lama timbang-menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan.
    3. Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gajah Mada tak akan diganti, Bila karenanya timbul keberatan, beliau sendiri bertanggung jawab, Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan negara ke istana, Mengetahui segala perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan Baginda.
    Pupuh LXXII
    1. Itulah putusan rapat tertutup, Hasilnya yang diperoleh perundingan, Terpilih sebagai wredamenteri, Karib Baginda bernama Mpu Tandi.
    2. Penganut karib Sri Baginda Nata, Pahlawan perang bernama Mpu Nala, Mengetahui budi pekerti rakyat, Mancanegara bergelar tumenggung.
    3. Keturunan orang cerdik dan setia, Selalu memangku pangkat pahlawan, Pernah menundukkan negara Dompo, Serba ulet menaggulangi musuh.
    4. Jumlahnya bertambah dua menteri, Bagai pembantu utama Baginda, Bertugas mengurus soal perdata, Dibantu oleh para upapati.
    5. Mpu Dami menjadi menteri muda, Selalu ditaati di istana, Mpu Singa diangkat sebagai saksi, Dalam segala perintah Baginda.
    6. Demikian titah Sri Baginda Nata, Puas, taat teguh segenap rakyat, Tumbuh tambah hari setya baktinya, Karena Baginda yang memerintah.
    Pupuh LXXIII
    1. Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak, Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikut undang-undang, Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas, Mashur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan batara.
    2. Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala, Yang belum siap diselesaikan, dijaga dan dibina dengan saksama, Yang belum punya prasasti, disuruh buatkan piagam pada ahli sastra, Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun.
    3. Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan, Disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu,Wedwawedan, Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Kalang Brat dan Jago, Lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger.
    Pupuh LXXIV
    1. Makam rani : Kamal Pandak, Segala, Simping, Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir, Bangunan baru Prajnyaparamitapuri, Di Bayalangu yang baru saja dibangun.
    2. Itulah dua puluh tujuh candi raja, Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra, Dijaga petugas atas perintah raja, Diawasi oleh pendeta ahli sastra.
    Pupuh LXXV
    1. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara, Orang utama, yang saksama dan tawakal membina semua candi, Setia kepada Baginda, hanya memikirkan kepentingan bersama, Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam.
    2. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda, Darmadyaksa kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan, Darmadyaksa kasogatan disuruh menjaga biara kebudaan, Menteri her-haji bertugas memelihara semua pertapaan.
    Pupuh LXXVI
    1. Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: biara relung Kunci, Kapulungan, Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna, Parhyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimandana, Uttamasuka, Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan, Katisanggraha, begitu pula Jayasika.
    2. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigit, Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara, Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula, Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah lagi Batu Putih,
    3. Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji, Janatraya, Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari, Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan, Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan Pamulang.
    4. Baryang, Amretawardani, Wetiwetih, Kawinayan, Patemon, serta Kanuruhan, Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Padurungan, Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi Sukalila, Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil dan sebagainya.
    Pupuh LXXVII
    1. Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara: Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba, Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara, Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara,
    2. Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici serta Acitahen, Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan dan Balamasin, Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan, serta Kahuripan, Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala.
    3. Badur, Wirun, Wungkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana, Pajambayan, Salanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu, Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir, Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti.
    Pupuh LXXVIII
    1. Desa keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan Pilan, Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun, Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air, Yang Mulia Mahaguru—demikian sebutan beliau.
    2. Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam, Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya yang penting: Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas, Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa.
    3. Wangjang, Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa, Jumpud, Soba, Pamuntaran, dan Baru, perdikan Buda utama, Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas, Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulampayan dan Talu, pertapaan resi.
    4. Desa perdikan Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian, Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting, Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung, Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat, Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak.
    5. Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa, Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak, Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja, Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara.
    Pupuh LXXIX
    1. Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa, Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh, Yang berpiagam dipertahankan; yang tidak segera diperintahkan, Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja.
    2. Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker, Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk-salurannya, Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan, Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Baginda raja.
    3. Semua tata aturan patuh diturut oleh pulau Bali, Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya, Pembesar kebudaan Badahulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan, Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya.
    Pupuh LXXX
    1. Perdikan kebudayaan Bali sebagai berikut; biara Baharu (hanyar), Kadikaranan, Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan, Itulah enam kebudayaan Bajradara, biara kependetaan, Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Arya-dadi.
    2. Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung, dan Anyawasuda, Tatagatapura, Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas piagam, Pada tahun Saka angkasa rasa surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana, Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: upasaka wreda mentri.
    3. Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri, Terjaga dan terlindungi segala bagunan setiap orang budiman, Begitulah tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa, Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci.
    4. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan, Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai ke tepi laut, Menenteramkan hati pertapa yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan, Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan negara.
    Pupuh LXXXI
    1. Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa, Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan, Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya, Laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan.
