Friday, April 13, 2012

MELURUSKAN ARTIKEL YANG PERNAH DIBUAT DAN DITERBITKAN OLEH AYAH SAYA (ALMARHUM) RM.SOEGIYO ZALDY ZORRO DARSITA,BC.HK ALIAS KPH.POERBODININGRAT :

KISAH KELUARGA YANG SELALU BERBAKTI PADA TANAH AIRNYA:

 

I. BAKTI PADA TANAH AIRNYA KERATON SOERAKARTA
1. PANGERAN ARIO POERBODININGRAT : MASA KECIL HINGGA DEWASA SERTA LANGKAH MENITI KARIER


Langit diatas kota Surakarta cerah pada waktu itu tepat di hari Ahad/ Minggu Pon, 17 Agustus 1851 atau 18 Sawal 1779 Tahun ALIP Windu KUNTARA Wuku JULUNGWANGI atau 19 Syawal 1267H pada jam setengah tujuh sore hari (yang nantinya Beliau wafat pada Sabtu Pahing 7 Desember 1940, 6 Dulkangidah 1871 Tahun Dal Windu Adi Wuku Marakeh,7 Zulkaidah 1359 H) , terdengar tangis bocah kecil yang kelak akan bernama Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat,di dalam kompleks cepuri Karaton Soerakarta di kala itu, Bapak dari bocah kecil itu sedang berjuang untuk meraih tahta kerajaan Karaton Soerakarta (suksesi),yang kala itu kerajaan Karaton Soerakarta masih dipegang oleh pamannya yaitu Sahandhap Sampejandalem Ingkang Sinoehoen Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono VIII, waktu itu banyak kandidat calon pengganti raja diantaranya adik dari Pakoe Boewono VIII. Di saat ketegangan suksesi memuncak lahirlah bocah kecil bernama Bandoro Raden Mas Abadi yang kelak bernama Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat yang lahir dari Raden Dojoasmoro (yang nama sebenarnya adalah Raden Adjeng Koesnijah cucu Pakoe Boewono VIII) dengan Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Praboewidjojo (yang kelak bernama Sahandhap Sampejandalem Ingkang Sinoehoen Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono IX). Tangisan bayi kecil Bandoro Raden Mas Abadi membuat hati para dayang-dayang dan seisi istana gembira dan bersuka cita. Lahirnya Bandoro Raden Mas Abadi ini begitu sangat menghibur hati Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Praboewidjojo yang kala itu sedang resah dan gundah hatinya.



Begitu banyak cerita yang menarik tentang Bandoro Raden Mas Abadi diantaranya : beliau pada umur dua tahun begitu sangat aktif dan tidak bisa diam, dayang pengasuhnya sampai kewalahan mengasuhnya setiap benda yang ada didekatnya selalu dilemparkan ke orang-orang didekatnya. Beranjak umur tiga tahun beliau sudah nampak kecerdasannya, beliau sudah bisa membuat mainan sendiri dari bahan-bahan disekitarnya. Beranjak umur enam tahun Bandoro Raden Mas Abadi gemar menulis dan membaca, kegemarannya itu berlanjut samapai beliau tua dan beliau pun bisa membuat lukisan dan batik meskipun belum begitu sempurna membatiknya, teman bermain beliau adalah anak dari Tuan Godlip paman suami dari bibinya. Beranjak umur sebelas tahun Bandoro Raden Mas Abadi gemar melihat,mengamati dan belajar dari tukang besi,empu,tukang pembuat wayang dari kulit,tukang pengasah batu mulia,tukang pembuat perhiasan dari emas,tukang pembuat gamelan,guru karawitan,guru tari,guru silat dan olah kesaktian,guru keprajuritan,guru intelejen,pujangga,dan guru ketatanegaraan, dan lain-lain samapai-sampai tidak ada yang tidak beliau pelajari, dan semua yang beliau pelajari dapat beliau cerna dan pahami.


