Simbul -simbul
di KaratonSurakarta
Simbol dan Filosofi Laksana
Radya Laksana sebagai lambang atau simbol Karaton Surakarta memiliki makna simbolis dan makna filosofis dalam kehidupan Karaton khususnya dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Kedua makna itu akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
1. Makna Simbolis
Radya memiliki makna historis. Makna Historis yaitu makna yang berhubungan dengan sejarah, dalam hal ini asal usul raja mulai dari Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana I. Sejarah raja merupakan silsilah yang tercermin dalam lingkaran bulat telur. Gambar paku dan bumi menunjukkan nama Paku Buwana, yaitu Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana I. Nama tersebut kemudian dipakai sebagai nama raja-raja yang memerintah Karaton Surakarta dan Sinuhun Paku Buwana I hingga Paku Buwana XII
Gambar Surya (matahari) mengisyaratkan nama R.M.G. Sasangka, yang kemudian bernama Panembahan Purbaya. Kemudian gambar bintang, dalam bahasa Jawa disebut Kartika atau Sudama, mengisyaratkan nama R.M.G. Sudama yang kemudian bergelar Pangeran Balitar. Makna historis tersebut selengkapnya dapat diperiksa pada Bagan Silsilah.
Radya Laksana di samping makna utamanya sebagai Silsilah Karaton Surakarta juga memiliki makna sebagai penanda identitas dan penanda estis.
Radya Laksana sebagai penanda identitas maksudnya sebagai identitas Karabat Karaton Surakarta. Adapun yang termasuk kerabat Karaton yaitu :
1. Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangdjeng Susuhunan Paku Buwana
2. Para putra-putri dalem, wayah dalem, dan sentana dalem.
3. Tedhak turun dalem dan abdi dalem.
4. Kawula hangedhep yaitu masyarakat yang berkleblat ke Karaton Surakarta.
Bagi Kerabat Karaton Surakarta tersebut tentu mengenal Radya laksana yang merupakan penanda identitas kerabat karaton.
Radya Laksana dalam bentuk lencana sering dipasang di baju sebelah kiri, menjadi motif batik, sebagai vandel yang dipasang di rumah atau sebagai relief yang dipasang di gapura karaton. Dalam hal yang demikian Radya Laksana di smaping memiliki fungsi sebagai simbol identitas juga sebagai simbol estetika atau keindahan.
2. Makna Filosofis
Radya Laksana memiliki makna filosofis yang berupa ajaran tentang kenegaraan dan kehidupan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Makutha (mahkota)
Sebagai simbol raja dan sebagai simbol kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, siapa saja yang memakai atau menerima gambar mahkota selayaknya berjiwa budaya Jawa. Dalam arti bahwa jiwa budaya Jawa memberi tuntunan, budaya sebagai uwoh pangolahing budi secara lahir dan batin berdasarkan budi luhur dan keutamaan. Pakarti lahir harus seiring dengan pakarti batin, hal yang demikian mencerminkan adanya sifat keharmonisan dalam budaya Jawa.
b. Warna merah dan kuning
Dalam budaya Jawa merah dan kuning merupakan simbol kasepuhan (yang dianggap tua). Sifat kasepuhan ini terlihat dalam bentuk lahir dan batin, yang mencerminkan sabar, tidak terburu nafsu dan sejenisnya. Hal ini memiliki makna filosofis bahwa seseorag raja harus memiliki jiwa kasepuhan.
c. Warna biru muda
Dasar warna biru muda dan putih. Warna biru dan putih membawa watak menolak perbuatan yang tidak baik. Warna biru muda merupakan simbol angkasa atau langit, merupakan simbol orang yang berwatak luas pandangannya dan juga pemberi maaf.
d. Surya (matahari)
Surya atau matahari merupakan sumber kekuatan dan sumber penerangan dan hidup, yang akan menjadikan dunia tegak penuh dengan sinar penerang dan hidup. Hal ini merupakan simbol bahwa orang yaang berjiwa budaya harus dapat menanamkan kekuatan dan dapat memancarkan sinar kehidupan dengan tidak mengharapkan imbalan. Surya menjadi sarana kehidupan bumi.