    2. Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama, Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh mengindahkan tutur, Catur asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun, Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara.
    3. Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran, Para menteri dan arya pandai membina urusan negara, Para puteri dan satria berlaku sopan, berhati teguh, Waisya dan sudra dengan gembira menepati tugas darmanya.
    4. Empat kasta yang lahir sesuai keinginan Hyang Maha Tinggi, Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perintah Baginda, Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah, Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacad-cacadnya.
    Pupuh LXXXII
    1. Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata, Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat, Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma, Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku sang prabu.
    2. Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala, Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang, Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan, Baginda sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi.
    3. Semua menteri mengenyam tanah pelenggahan yang cukup luas, Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada putusnya, Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta, Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata.
    Pupuh LXXXIII
    1. Begitulah keluhuran Sri Baginda ekananta di Wilwatika, Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang, Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih, Abdi, harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera.
    2. Bertambah mashur keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya, Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa yang disebut negara utama, Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya, Panji Jiwalekan dan Tengara yang menonjol bijak di dalam kerja.
    3. Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur, Putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya, Hyang brahmana, sopan, suci, ahli weda, menjalankan nam laku utama, Batara Wisnu dengan cipta dan mentera membuat sejahtera negara.
    4. Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung, Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Karnataka, Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para pedagang, Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang.
    5. Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara, Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa, Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti, Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran.
    6. Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai, Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura, Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Buda, Mulai tanggal delapan bulan petang demi keselamatan Baginda.
    Pupuh LXXXIV
    1. Tersebut pada tanggal patbelas bulan petang Baginda berkirap, Selama kirap keliling kota busana Baginda serba kencana, Ditata jempana kencana, panjang berarak beranut runtun, Menteri, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam.
    2. Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahut-menyahut, Bergerak barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka, Gubahan kawi raja dari pelbagai kota dari seluruh Jawa, Tanda bukti Baginda perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna.
    3. Telah naik Baginda di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar, Seolah-olah Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti, Yang nampak, semua serba mulia, sebab Baginda memang raja agung, Serupa jelmaan Sang Sudodanaputera dari Jina bawana.
    4. Sri nata Pajang dengan sang permaisuri berjalan paling muka, Lepas dari singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak, Menteri Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok, Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul.
    5. Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya, Lalu raja Kediri dengan permaisuri serta menteri dan tentara, Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring, Sebagai penutup Baginda dan para pembesar seluruh Jawa.
    6. Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat, Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang, Tiap rumah mengibarkan bendera, dan panggung membujur sangat panjang, Penuh sesak perempuan tua muda, berjejal berimpit-impitan.
    7. Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton, Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda mendaki setinggil, Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir, Menteri serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama.
    Pupuh LXXXV
    1. Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka, Menteri, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir, Kepala daerah, ketua desa, para tamu dari luar kota, Begitu pula para kesatria, pendeta dan brahmana utama.
    2. Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat, Tetapi menganut ajaran Rajakapakapa, dibaca tiap Caitra, Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang, Memiliki harta benda dewa, demi keselamatan masyarakat.
    Pupuh LXXXVI
    1. Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar, Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat, Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut singa, Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang.
    2. Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata, Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya, Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai, Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok.
    3. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang, Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa, Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana, Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra.
    Pupuh LXXXVII
    1. Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat, Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya, Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur, Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya.
    2. Di situlah Baginda memberi rakyat santapan mata, Pertunjukan perang tanding, perang pukul, desuk-mendesuk, Perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan, Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai.
    3. Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar, Segala perlombaan bubar: rakyat pulang bergembira, Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang, Yang pulang menggondol pelbagai hadiah bukan pakaian.
    Pupuh LXXXVIII
    1. Segenap ketua desa dan wadana tetap tinggal, paginya mereka, Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Baginda minta diri di pura, Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan, Sri Baginda duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar. 2. Berkatalah Sri nata Wengker di hadapan para pembesar dan wadana: “Wahai, tunjukkan cinta serta setya baktimu kepada Baginda raja, Cintailah rakyat bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu, Jembatan, jalan raya, beringin, bangunan dan candi supaya dibina.
    3. Terutama dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah, Perhatikan tanah rakyat, jangan sampai jatuh di tangan petani besar, Agar penduduk jangan sampai terusir dan mengungsi ke desa tetangga, Tepati segala peraturan untuk membuat desa bertambah besar”.
    4. Sri nata Kertawardhana setuju dengan anjuran memperbesar desa, “Harap dicatat nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan, Bantu pemeriksaan tempat durjana, terutama pelanggar susila, Agar bertambah kekayaan Baginda demi kesejahteraan negara”.
    5. Kemudian bersabda Baginda nata Wilwatikta memberi anjuran: “Para budiman yang berkunjung kemari, tidak boleh dihalang-halangi, Rajakarya, terutama bea-cukai, pelawang, supaya dilunasi, Jamuan kepada para tetamu budiman supaya diatur pantas”.
    Pupuh LXXXIX
    1. Undang-undang sejak pemerintahan ibunda harus ditaati, Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi, Jika ada tamu loba tamak mengambil makanan, merugikan, Biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya kepada saya.