Pada tanggal 30 Desember 1861 (yang bertepatan pada hari Senin Legi, 30 Desember 1861,26 Jumadilakhir 1790 Tahun JE Windu SANGARA Wuku SUNGSANG, 27 Jumadilakhir 1278H) Bapak beliau yaitu Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Praboewidjojo diangkat menjadi Raja di Karaton Soerakarta Hadiningrat yang selanjutnya bergelar Sahandhap Sampejandalem Ingkang Sinoehoen Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono IX, sehingga beliau Bandoro Raden Mas Abadi pun mendapat penganugerahan dari Pakoe Boewono IX dengan gelar Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat atau lebih dikenal dikalangan Eropa dengan nama Pangeran Hario Poerbodiningrat. Sewaktu beliau berumur dua belas tahun beliau disuruh Pakoe Boewono IX menemani dalam lawatan Sinuwun ke Eropa, dan di setiap menemani Sinuwun ke Eropa beliau selalu menyempatkan diri membeli buku-buku pengetahuan, ataupun membaca buku di perpustakaan serta melihat,mengamati dan mempelajari di laboratorium. Saat umur dua belas tahun itu pun beliau mendapatkan rekomendasi belajar ke A.M.S (Algemeene Midelbaare School), karena beliau nampak kepandaiannya, beliau menempuh sekolah itu hanya dalam waktu dua tahun, beliau juga disayangi dan disukai guru-guru beliau, hingga Hooge Meester (Kepala Sekolah A.M.S) merekomendasikan untuk beliau melanjutkan kuliah ke Leiden (kuliah dibidang militer), namun selain kuliah di bidang militer beliau juga mempelajari bidang-bidang keilmuan yang lainnya melalui teman-teman sekuliahnya. Lama kuliah beliau lima tahun, setelah bernajak umur tujuh belas tahun beliau lulus dari kuliah beliau. Selama beliau kuliah di Leiden, beliau sering memanggil dan menyuruh para abdidalem untuk mengamati perkembangan yang ada di dalam Keraton Soerakarta selama beliau kuliah.

Beranjak umur delapan belas tahun beliau pulang ke tanah air beliau, dan langsung menghadap Bapak beliau yaitu Sinuwun Pakoe Boewono IX sampai-sampai bahagia perasaan Sinuwun kala itu menemui anak beliau pulang dari kuliah. Namun kala itu tanah air beliau , sedang mengalami banyak pergolakan politik yang dilancarkan oleh beberapa pihak atau kelompok yang terkenal dengan “ begal,kecu,maling, dan gedhor “ (= yaitu sejenis pencurian dan perampokan dan tak ketinggalan pula disertai pembunuhan), hal ini terjadi karena adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh para tuan tanah dan pemodal yang memeras tenaga para pekerja dan mengupahnya dengan sangat murah, namun harga-harga kebutuhan pokok sangat mahal dan tidak terjangkau rakyat, dan banyak kelaparan disana sini). Maka dari itu beliau diperintahkan oleh Sinuwun untuk belajar ke Belanda di bidang intelejen sampai beliau berumur dua puluh lima tahun. Dan setelah beliau berumur dua puluh enam tahun, beliau ditugaskan dibidang militer dengan pangkat Luitenan Kolonel (Overste) dan juga diberi gelar oleh Sinuwun dengan pemberian nama Pangeran Ario Poerwodiningrat dan saat itu juga beliau membeli dari seorang belanda rumah yang sekarang berada di jl.suryo no.20 Kel.Purwodiningrat Jebres Surakarta (yang mulai th.1948-1949 disrobot oleh R.Wongsopandoyo (yang termasuk kelompok merah sepanjang bengawan solo dan diduga dia berasal dari sekitar Klaten, terindikasi termasuk gerombolan perampok dan pembunuh,sekarang ini rumah Pangeran Ario Poerbodiningrat atau Pangeran Ario Poerwodiningrat yang telah disrobot R.Wongsopandoyo, sekarang ditempati keturunannya yang bernama R.Wakidjo (yang sekarang berubah kepemilikan menjadi terpecah dalam ; RVO (Regleement Vereineging Ordonantie),Perceel 280 (yang berubah menjadi SHM No.349 atas nama R.Wakidjo), dan Perceel 228 (yang berubah menjadi SHM No.350 atas nama R.Wakidjo), pensertifikatannya tidak diketahui ahli waris maupun juga Kraton, hal ini mungkin akan berakibat cacat hukum atau batal demi hukum), lihat foto dibawah ini). 
Gambar: foto keluarga R.Wakidjo keturunannya Wongsopandojo yang menyrobot rumah dan tanah R.Koesen B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat di Jl.Surya No.20 Poerwodiningratan Surakarta (foto didapat penulis dari



Beliau bertugas mengawasi gerak-gerik pergolakan politik dan meredamnya, diantaranya aksi pencurian dan pembunuhan yang terjadi di Juwiring Klaten, perampokan dan pembunuhan di Tegalgondo Klaten, perampokan dan pembunuhan di Gondang Sragen, dan lain-lain masih banyak lagi। Hingga beliau umur tiga puluh tahun, beliau mengabdi pada tanah airnya dibidang militer dan kepolisian।