e. Candra/sasangka (Bulan)
Bulan merupakan sumber penerangan di malam hari tanpa menimbulkan panas, tetapi teduh, memberi cahaya kepada siapapun dan apapun tanpa kecuali. Hal yang demikian memiliki makna bahwa jiwa budaya harus didasari watak pemberi dan memancarkan penerangan yang tidak menyebabkan silau tetapi memancarkan kelembutan dan kedamaian. Candra menjadi sarana daya rasa (batin) bagi kehidupan di bumi.
f. Kartika (bintang)
Kartika atau bintang memiliki sifat memancarkan sinar, hanya kelihatan gemerlap di sela-sela kegelapan malam. Hal ini memiliki ajaran bahwa raja atau seseorang agar dapat memberikan penerangan kepada siapapun yang sedang dalam kegelapan. Makna itu juga mengingatkan kepada kita bahwa masalh gelap dan terang dalam kehidupan ini silih berganti. Kartika menjadi sarana dan daya menambah teduhnya kehidupan di bumi.
g. Bumi (bumi)
Secara lahiriah bumu merupakan tempat kehidupan dan juga tempat berakhirnya kehidupan. Bumi atau jagad melambangkan bahwa manusia (mikrokosmos) yang memiliki jagad besar ( makrokosmos). Di sini sebagai kiasan atau pasemon adanya kesatuan jagad kecil dan jagad besar. Bumi atau jagading manungsa berada dalam hati. Oleh kerena itu manusia agar dapat menguasai keadaan, harus dapat menaytukan diri dengan dunia besar. Dalam Kejawen disebut Manunggaling Kawula-Gusti. Sifat bumi adalah momot dan kamet; dapat menampung dan menerima yang gumelar (ada). Bumi sebagai lambang welas asih, dapat anyrambahi sakabehe.
h. Paku
Paku sebagai kiasan atau pasemon agar selalu kuat. Hal ini mengandung ajaran bahwa kehidupan di bumi bisa kuat, sentosa harus didasari jiwa yang kuat, tidak mudah goyah, atas dasar satu kekuatan yang maha besar dari Tuhan YME, yang menjadi pegangan bagi manusia yang hidup di bumi
i. Kapas dan padi
Kapas dan padi melambangkan sandang pangan yakni kebutuhan lahir dalam kehidupan manusia. Sandang dinomorsatukan atau didahulukan, sedang pangan donomor duakan atau dikemudiankan. Hal yang demikian mengandung ajaran bahwa sandang berhubungan dengan kesusilaan dan diutamakan, sedangkan pangan berhubungan dengan lahiriah dinomorduakan. Oleh karena itu manusia hendaknya mengutamakan kesusilaan daripada masalah pangan. Kehidupan manusia di bumi tidak dapat lepas dari kebutuhan-kebutuhan duniawi.
j. Pita merah putih
Pita merah putih sebagai kiasan bahwa manusia terjadi dengan perantara ibu-bapak (ibu bumi bapa kuasa). Merah melambangkan ibu, sedangkan putih melambangkan bapak. Oleh karena itu, manusia hendaknya selalau ingat kepada ibu-bapak, yang tercermin dalam ungkapan : mikul dhuwur mendhem jero maksudnya sebagai anak harus dapat mengharumkan nama orangtua dan dapat menghapuskan kejelekan nama orang tua. Juga dapat diartikan laki-laki dan perempuan sebagai lambang persatuan. Untuk mencapai tujuan harus dilandasi semangat persatuan (antara Gusti dan Kawula)
RADYA LAKSANA INTI KEBUDAYAAN KARATON SURAKARTA
Inti kebudayaan Karaton Surakarta berupa gagasan, hasil olah (kerja) pikir dan batin manusia berupa perilaku hidup menyembah kepada tuhan YME dan perilaku hidup sosial budaya (hubungan dengan sesama): Nilai yang terkandung di dalamnya diwariskan pelestariannya dari generasi ke generasi, melalui proses seleksi nilai tersebut menurut lintasan perjalanan sejarah. Sri Radya Laksana adalah wujud dan gambaran inti kebudayaan Karaton Surakarta. Arti harafiahnya adalah perilaku lahir dan batin untuk menjunjung tinggi negara. Unsurnya terdiri dari ratu (raja), putra sentana, abdi dalem (punggawa), kawula (rakyat) fisik bangunan karaton, pemerintahan, wilayah dan kelompok tetua (pendahulu) yang dihormati.