    2. Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan, Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan, Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita, Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!”
    3. Begitu perintah Baginda kepada wadana, yang tunduk mengangguk, Sebagai tanda mereka sanggup mengindahkan perintah beliau, Menteri, upapati serta para pembesar menghadap bersama, Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap bersama.
    4. Bangunan sebelah timur laut telah dihiaisi gilang cemerlang, Di tiga ruang para wadana duduk teratur menganut sudut, Santapan sedap mulai dihidangkan di atas dulang serba emas, Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Baginda.
    5. Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu, Ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman purba, Makanan pantangan: daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak, Jika dilanggar, mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda.
    Pupuh XC
    1. Dihidangkan santapan untuk orang banyak, Makanan serba banyak serta serba sedap, Berbagai-bagai ikan laut dan ikan tambak, Berderap cepat datang menurut acara.
    2. Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing, Hanya dihidangkan kepada para penggemar, Karena asalnya dari pelbagai desa, Mereka diberi kegemaran, biar puas.
    3. Mengalir pelbagai minuman keras segar, Tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya, Itulah hidangan minuman yang utama, Wadahnya emas berbentuk aneka ragam.
    4. Porong dan guci berdiri terpencar-pencar, Berisi minuman keras dari aneka bahan, Beredar putar seperti air yang mengalir, Yang gemar, minum sampai muntah serta mabuk.
    5. Meluap jamuan Baginda dalam pesta, Hidangan mengalir menghampiri tetamu, Dengan sabar segala sikap diizinkan, Penyombong, pemabuk jadi buah gelak tawa.
    6. Merdu merayu nyanyian para biduan, Melagukan puji-pujian Sri Baginda, Makin deras peminum melepaskan nafsu, Habis lalu waktu, berhenti gelak-gurau.
    Pupuh XCI
    1. Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah, Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan, Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan, Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain.
    2. Disuruh menghadap Baginda, diajak minum bersama, Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi, Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian, Baginda berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu.
    3. Tercengang dan terharu hadirin mendengar swara merdu, Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu, Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis, Resap mengharu kalbu bagai desiran buluh perindu.
    4. Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda berlagu, Bersama Arya Mahadikara mendadak berteriak, Bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng, “Ya!” jawab beliau; segera masuk untuk persiapan.
    5. Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak, Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa, Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyiakan lagu, Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati.
    6. Bubar mereka itu, ketika Sri Baginda keluar, Lagu rayuan Baginda bergetar menghanyutkan rasa, Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah, Resap meremuk rasa merasuk tulang sungsum pendengar,
    7. Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng, Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergas pantas, Keturunan arya, bijak, cerdas, sopan tingkah lakunya, Itulah sebabnya banyolannya selalu tepat kena.
    8. Tari sembilan orang telah dimulai dengan banyolan, Gelak tawa terus-menerus, sampai perut kaku beku, Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu, Tepat mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton.
    9. Silam matahari waktu lingsir, perayaan berakhir, Para pembesar minta diri mencium duli paduka, Katanya: “Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!”, Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana.
    Pupuh XCII
    1. Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita, Terang Baginda sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara, Meskipun masih muda, dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda, Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana.
    2. Terus membumbung ke angkasa kemashuran dan peperwiraan Sri Baginda, Sungguh beliau titisan Batara Girinata untuk menjaga buana, Hilang dosanya orang yang dipandang, dan musnah letanya abdi yang disapa.
    3. Itulah sebabnya keluhuran beliau mashur terpuji di tiga jagad, Semua orang tinggi, sedang, dan rendah menuturkan kata-kata pujian, Serta berdoa agar Baginda tetap subur bagai gunung tempat berlindung, Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi.
    Pupuh XCIII
    1. Semua pendeta dari tanah asing menggubah pujian Baginda, Sang pendeta Budaditya menggubah rangkaian seloka Bogawali, Tempat tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa, Brahmana Sri Mutali Saherdaya menggubah pujian seloka indah.
    2. Begitu pula para pendeta di Jawa, pujangga, sarjana sastra, Bersama-sama merumpaka seloka puja sastra untuk nyanyian, Yang terpenting puja sastra di prasasti, gubahan upapati Sudarma, Berupa kakawin, hanya boleh diperdengarkan di dalam istana.
    Pupuh XCIV
    1. Mendengar pujian para pujanggga pura bergetar mencakar udara, Prapanca bangkit turut memuji Baginda, meski tak akan sampai pura, Maksud pujiannya, agar Baginda gembira jika mendengar gubahannya, Berdoa demi kesejahteraan negara, terutama Baginda dan rakyat.
    2. Tahun Saka gunung gajah budi dan janma (1287) bulan aswina hari purnama, Siaplah kakawin pujaan tentang perjalanan jaya keliling negara, Segenap desa tersusun dalam rangkaian, pantas disebut desawarnana, Dengan maksud, agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat.
    3. Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin menyurat di atas daun lontar, Yang pertama “Tahun Saka”, yang kedua “Lambang” kemudian “Parwasagara”, Berikut yang keempat “Bismacarana”, akhirnya cerita“Sugataparwa”, Lambang dan Tahun Saka masih akan diteruskan, sebab memang belum siap.
    4. Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam menggubah kakawin, Terdorong cinta bakti kepada Baginda, ikut membuat puja sastra, Berupa karya kakawin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa, Apa boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan.
    Pupuh XCV
    1. Nasib badan dihina oleh para bangsawan, canggung tingggal di dusun, Hati gundah kurang senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar … manis, Teman karib dan orang budiman meningggalkan tanpa belas kasihan, Apa gunanya mengenal ajaran kasih, jika tidak diamalkan?.
    2. Karena kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal, Buta, tuli, tak nampak sinar memancar dalam kesedihan, kesepian, Seyogyanya ajaran sang Mahamuni diserapkan bagai pegangan, Mengharapkan kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda.
    3. Segera bertapa brata di lereng gunung, masuk ke dalam hutan, Membuat rumah dan tempat persajian di tempat sepi dan bertapa, Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana, tinggi-tinggi, Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah sejak lama dikenal.
    Pupuh XCVI
    1. Pra panca itu pra lima buah, Cirinya: cakapnya lucu, Pipinya sembab, matanya ngeliyap, Gelaknya terbahak-bahak.
    2. Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru, Bodoh, tak menurut ajaran tutur, Carilah pimpinan yang baik dalam tatwa, Pantasnya ia dipukul berulang kali.
    Pupuh XCVII
    1. Ingin menyamai Mpu Winada, Mengumpulkan harta benda, Akhirnya hidup sengsara, Tapi tetap tinggal tenang.
    2. Winada mengejar jasa, Tanpa ragu wang dibagi, Terus bertapa berata, Mendapat pimpinan hidup.
    3. Sungguh handal dalam yuda, Yudanya belum selesai, Ingin mencapai nirwana, Jadi pahlawan pertapa.
    Pupuh XCVIII
    1. Beratlah bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa, Membalas dengan cinta kasih perbuatan mereka yang senang, Menghina orang-orang yang puas dalam ketenangan dan menjauhkan diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari kesukaan dan kewibawaan dengan harapan akan memperoleh faedah, Segan meniru perbuatan mereka yang dicacat dan dicela di dalam pura.