Seiring dengan beliau bertugas kemiliteran dan kepolisian, beliau juga berbisnis diantaranya : usaha batik, batu mulia, perhiasan dari logam mulia, meubel, dan lain-lain, yang menjadi komoditi eksport beliau, dalam hal ini beliau bekerjasama dengan keluarga Tuan Godlip (keluarga bangsawan dari Jerman), selain itu beliau mendapat pengakuan dari Karaton Soerakarta Hadiningrat, bahwa beliau mempunyai semua harta dan bahwa itu benar-benar milik beliau pribadi, karena keahlian beliau dalam berdagang dan berkarya, sehingga Sinuwun Pakoe Boewono IX memerintahkan pada Patih Kangdjeng Raden Adipati Sosrodiningrat menegaskannya dalam Soerat Pikoekoeh No.204 (yang dikeluarkan pada Jum'at Pahing, 2 September 1881,8 Sawal 1810 Tahun JIMAKIR Windu ADI Wuku PAHANG,7 Syawal 1298H). Mulai dari beliau berumur kurang lebih dua puluh tahun beliau selalu mempraktekkan apa saja ang pernah beliau pelajari di bangku kuliah maupun dari para guru dan empu, diantaranya membuat alat-alat eksplorasi,membuat usaha-usaha batik beraneka ragam,membuat usaha-usaha meubelair,membuat usaha-usaha pembuatan gamelan, membuat usaha-saha pembuatan wayang kulit,membuat usaha-usaha pembuatan mesiu,membuat beraneka ragam gending-gending jawa, membuat beraneka ragam tari-tarian,membuat tata praja modern, mengaudit keuangan, membuat usaha-usaha batu mulia, membuat usaha-usaha pembuatn besi mulia dan di eksport ke Negara-negara di Eropa, dan usaha-usaha lainnya. Selain itu beliau juga berbisnis dengan keluarga Tuan Godlip, yaitu berupa bisnis pembuatan perhiasan dari batu mulia, dan logam mulia, dan juga berbisnis pemurnian logam mulia yang dibutuhkan di sekitar Eropa dan Amerika, serta melayani pula alat-alat dibidang moneter dan perbankan, selain itu beliau dipercaya sebagai staf ahli pada salah satu bank terkenal di Eropa. Selain itu beliau juga sangat suka turun ke desa, disertai tirakat dan bertapa, dalam perjalanan beliau selalu disertai para abdidalem prajurit yang setia dan patuh pada beliau. Dalam perjalanan beliau turun ke desa, tak lupa beliau dan para abdidalem prajurit juga mengajarkan ilmu silat dan olah kesaktian, dan setelah beliau mengajarkannya lantas beliau memuridkan pemuda-pemuda desa sehingga terbentuklah padepokan bela diri disetiap desa yang beliau lalui.
Pada waktu beliau berumur tiga puluh tahun, beliau ditugasi oleh Sinuwun menjabat sebagai Pejabat Bagian Bea dan Cukai di Pelabuhan Soerabaia., yang ditugaskan oleh Sinuwun mengawasi kapal barang yang keluar masuk pelabuhan disamping itu beliau juga ditugasi memperbaiki sistem manajemennya.

Waktu beliau berumur empat puluh tahun, beliau menikah dengan Raden Adjeng Soemasti putri dari Kangdjeng Pangeran Hario Hadiwijaja putra Mangkoenagoro IV (= beliau adalah istri permaisuri/padmi/sah BKPH.Kol.Poerbodiningrat/RM.Koesen (karena baru dewasa ini bermunculan yang mengaku anak keturunan BKPH.Kol.Poerbodiningrat/RM.Koesen dari istri selir/tidak sah). Meskipun beliau menikah namun, lama beliau mempunyai anak, beliau mempunyai anak setelah beliau berumur lima puluh tahun. Anak yang terlahir sewaktu beliau berumur lima puluh tahun ialah seorang putri bernama Bandoro Raden Adjeng Bandiyah atau sering disebut dengan nama Raden Adjeng Soetarmi, dikarenakan beliau merasa tidak tenang setelah peristiwa suksesi di Karaton Soerakarta mulai tahun 1880 hingga 1893. Setelah meredanya gelombang suksesi di Karaton Soerakarta mereda yaitu setelah adik beliau menang suksesi dan bergelar Sahandhap Sampejandalem Ingkang Sinoehoen Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono X, beliau ditugaskan juga menjabat sebagai Pejabat Bagian Bea dan Cukai di Pelabuhan Semarang selain juga sebagai Pajabat Bagian Bea dan Cukai di Pelabuhan Soerabaia. Di Semarang beliau membuat lapangan pekerjaan yaitu berupa CV dan NV bersama-sama dengan teman kuliahnya. Saat beliau berumur lima puluh tahun, beliau juga membuka lapangan kerja yatiu berupa CV dan NV yang ergerak dibidang eksport –import tanaman hias dan bunga-bungaan.