Lambang Karaton Surakarta menggambarkan isi dan makna Sri Radya Laksana – inti kebudayaan karaton. Inti nilai ajaran budaya karaton dapat dipelajari dan dipahami dari sini, karena Budaya Karaton Surakarta merupakan sumber Budaya Jawa yang besar. Deskripsi simbol dan sumber budaya ini secara menyeluruh dan singkat dapat memungkinkan masyarakat pengunjung memahami makna budaya karaton dan orientasi nilai budaya yang dianut dan dikembangkannya.
Wujud Radya Laksana
Radya Laksana berwujud gambar, Relief, atau lencana yang berbentuk bulat telur (oval). Dalam wujud gambar, apabila Radya Laksana dilukiskan dalam bentuk vandel, motif pada kain, atau pakaian, stiker, dan yang sejenis. Dalam wujud relief apabila Radya Laksana menjadi bagian dari suatu gapura, bangunan dan sebagainya. Kemudian Radya Laksana dalam bentuk lencana apabila bagian dalam tata busana menurut adat Karaton Surakarta, yaitu yang dipasang disebelah kiri pada pakaian, misalnya pada pakaian umum, beskap, atelah dan sejenisnya
Dalam gambar, atau relief tersebut terdapat unsur-unsur gambar sebagai berikut :
a. Gambar/relief Makutha ‘mahkota’, yang terdapat pada bagian atas.
b. Warna merah dan kuning. Warna tersebut terdapat pada mahkota, sedangkan kuning terdapat pada warna bulan, bintang, metahari, dan bumi.
c. Warna biru muda
d. Warna biru ini merupakan warna dasar dari bentuk bulat tersebut.
e. Gambar/relief surya (matahari)
f. Gambar/relief sasangka atau candra (bulan)
g. Gambar/relief sudama (bintang)
h. Gambar/relief bumi atu jagad (dunia)
i. Gambar/relief paku (paku) yang menancap pada gambar bumi.
j. Gambar/relief kapas lan pari (kapas dan padi)
k. Gambar/relief pita abang putih (pita merah putih)
3. Makna Konsep Radya Laksana
Radya Laksana merupakan lambang Karaton Surakarta Hadingingrat,lambang tersebut merupakan Yasan atau karya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana X, berdasarkan relief gambar kuno yang merupakan lambang Kerajaan Jawa kuno yang terdapat di ats Regol atau Kori Sri Manganti.
Istilah Radya Laksana terdiri atas dua kata yaitu Radya dan Laksana. Kedua kata itu di dalam Baoesastra Djawa (1939, hal:515 dan 257) dijelaskan sebagai berikut:
a. Radya (S) KW = Kradjan
b. Laksana I (S) KW : Tjiri, tenger, pratanda, ngalamat.
II KW Kabegjan /lakoe
Terjemahan :
a. Radya (Sansekerta) Kawi : Kerajaan
b. Laksana I (Sansekerta) : 1. Ciri, tanda, pertanda 1. Keberuntungan 2. Jala
Sehubungan dengan makna kedua kata tersebut, maka secara harafiah Radya Laksana berarti : ciri kerajaan, tanda kerajaan, atau jalan kerajaan. Radya Laksana sebagai lambang Karaton Surakarta :; kata Radya dapat berarti negara dalam pengertian Karaton Surakarta, sedangkan Laksana tetap berarti jalan. Oleh karena itu, Radya Laksana dapat diartikan Jalan Negara dalam arti konsep-konsep untuk menjalankan negara yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat.
Selain secara harafiah, Radya Laksana memiliki makna sebagai ajaran dan patokan bagi siapapun yang memiliki watak Jiwa Ratu, Jiwa Santana, Jiwa Abdidalem, dan Kawuladalem yang berklebat ke Karaton yang berdasarkan pada Jiwa Budaya Jawa. Radya adalah negara. Yang disebut negara adalah bersatunya Ratu, putra Santana, Abdi dalem, kawula bangunan karaton, pemerintahan, daerah dan Pepundhen (segala sesuatu yang dihormati). Adapun Laksana berarti tindakan. Tindakan yang didasarkan pada Lahir dan Batin. Tindakan dalam bentuk batiniah harus dapat tercermin dalam wujud tindakan lahiriah.
0 comments:
Post a Comment