                          Terakota yang menggambarkan model paseban Majapahit



                               Relief paseban pada reruntuhan Candi Minakjinggo


    Berbicara tentang situasi kota Majapahit, adalah merupakan suatu hal yang menarik, namun membutuhkan suatu pengetahuan yang mendalam tentang kerajaan Majapahit itu sendiri. Pengetahuan mana tidak hanya melulu dari sisi pembacaan teks (prasasti ataupun kakawin), melainkan juga membutuhkan tinjauan lapangan (situs-situs peninggalan yang tersisa) secara langsung. Satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah, perlunya pengetahuan tentang situasi kebatinan masyarakat Majapahit kala itu.

    Tatanan ibu-kota Majapahit  menunjukkan bahwa masyarakat Majapahit pada saat itu telah berpikir modern, walaupun dengan tehnologi yang sederhana., namun hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan selalu dicarikan konsep penyelesaian secara praktis-mekanis. Tradisi pembuatan candi dengan bahan batu andesit yang diwarisi dari kerajaan Singosari, telah diubah sedemikian rupa dengan berbahan dasar batu-bata-merah yang pembuatan serta pencariannya lebih mudah dan praktis. Ukiran realis dengan pahatan yang dalam dan halus telah diperbaiki dengan sistem ekspresionis hampir datar. Manusia Majapahit pada saat itu berusaha untuk selalu berpikir kritis mencari kemudahan untuk hidup dan selalu berusaha untuk tidak mengesampingkan tradisi dari para leluhurnya pula. Sebuah kebijaksanaan hidup yang perlu ditiru generasi saat ini.
    Seluruh temuan yang ada saat ini dapat dihubungkan menjadi satu kesatuan tatanan kota yang cukup mapan. Bahkan Museum Trowulan sekarang yang berada di dekat situs segaran  berdiri di atas situs yang bernama Lapangan Bubat. Beberapa benda temuan kerajaan seperti patung, perhiasan, gerabah, umpak, bagian-bagian candi dan lain-lain telah dipamerkan walau tidak disebutkan di daerah mana benda purbakala tersebut ditemukan. Namun demikian tetap dapat dipahami bahwa Ibukota majapahit adalah wilayah yang sudah tertata rapi.

    Kanal-kanal yang saling berhubungan memiliki dimensi selebar 12 meter sampai 30 meter dengan kedalaman sekitar 4 meter. Penelitian yang dilakukan telah menunjukkan bahwa kanal ini dibatasi oleh pasangan batu bata yang cukup tebal. Posisi kanal sesuai dengan arah kemiringan situs Kolam Segaran yang berupa kolam besar dengan panjang 375 meter dan lebar 175 meter.

    Dekat dengan kolam ini terdapat kolam alami lain yang berbentuk memanjang dan disebut balong dowo, serta kolam lingkaran yang disebut balong bunder. Penemuan berupa saluran air tertutup yang dihubungkan pipa terakota dapat menjelaskan bahwa sistem pengairan pada saat itu telah dibentuk dengan baik, bahkan dapat dikatakan bahwa ibukota Kerajaan Majapahit pada masa lampau adalah kota air. Sistem transporatasi air telah terbentuk yang berhubungan dengan Sungai Brantas, masyarakat mendapat aliran air bening yang disalurkan secara terorganisir, taman-taman tirta yang indah juga terdapat pada beberapa tempat.

    Jaringan jalan Ibukota Majapahit yang dikelilingi kanal besar juga berpola grid. Pemukiman tertata dengan rapi dikelilingi pagar bata dengan halaman berbentuk segi empat. Pepohonan diatur berderet dengan jenis sama secara berkelompok. Terdapat ruang-ruang luar yang difungsikan sebagai taman lapangan terbuka yang diteduhi pohon rindang, taman sari geometris dan taman yang ditengahnya terdapat balai besar. Bangunan umum berupa balai dan gazebo dibuat terbuka tanpa dinding, sedang rumah tinggal berdinding rapat dari bahan kayu atau bambu. Bahan atap dari permukiman Majapahit adalah genteng, di mana pada beberapa bagiannya diberi hiasan berukir. Atap lebih banyak yang berbentuk limasan/perisai dan sebagian lagi berbentuk kampung/pelana.