Tepat beliau berumur lima puluh tahun, beliau pulang ke Karaton Soerakarta ikut menyaksikan bahwa anak/putri beliau bernama Bandoro Raden Adjeng Bandiah atau Raden Adjeng Soetarmi mendapat pengakuan dari Karaton Soerakarta Hadiningrat, bahwa anak/putri beliau tersebut mempunyai semua harta dan bahwa itu benar-benar milik dari beliau pribadi dan anak/putri beliau tersebut sebagai penerusnya, karena keahlian beliau dalam berdagang dan berkarya, sehingga Sinuwun Pakoe Boewono X memerintahkan pada Patih Kangdjeng Raden Adipati Sosrodiningrat menegaskannya dalam Soerat Pikoekoeh No.10 (yang diterbitkan pada Minggu Wage 17 Juni 1900,18 Sapar 1830Tahun Je Windu Sancaya Wuku Warigalit,18 Safar 1318 H) 

B.R.Ay. Bandiyah Soetarmi Prodjokoesoemo putri RM.KOESEN


2. PANGERAN ARIO POERBODININGRAT : SEMASA SUKSESI

Mengulang lagi kisah beliau Pangeran Ario Poerbodiningrat saat berumur empat puluh tiga tahun, tepatnya pada tanggal 1 Januari 1893 (yang bertepatan pada hari Minggu Legi, 1 Januari 1893,12 Jumadilakhir 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku WARIGAGUNG, 12 Jumadilakhir 1310H), ayah beliau yaitu Sinuwun Pakoe Boewono IX memanggil beliau Pangeran Ario Poerbodiningrat atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat ke Istana Tetirah di  

 R.M.SOEGIYO ZALDY ZORRO DARSITA,Bc.Hk Cucunya RM.KOESEN
(anak kandung satu-satunya dari B.R.Ay.Bandiyah Soetarmi Prodjokoesoemo) 


Langenharjo, dengan disaksikan oleh Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, Pangeran Ario Praboeningrat , dan Pangeran Ario Koesoemodiningrat, dalam hal ini Sinuwun Pakoe Boewono IX berpesan (dalam Serat Wara Iswara) yaitu : “ Poma-poma trahingwang, aja sira umadeg Aji, mung nyuwuna berkahipun luluhur Nata, sabab Ratu yen sinedya dadi luput, amung Gusti Allah Sang Malikul Kusna kang hanetepke Adeging Aji “. ( artinya : pesanku (Sinuwun) pada anak-anak keturunanku, jangan lah kamu terlalu berharap berdiri sebagai Raja saja, tetapi selain dari itu memintalah berkah nenek moyangmu para Raja, karena kalau hanya berharap saja menjadi Raja jikalau tidak disertai doa dan permohonan dengan ucapan syukur kepada Allah pastilah tidak terlaksana, karena yang menetapkan seseorang menjadi Raja hanyalah Allah Sang Malikul Kusna ). Pesan Sinuwun Pakoe Boewono IX tadi terucap disaat Sinuwun dalam keadaan sakit oleh karena kelelahan setelah Acara Tingalandalem Jumenengan Sinuwun yang ke tiga puluh satu. Hal kesehatan Sinuwun yang menurun dikarenakan sewaktu Acara Tingalandalem Jumenengan Sinuwun menerima banyak tamu yang tidak ada hentinya hingga tiga puluh hari tiga puluh malam lamanya, para tamu yang datang itu diantaranya ialah : Raja/Ratu Belanda,Tuan Gubernur Jenderal,Tuan Gubernemen, Tuan Residen, Tuan-tuan Duta Besar Negara-Negara tetangga,Negara-Negara di seluruh Eropa,dan Raja atau Perwakilan Negara-Negara di Seluruh Dunia, disamping itu juga para Sentana (Kerabat/Keluarga Raja), dan Para Raja di seluruh Nusantara. Karena Sinuwun sangat kelelahan sehingga Sinuwun bertamasya ke vila relaksasi sinuwun di Langenharjo, selama Sinuwun relaksasi di Langenharjo, Sinuwun memanggil keenam putranya yaitu :Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat, Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, Pangeran Ario Praboeningrat , Pangeran Ario Djojokoesoemo dan Pangeran Ario Koesoemodiningrat, yang menghadap Sinuwun selain keenam putranya, yaitu : B.R.Ay.Soeriodipoero, B.R.Ay.Wiriodiningrat, Pangeran Ario Hadikoesoemo, B.R.Ay.Adipati Sosrodiningrat, dan Pangeran Ario Pakoeningrat. Akan tetapi putra-putri Sinuwun yang lainnya tidak bisa menghadap karena sudah pulang kembali ke daerah-daerah tugasnya masing-masing. Pada pertemuan Sinuwun dengan putra-putrinya di Langenharjo, Sinuwun banyak sekali memberikan pesan-pesan dan nasihat, yang diantaranya ialah :
a)“ Sira kabeh padha rukuna nganti mengkone nadyan Ingsun wus kondur ing jaman kelanggengan. Sira kabeh padha rukuna aja padha regejegan,nek ana rembug dirembug aja padha cengkrah, nek ana rijeki sathithik padha dipangan sithik,semono uga ana rijeki akeh padha dipangan akeh. Lan sing baku sira kabeh padha gawe makmure Praja lan kawula, aja amung gawe makmure dhewe “. (artinya : hei kalian semua putra-putriku, aku berpesan hendaklah nantinya kalian hidup rukun satu sama lain, walau aku sudah berpulang ke rahmatullah, aku harap kalian nantinya hendaklah hidup rukun satu dengan lainnya, kalau ada permasalahan diantara kalian, hendaklah kalian jangan bertengkar, dan kalau suatu saat ada rejeki meskipun sedikit, hendaklah di bagi dengan adil, begitupun kalau suatu saat ada rejeki besar. Tetapi yang terutama adalah kalian haruslah membuat makmur dan sejahteranya Negara dan rakyat, jangan hanya mencari keuntungan sendiri dan memperkaya diri sendiri kalian saja).
b) “ Sira kabeh padha ngastaa bawad pangreh praja ing kabisan sira dhewe-dhewe aja padha iren ingirenan, marga kabisan kuwi paringaning Gusti Allah, ora bisa manungsa tanpa Gusti Allah, kabeh sing ngatur amung Gusti Allah, manungsa amung sadrema nglakoni, Gusti Allah sing nemtokake. Dadi nadyan Ingsun wus kondur ing jaman kelanggengan Ingsun njaluk sing mengko umadeg Ratu aja ngongkreh-ongkreh sedulure marga iren. Apa maneh sing Ingsun dhewe ndhawuhake marang sira kanggo Ratu mengkone, Ingsun njaluk ajenana dhawuh Ingsun. Apa maneh Ingsun wus ngandika sing baku adeging HARJA TATA, lah ing kene sira kabeh wus weruh Ingsun wus ngangkat amisudha Senapati Perang, ya Ingsun njaluk sengkuyungen tumuju adeging Aji. Sokur sira kabeh gelem manut ing dhawuh Ingsun. Amarga Ingsun amung mamrihake becike, ora ana Ratu mamrihake ala “. (artinya : hei kalian semua putra-putriku, aku berpesan hendaklah kalian dalam bertugas menjadi pemimpin di daerah-daerah tugas kalian mampu mengemban tugas dengan sempurna berdasar keahlian kalian masing-masing, karena keahlian itu harus kalian sadari bahwa keahlian kalian itu berasal dari Allah, manusia itu tidak bisa apa-apa kalau tidak diberi keahlian oleh-Nya, semua itu yang mengatur hanya Dia, sebagai manusia hanya bisa melakukan tetapi Allah yang menentukan. Jadi meskipun nanti aku telah dipanggil-Nya, aku minta pada kalian, bagi siapapun nanti yang jadi Raja, pesanku jangan bertindak tidak adil pada saudara-saudaranya karena sebelumnya punya perasaan saling iri hati. Selain itu aku juga berpesan pada kalian, bahwa aku telah memilih dari kalian untuk menjadi Raja (dalam hal ini yang dimaksud Sinuwun adalah Pangeran Ario Poerbodiningrat), aku minta pada kalian hargailah semua pesan dan perkataanku. Di atas semua itu, aku berpesan pada kalian, yaitu tegakanlah berdirinya HARJA TATA (mengenai Sistem HARJA TATA akan penulis terangkan pada bab selanjutnya), nah disinilah kalian semua sudah mengerti maksudku, bahwa aku sudah mengangkat dan mewisuda seorang Senapati Perang (dalam hal ini yang dimaksud Sinuwun adalah Pangeran Ario Poerbodiningrat), dan permintaanku pada kalian untuk mendukungnya dalam tugasnya sebagai Senapati Perang dan hingga menuju menjadikannya dia menjadi Raja. Itupun yang aku harap kalian semua mau menurut perintahku dan pesanku. Karena perlu kalian ketahui semua yang aku sarankan adalah demi kebaikan kalian semua, tidak ada seorang bapak apalagi Raja menyarankan yang tidak baik pada anak-anaknya)