     
    Pada tahun 1981 keberadaan kanal-kanal dan waduk-waduk di situs Trowulan (peninggalan Majapahit) semakin pasti diketahui melalui studi foto udara yang ditunjang oleh pengamatan di lapangan dengan pendugaan geoelektrik dan geomagnetik. Hasil penelitian kerja sama Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan Ditlinbinjarah, UGM, ITB, dan Lapan itu diketahui bahwa Situs Trowulan berada di ujung kipas aluvial vulkanik yang sangat luas, memiliki permukaan tanah yang landai dan baik sekali bagi tata guna tanah (Karina Arifin, 1983). Waduk-waduk Baureno, Kumitir, Domas, Kraton, Kedungwulan, Temon, dan kolam-kolam buatan seperti Segaran, Balong Dowo, dan Balong Bunder, yang semuanya terdapat di Situs Trowulan, letaknya dekat dengan pangkal kipas aluvial Jatirejo.


    Melalui pengamatan foto udara inframerah, ternyata di Situs Trowulan dan sekitarnya terlihat adanya jalur-jalur yang berpotongan tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan timur-barat. Jalur-jalur yang membujur timur-barat terdiri atas 8 jalur, sedangkan jalur-jalur yang melintang utara-selatan terdiri atas 6 jalur. Selain jalur-jalur yang bersilangan tegak lurus, ditemukan pula dua jalur yang agak menyerong.
    "Berdasarkan uji lapangan pada jalur-jalur dari foto udara, ternyata jalur-jalur tersebut adalah kanal-kanal, sebagian masih ditemukan tembok penguat tepi kanal dari susunan bata," ujar Karina Arifin.


    Lebar kanal-kanal berkisar 35-45 meter. Kanal yang terpendek panjangnya 146 meter, yaitu jalur yang melintang utara-selatan yang terletak di daerah Pesantren, sedangkan kanal yang terpanjang adalah kanal yang berhulu di sebelah timur di daerah Candi Tikus dan berakhir di Kali Gunting (di Dukuh Pandean) di daerah baratnya. Kanal ini panjangnya sekitar 5 kilometer.


    Hal yang menarik, sebagian besar situs-situs di Trowulan dikelilingi oleh kanal-kanal yang saling berpotongan, membentuk sebuah denah segi empat yang luas, dibagi lagi oleh beberapa bidang segi empat yang lebih kecil.



    Kepahaman manusia Majapahit terhadap tradisi dan aturan kasat mata yang dapat memperbaiki nilai kehidupannya membuat kerajaan ini semakin maju dan mencapai puncaknya saat kepemimpinan Prabu Hayamwuruk. Didampingi Mahapatih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit dapat menyatukan Nusantara dengan aliansi kerajaan-kerajaan yang tersebar jauh di luar pulau Jawa. Sepeninggal Prabu Hayamwuruk, ketamakan telah menyebabkan raja-raja selanjutnya menyurutkan binar Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini kemudian mengalami perpecahan mulai tahun  1400 M saat pemerintahan Raja Wikramawardhana, hingga menjelang datangnya penjajah Portugis dan Belanda ke Indonesia. 

    Kembali kepada bentuk-bentuk bangunan masa kerajaan Majapahit, sebenarnya ada beberapa bentuk bangunan yang memiliki ciri khas berbeda. Rumah hunian untuk masyarakat biasa, kebanyakan berdinding kayu dan bambu, sedangkan yang memiliki strata agak tinggi dapat memiliki rumah yang berdinding batu-bata merah.

                                       Rekonstruksi rumah penduduk kerajaan Majapahit


    Situs peninggalan rumah penduduk, di kompleks Museum Trowulan (BP3)

                                                         Relief rumah di Candi Penataran


                                         Rumah penduduk dengan strata ekonomi cukup tinggi

                                   Situs Lantai Segi-enam di daerah Sentono-Rejo (bukti peninggalan)

                                                      Relief Paseban jaman kerajaan Majapahit


                                                              Peninggalan umpak Sentono-Rejo

                                                     Peninggalan umpak Lebak-Jabung

                                    Model-model tiang penyangga paseban/balai pada jaman Majapahit

    Berbeda dengan model rumah penduduk di atas, untuk strata masyarakat yang lebih tinggi, dapat memiliki rumah yang lebih permanen berbahan dasar batu bata dengan lantai yang lebih bagus, terbuat dari bahan terakota berbentuk segi-enam.


    Berkaitan dengan bangunan permanen (berdinding batu-bata) ini, kakawin Negarakertagama menuturkannya di dalam pupuh VIII/5 sebagai berikut : " ...wesmarj(j) ajajar anhapit hawan anulwan i t(e)ngah ika tanjung anjrah as(e)kar ..."  yang artinya : " ...rumah bagus berjajar mengapit jalan ke Barat, disela tanjung berbunga lebat ...."

    Bentuk-bentuk bangunan lainnya adalah berupa paseban yang didirikan di atas umpak-umpak batu, hal mana peninggalan umpak-umpak tersebut masih dapat kita temukan di beberapa tempat dengan lokasi yang terpisah cukup jauh.