Kisah selanjutnya yaitu pada tanggal 2 Januari 1893 ( yang bertepatan pada hari Senin Pahing, 2 Januari 1893,13 Jumadilakhir 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku WARIGAGUNG,13 Jumadilakhir 1310H) Sampejandalem Ingkang Sinoehoen Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono IX menerima tamu Tuan Asisten Gubernur Jendral, yang melaporkan berkembang pesatnya kejahatan pembunuhan dan berkembang pesatnya “ begal,kecu,maling,rampok,dan gedhor “di seluruh pulau Jawa yang sukanya merusak,mencuri,merampok yang disertai membunuh warga sipil dan terutama Tuan-Tuan V.O.C yang berada di seluruh pulau Jawa terutama di daerah Klaten,Sragen,Wonogiri dan Boyolali, dan Tuan Asisten Gubernur Jendral tadi juga berkata pada Sinuwun, apabila Sinuwun tidak segera menatanya maka Sinuwun nantinya tidak dipercaya lagi oleh pemerintah (dalam hal ini pemerintah Hindia Belanda) menjadi Raja yang adil dan bijaksana. Mendengar laporan Tuan Asisten Gubernur Jendral tadi Sinuwun hanya berkata dengan tenang pada Tuan Asisten Gubernur Jendral demikian : “ Tuwan, kadadosan ingkang makaten punika kalawau kalampahan amargi mboten wontenipun tepa salira saha reh sathithik edhingipun para Tuwan-Tuwan tanah saha Tuwan V.O.C. Kula kinten manawi para Tuwan-Tuwan wonten raos welas asih dhateng para kawula dasih mbok bilih kadadosan ingkang kalawau mboten kalampahan “ ( artinya : Tuan, keadaan yang demikian itu terjadi oleh karena tidak adanya rasa tepa salira/peduli dan tidak adanya rasa saling berbagi,dan musyawarah mufakat untuk kebersamaan dari para Tuan tanah dan Tuan V.O.C. Saya kira apabila para Tuan tanah dan Tuan V.O.C ada rasa welas asih/belas kasih pada rakyat/warga sipil, mungkin kejadiannya tidak seperti kejadian saat ini ). Mendengar penjelasan Sinuwun yang demikian tadi, kecewalah Tuan Asisten Gubernur Jendral dan pergilah Tuan tadi meninggalkan Sinuwun dengan pamit terlebih dahulu pada Sinuwun, dengan mimik muka yang kecut. Seperginya Tuan Asisten Gubernur Jendral tadi Sinuwun kelihatan bingung dan khawatir dengan yang telah Sinuwun laporkan pada Tuan Asisten Gubernur Jendral tadi, dalam benak hati Sinuwun bertanya-tanya kenapa Sinuwun melaporkan seperti itu, bagaimana dengan kejadian yang terjadi nantinya. Sehingga Sinuwun memanggil putranya yang bernama Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat yang mempunyai nama lain Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Poerwodiningrat, bahwa baru saja Sinuwun kedatangan tamu yaitu Tuan Asisten Gubernur Jendral yang melaporkan kepada Sinuwun mengenai berkembang pesatnya fenomena “ begal,kecu,gedhor,maling, lan rampok “, dan dalam hal ini diminta oleh pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Tuan Asisten Gubernur Jendral diharapkan menata keadaan agar aman. Sehingga Sinuwun memanggil dan memerintahkan pada Pangeran Ario Poerbodiningrat untuk meredam situasi dan keadaan dan mengadakan perang terhadap “ begal,kecu,gedhor,maling, lan rampok “ di seluruh tanah Jawa, Batavia, Madura dan Bali (dalam hal ini Tuan Asisten Gubernur Jendral hanya mencari-cari alasan untuk segera menggulingkan Sinuwun dari tahtanya, karena sebelum Tuan Asisten Gubernur Jendral menghadap Sinuwun, pemerintah Hindia Belanda mendengar desas desus bahwa Sinuwun bersama Sultan mengadakan permufakatan akan memberontak pada Belanda, Sinuwun akan balas dendam pada Belanda yang telah membuang ayahnya Sinuwun Pakoe Boewono VI ke Ambon (mengenai Intrik-Intrik Politik,Taktik dan Rencana Strategi Sinuwun Pakoe Boewono IX dalam mempersiapkan perlawanan terhadap Belanda akan penulis bahas pada Bab selanjutnya). Jadi mulai tanggal 3 Januari 1893 (yang bertepatan pada hari Selasa Pon, 3 Januari 1893,14 Jumadilakhir 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku WARIGAGUNG,14 Jumadilakhir 1310H) hingga tanggal 20 Januari 1893 (yang bertepatan pada hari Jum'at Kliwon, 20 Januari 1893,2 Rejeb 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku SUNGSANG,2 Rajab 1310H) beliau Pangeran Ario Poerbodiningrat meredam dan mengadakan perang terhadap “ begal,kecu,gedhor,maling, lan rampok “ sampai-sampai tidak pernah pulang ke Karaton Soerakarta, beliau pulang ke Karaton Soerakarta dan menghadap ayahnya Sinuwun Pakoe Boewono IX setelah beliau berhasil meredam situasi dan keadaan………bersambung 

 2. PANGERAN ARIO POERBODININGRAT : SEMASA SUKSESI

(lanjutan…………………)
Lain halnya dengan kisah keadaan di dalam Karaton selama beliau Pangeran Ario Kolonel Poerbodiningrat pergi dari Karaton untuk menunaikan tugasnya menumpas “ begal,kecu,gedhor,maling, lan rampok “. Bahwa keadaan kesehatan Sinuwun kian hari kian memprihatinkan. Tidak hanya karena Sinuwun pernah bersabda pada duta dari Gubernur Jenderal, tetapi juga oleh karena hati Sinuwun merasa sedih karena perilaku putra-putrinya yang selalu bersitegang dan berebut. Terlebih lagi Sinuwun bersedih hati pada perilaku putra-putranya yang bernama : Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno),Pangeran Ario Notokoesoemo, Pangeran Ario Njokrokoesoemo dan Pangeran Ario Praboeningrat (semasa pemerintahannya sebagai Raja Karaton Soerakarta Sinuwun PB.IX tidak mempunyai Permaisuri, semua adalah Ampildalem/Selir selama suksesi berlangsung hingga bertahtanya PB.X (seperti pada masa PB.XII yang sebelumnya tidak pernah mengangkat Permaisuri), kalau Sinuwun suruh atau memanggil mereka, pastilah mereka tidak segera menghadap, malahan mereka bersikap acuh tak acuh pada panggilan menghadap dari Sinuwun PB.IX. Dan yang lebih membuat Sinuwun PB.IX merasa seperti dipercepat wafatnya adalah sabda Sinuwun PB.IX yang berbunyi : “ Poma-poma trahingwang, aja sira umadeg Aji, mung nyuwuna berkahipun luluhur Nata, sabab Ratu yen sinedya dadi luput, amung Gusti Allah Sang Malikul Kusna kang hanetepke Adeging Aji “. ( artinya : pesanku (Sinuwun) pada anak-anak keturunanku, jangan lah kamu terlalu berharap berdiri sebagai Raja saja, tetapi selain dari itu memintalah berkah nenek moyangmu para Raja, karena kalau hanya berharap saja menjadi Raja jikalau tidak disertai doa dan permohonan dengan ucapan syukur kepada Allah pastilah tidak terlaksana, karena yang menetapkan seseorang menjadi Raja hanyalah Allah Sang Malikul Kusna ), sabda Sinuwun yang demikian tadi dijadikan tren politik oleh Raden Mas Kasan atau BRM.Choesno Malikis sehingga berubah nama menjadi BRM.Malikoel Choesno, yang menyebar menjadi desas desus yang seolah-olah Sinuwun PB.IX menyebut penggantinya adalah BRM.Choesno Malikis yang telah berganti nama menjadi BRM.Malikoel Choesno tadi, padahal tidak demikian yang dimaksud oleh Sinuwun PB.IX). Terlebih lagi kesehatan Sinuwun terganggu oleh karena adanya berita dari Tuan Godlip bahwa diantara para Pangeran/bangsawan Belanda dengan Jerman dan juga negara-negara Eropa sedang bersitegang dan perang dingin. Setelah mendengar berita dari Tuan Godlip yang demikian tadi, Sinuwun PB.IX lalu bersabda : “ Tuwan Godlip, ndhek wingi Ingsun disowani dutaning Guprenur Jendral, mligine Ingsun dijaluki pitulungan supaya nyirep rerusuh sing dianakake para begal,kecu,gedhor,maling, lan rampok. Jarene kuwi sing ndadekake ora tentreme para Tuwan sudagar Landa. Mungguh piye miturut panemu sira ? ”
(artinya : Tuan Godlip, kemarin aku (Sinuwun) didatangi tamu dan menghadap aku (Sinuwun) yaitu duta dari Tuan Gubernur Jendral, aku (Sinuwun) dimintai tolong oleh Tuan tersebut untuk meredam kerusuhan yang dilancarkan oleh para “begal,kecu,gedhor,maling dan rampok”, yang katanya sangat meresahkan keamanan para Tuan belanda dan para Tuan saudagar belanda/asing. Kalau menurut pendapatmu, aku (Sinuwun) harus bagaimana Tuan Godlip ?). Selanjutnya Tuan Godlip menjawab pertanyaan Sinuwun bahwa Tuan Asisten Gubernur Jendral yang menjadi duta dari Tuan Gubernur Jendral yang menghadap Sinuwun adalah termasuk dari salah satu keturunan bangsawan Kerajaan Belanda yang sedang