    Mengenai balai atau paseban ini kakawin Negarakertagama dalam pupuh VIII/6 menuturkan sebagai berikut : " ...kapwa wwesma subaddha watwan ika len balabag usuknya tan pacacadan ..." yang artinya : " ... semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela ...".

    Di samping bentuk-bentuk bangunan di atas, dalam kakawin Negarakertagama juga disebutkan bangunan berupa panggung-tinggi/panggung-luhur yang lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat (pupuh VIII/2), tempat tinggal wipra-utama tinggi bertingkat, menghadap panggung korban (pupuh VIII/4), panggung tempat berkeliaran para perwira (pupuh VIII/5).



    BANGUNAN TINGGI

    Kakawin Negarakertagama di dalam pupuh VII setidaknya menuturkan 3 (tiga) buah bangunan tinggi yang berada di kawasan kota raja Majapahit

    Yang pertama disebutkan dalam pupuh VIII/2 yang berbunyi : " ...wetan sanding ikarj[j]a panggung aruhur patiga nika binajralepa maputih ..." yang artinya : "Di sebelah Timur : panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat ...".

    Yang kedua disebutkan dalam pupuh VIII/4 yang berbunyi : " ..nggwan sang wipra kidul padhottama susun barat i natar ika batur patawuran .." yang artinya : "Di Selatan tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban ..".

    Yang ketiga disebutkan di dalam pupuh VIII/5 yang berbunyi :" ..ndah kulwan mah[e]let <muwah> kidul i panggung ika baly aneka medran i t[e]pi ..." yang artinya : "Agak jauh di sebelah Barat Daya : panggung tempat berkeliaran para perwira ... ".

    Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada masa keemasannya,  kerajaan Majapahit telah mengenal bentuk-bentuk bangunan tinggi (bertingkat), yang sepertinya (selain sebagai tempat tinggal) juga berfungsi sebagai 'menara jaga' para prajurit kerajaan. Hal ini dapat dipahami, dengan berdasarkan fakta, bahwa ibukota kerajaan Majapahit dalam kurun waktu yang sekian lama (sejak pemerintahan Tribhuwanatunggadewi hingga pemerintahan Dyah Suprabhawa) dapat bertahan dari serangan musuh dan tidak pernah diduduki oleh musuh-musuh kerajaan. Kenyataan ini membuktikan bahwa pusat kota Majapahit memiliki benteng pertahanan yang cukup kuat, salah-satunya adalah dengan memiliki menara-menara tinggi untuk mengintai datangnya musuh, disamping adanya kanal-kanal yang mengelilingi pusat kota-raja tersebut.

    Identifikasi bentuk bangunan tinggi yang sepertinya mendekati model bangunan-tinggi jaman kerajaan Majapahit, hingga saat ini masih dapat kita temukan di kawasan Masjid Agung kota Kudus, yang terkenal dengan Menara Masjid Agung Kudus.






    Demikianlah uraian mengenai bangunan-bangunan tinggi pada jaman kerajaan Majapahit.


    BANGUNAN AIR

    Bangunan air yang ditemukan di masa Majapahit adalah berupa waduk, kanal, kolam-air dan saluran air yang sampai sekarang masih ditemukan sisa-sisanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pemerintah kerajaan Majapahit membuat bangunan air tersebut untuk kepentingan irigasi pertanian dan sarana mengalirkan air sungai ke waduk, penampungan dan penyimpanan air, serta pengendali banjir.
    Hasil penelitian membuktikan terdapat sekitar 20 waduk kuno yang tersebar di dataran sebelah utara daerah Gunung Anjasmoro, Welirang, dan Arjuno. Waduk Baureno, Kumitir, Domas, Temon, Kraton dan Kedung Wulan adalah waduk-waduk yang berhubungan dengan wilayah kota Majapahit yang letaknya diantara Kali Gunting di sebelah barat dan kali Brangkal di sebelah timur. Hanya waduk Kedung Wulan yang tidak ditemukan lagi sisa-sisa bangunannya, baik dari foto udara maupun di lapangan.
    Waduk Baureno adalah waduk terbesar yang terletak 0,5 km dari pertemuan Kali Boro dengan Kali Landean. Bendungannya dikenal dengan sebutan Candi Lima. Tidak jauh dari Candi Lima, gabungan sungai tersebut bersatu dengan Kali Pikatan membentuk Kali Brangkal. Bekas waduk ini sekarang merupakan cekungan alamiah yang ukurannya besar dan dialiri oleh beberapa sungai. Seperti halnya Waduk Baureno, waduk-waduk lainnya sekarang telah rusak dan yang terlihat hanya berupa cekungan alamiah, misalnya Waduk Domas yang terletak di utara Waduk Baureno; Waduk Kumitir (Rawa Kumitir) yang terletak di sebelah barat Waduk Baureno; Waduk Kraton yang terletak di utara Gapura Bajangratu; dan Waduk Temon yang terletak di selatan Waduk Kraton dan di barat daya Waduk Kumitir.
    Disamping waduk-waduk tersebut, di Trowulan (sebagai bekas ibu kota kerajaan Majapahit) terdapat sedikitnya tiga kolam buatan yang letaknya berdekatan, yaitu Kolam Segaran, Balong Bunder dan Balong Dowo. Kolam Segaran memperoleh air dari saluran yang berasal dari Waduk Kraton. Balong Bunder sekarang merupakan rawa yang terletak 250 meter di sebelah selatan Kolam Segaran. Balong Dowo juga merupakan rawa yang terletak 125 meter di sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang diperkuat dengan dinding-dinding tebal di keempat sisinya, sehingga terlihat merupakan bangunan air paling monumental di kota Majapahit.

                                                                         Kolam Segaran

                                                                    Foto udara kanal-kanal Majapahit

                                                                                 Candi Tikus
                                                                               Pipa air jaman Majapahit

                                                Sketsa yang melukiskan kanal sebagai jalur transportasi








    Kolam Segaran pertama kali ditemukan oleh Maclaine Pont pada tahun 1926. Kolam ini berukuran panjang 375 meter dan lebar 175 meter dan dalamnya sekitar 3 meter, membujur arah timurlaut – baratdaya. Dindingnya dibuat dari bata yang direkatkan tanpa bahan perekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat saluran masuk sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder.
    Foto udara yang dibuat pada tahun 1970an di wilayah Trowulan dan sekitarnya memperlihatkan dengan jelas adanya kanal-kanal berupa jalur-jalur yang bersilangan saling tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan barat-timur. Juga terdapat jalur-jalur yang agak menyerong dengan lebar bervariasi, antara 35-45 m atau hanya 12 m, dan bahkan 94 m yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas penduduk masa kini.


         
    Kanal-kanal di daerah pemukiman, berdasarkan pengeboran yang pernah dilakukan memperlihatkan adanya lapisan sedimentasi sedalam empat meter dan pernah ditemukan susunan bata setinggi 2,5 meter yang memberi kesan bahwa dahulu kanal-kanal tersebut diberi tanggul, seperti di tepi kanal yang terletak di daerah Kedaton yang lebarnya 26 meter diberi tanggul. Kanal-kanal itu ada yang ujungnya berakhir di Waduk Temon dan Kali Gunting, dan sekurang-kurangnya tiga kanal berakhir di Kali Kepiting, di selatan Kota Majapahit. Kanal-kanal yang cukup lebar menimbulkan dugaan bahwa fungsinya bukan sekedar untuk mengairi sawah (irigasi), tetapi mungkin juga untuk sarana transportasi yang dapat dilalui oleh perahu kecil.
    Kanal, waduk dan kolam buatan ini didukung pula oleh saluran-saluran air yang lebih kecil yang merupakan bagian dari sistem jaringan air di Majapahit. Di wilayah Trowulan gorong-gorong yang dibangun dari bata sering ditemukan ukurannya cukup besar, memungkinkan orang dewasa untuk masuk ke dalamnya. Candi Tikus yang merupakan pemandian (petirtaan) misalnya, mempunyai gorong-gorong yang besar untuk menyalurkan airnya ke dalam dan ke luar candi. Selain gorong-gorong atau saluran bawah tanah, banyak pula ditemukan saluran terbuka untuk mengairi sawah-sawah, serta temuan pipa-pipa terakota yang kemungkinan besar digunakan untuk menyalurkan air ke rumah-rumah, serta selokan-selokan dari susunan bata di antara sisa-sisa rumah-rumah kuno. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sanitasi dan pengendalian air.





    Melihat banyak dan besarnya bangunan-bangunan air dapat diperkirakan bahwa pembangunan dan pemeliharaannya membutuhkan suatu sistem organisasi yang teratur. Hal ini terbukti dari pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki yang memungkinkan mereka mampu mengendalikan banjir dan menjadikan pusat kota terlindungi serta aman dihuni.
    Sampai sekarang, baik dari prasasti maupun naskah kuno (ex. Negarakertagama), tidak diperoleh keterangan yang mendalam mengenai kapan waduk dan kanal-kanal tersebut dibangun serta berapa lama berfungsinya. Rusaknya bangunan-bangunan air tersebut mungkin diawali oleh letusan Gunung Anjasmoro pada tahun 1451 M yang membawa lapisan lahar tebal yang membobol Waduk Baureno dan merusak sistem jaringan air yang ada. Candi Tikus yang letaknya diantara Waduk Kumitir dan Waduk Kraton bahkan seluruhnya pernah tertutup oleh lahar.
        
    Keadaan kerajaan yang kacau karena perebutan kekuasaan (setelah Dyah Hayam Wuruk wafat), ditambah dengan munculnya kekuasaan baru di daerah pesisir, menyebabkan kerusakan bangunan air ini tidak dapat diperbaiki seperti sediakala. Erosi dan banjir yang terus menerus terjadi mengakibatkan daerah ini menjadi tidak layak huni dan perlahan-lahan ditinggalkan oleh penghuninya.




    Kakawin Negarakertagama hanya melukiskan sepintas perihal kanal-kanal Majapahit ini, yaitu sebagaimana yang dituturkan di dalam pupuh VIII/1 seperti berikut :  " ...kulwan <ri> dwurawaktra mangharpak<e>n lebuh ageng i t<e>ngah way edran adalem ..." yang artinya "...pintu Barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit ...". Kiranya kata parit dapat kita identifikasikan dengan bangunan kanal-kanal yang mengitari kota Majapahit waktu itu. 

    BALAI AGUNG MANGUNTUR

    Penuturan kitab Negarakertagama tentang Balai Agung Manguntur ini dapat ditemukan di dalam pupuh VIII/3 yang berbunyi : "...alwagimbar ikang wanguntur <i haturd[d]isi> watangan ika witana ri t(e)ngah ..." yang artinya : " ... Balai Agung Manguntur dengan Balai Witana di tengah, menghadap padang watangan yang meluas ke empat arah ...".
    Selanjutnya di dalam pupuh XI/1 menyebutkan : " ... na lwir sang mark ing witana pinake dalem inapi rinangga sobhita ..."  yang artinya : "... itulah penghadap Balai Witana, tempat tahta yang terhias serba bergas ...".

    Dari uraian kedua pupuh ini dapatlah kiranya ditarik suatu kesimpulan yaitu, tahta kerajaan Majapahit terletak di sebuah balai yang disebut dengan Balai Witana, yang letaknya tepat di tengah-tengah Balai Agung Manguntur yang menghadap ke padang watangan (yang luas, meluas keempat arah).

    Seperti apakah bentuk Balai Agung Manguntur dengan Balai Witana tersebut ? Mungkin identifikasi yang mirip dengan uraian kitab Negarakertagama tersebut adalah seperti bentuk Bangsal Siti Hinggil Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


    Bangsal Siti Hinggil Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

    Selanjutnya, perihal tiang-tiang penyangga bangunan ini Negarakertagama di dalam pupuh XI/2 menuturkan : " ... sakweh ning grha nora tan pasaka mokir-ukiran ap(e)ned winarn[n]ana ..." artinya : " .. semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni ...".

    Foto-foto di bawah ini menunjukkan bentuk-bentuk tiang penyangga berukir sebagaimana yang disebutkan dalam pupuh tersebut di atas.
     
     

    Rekonstruksi pilar/tiang penyangga







    BANGUNAN PINTU GERBANG

    Kakawin Negarakertagama setidaknya menuturkan tiga buah bangunan pintu gerbang kota, yaitu  :

    Pertama, dalam pupuh VIII/1 yang berbunyi : " ..kulwan <ri> dwurawaktra mangharpak<e>n lebuh ageng i t<e>ngah way edran adalem ...", yang artinya : " ... pintu Barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit ..".

    Kedua, dalam pupuh VIII/2 yang berbunyi : " ..lor t[t]ang gopura sobhitabhinawa konten ika w(e)si rinupakaparimita ....", yang artinya : " ... di sebelah Utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir ...".

    Ketiga, dalam pupuh VIII/6 yang berbunyi : " ...ri jronyeki muwah <pasewan i kidul> dudug angusi wijil kapingrwa ri dalem ...", yang artinya : " .. di dalam, di Selatan ada lagi paseban, memanjang ke pintu keluar pura yang kedua ...".

    Pada kenyataannya, bila kita perhatikan fakta di lapangan, kiranya terdapat 2 (dua) model gerbang kota Majapahit, yang dibedakan menjadi tipe candi bentar dan tipe paduraksa.

    Candi Wringin-Lawang, sebagai salah satu model gerbang kota Majapahit, termasuk ke dalam golongan candi bentar. Bentuk candi bentar itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu bentuk gapura-belah tanpa atap. Foto di bawah ini menunjukkan bentuk uraian di atas.


    Candi Wringin Lawang

    Selanjutnya, Candi Bajang Ratu, menunjukkan model gerbang kota Majapahit yang termasuk ke dalam golongan tipe paduraksa. Tipe paduraksa sendiri  merupakan bentuk gerbang yang berupa gapura tunggal beratap. Foto di bawah ini menunjukkan bentuk bangunan tersebut.


    Candi Bajang Ratu, sebelum di restorasi

    Selanjutnya, bila kita perhatikan keterangan pupuh VIII/2 yang menceritakan tentang gapura permai dengan pintu besi penuh berukir  yang terletak di sebelah Utara kompleks kota Majapahit, maupun keterangan pupuh VIII/1 yang menceritakan tentang pintu Barat yang bernama Pura Waktra, hingga saat ini masih sulit diidentifikasikan. Hal ini disebabkan karena selain bekas-bekasnya tidak lagi dapat diketemukan,  batas-batas kota Majapahit-pun masih sulit untuk ditentukan.

    Sekedar wawasan untuk kita adalah : Gapura di sebelah Utara memiliki pintu besi yang penuh dengan ukir-ukiran (tidak dijelaskan bagaimana bentuk ukirannya). Kemungkinan identifikasi yang mirip dengan uraian gapura di sebelah Utara tersebut adalah seperti gambar-gambar di bawah ini.






    Selanjutnya, pintu Barat yang bernama Pura Waktra memiliki ciri-ciri menghadap ke lapangan luas bersabuk parit, pohoh brahmastana (beringin) berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam, dan merupakan tempat para tanda (prajurit) terus menerus meronda jaga paseban. Dari uraian tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Pura Waktra ini merupakan sebuah pintu gerbang utama, karena selalu dijaga prajurit (tanda) dan di sekitarnya terdapat sebuah paseban (balai).



    Demikianlah sekedar gambaran mengenai bentuk-bentuk pintu gerbang kota Majapahit.

    baca selengkapnya dan dapat simpan di file anda dalam bentuk pdf, baca disini


  • GREAT MAJAPAHIT




  •  

    diposkan oleh : PAGUYUBAN PAKOEBOEWONO
    http://pakoeboewono.blogspot.com