berseteru dengan Kerajaan Jerman dan kerajaan-kerajaan eropa sekitarnya, sehingga Tuan Godlip menyarankan pada Sinuwun agar bertindak hati-hati dalam menyikapinya,karena diduga ada persekongkolan dan konspirasi politik dagang sangat rahasia diantara mereka dan para kartel yang ingin mencederai Sinuwun, apalagi Tuan Gubernur Jendral mengutus dutanya untuk menyampaikan pesannya yang demikian. Setelah mendengar penjelasan dari Tuan Godlip yang demikian, Sinuwun lalu segera memanggil Patih Kangdjeng Raden Adipati Sosrodiningrat untuk menghadap Sinuwun. Dalam hal ini Sinuwun juga meminta pertimbangan dan saran dari Patih, mengenai datangnya utusan Tuan Gubernur jendral yang menghadap Sinuwun, yang utusan Tuan Gubernur Jendral tersebut menyampaikan pesan Gubernur Jendral tentang berkembang pesatnya angka kriminalitas berupa “begal,kecu,gedhor,maling dan rampok” di wilayah enclave Karaton Soerakarta, seolah menurut pengamatan Patih, bahwa Tuan Gubernur Jendral menyampaikan mosi tidak percaya dengan kepemimpinan Sinuwun,selanjutnya Patih juga menyarankan pada Sinuwun untuk bersikap lebih berhati-hati dan lebih teliti.
Setelah mendengar penjelasan dan saran baik dari Tuan Godlip maupun Patih Kangdjeng Raden Adipati Sosrodiningrat, lalu Sinuwun tampak sangat sedih sampai-sampai Sinuwun tidak mau makan atau mengurangi makan dan minum, dan juga mengurangi tidur dengan hamper setiap malam lewat jam 3 malam Sinuwun begadang sampai pagi harinya. Saat keadaan Sinuwun yang demikian dari putra-putri Sinuwun yang perhatian hanya putri-putrinya, sedangkan para putranya kurang peduli dengan keadaan Sinuwun, karena mereka larut dengan kesibukan mereka masing-masing. Keadaan Sinuwun yang demikian tadi terjadi hingga tanggal 13 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Senin Wage, 13 Februari 1893,26 Rejeb 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku MONDOSIO, 26 Rajab 1310H), karena mendadak Sinuwun mendapatkan undangan dari tuan Gubernur Jendral yang isinya mengundang Sinuwun untuk hadir acara pertemuan para stake-holder di dalam V.O.C dan kongsi-kongsi dagang asing lainnya dengan para pemimpin enclave-enclave yang tersebar se nusantara, disebutkan disitu bahwa akan ada pesta tujuh hari tujuh malam. Sehingga setelah menerima surat undangan itu sinuwun segera berangkat meninggalkan Karaton untuk menuju ke Batavia, dalam hal ini Sinuwun diiringi para prajurit , para pendekar, para putra-putri beliau,cucu beliau dan para istri beliau secukupnya.
Singkat cerita bahwa Sinuwun telah sampai di Batavia pada tanggal 18 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Sabtu Wage, 18 Februari 1893,1 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku MONDOSIO, 1 Syaban 1310H)
Semua rombongan pengiring Sinuwun dipersilakan beristirahat dahulu karena pada tanggal 19 Februari 1893 ( yang bertepatan pada hari Minggu Kliwon, 19 Februari 1893,2 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,2 Syaban 1310H)dimulainya pesta seperti yang diterangkan dalam surat undangan dari tuan Gubernur Jendral tadi. Pada peristiwa pesta tanggal 19 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Minggu Kliwon, 19 Februari 1893,2 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,2 Syaban 1310H) yang diadakan Tuan Gubernur Jendral yang dihadiri pula oleh para stake-holder di dalam V.O.C dan kongsi-kongsi dagang asing lainnya, selain itu dihadiri pula para pemimpin enclave-enclave yang tersebar se nusantara, tidak banyak kejadian-kejadian yang menarik yang perlu diceritakan.
Kembali lagi pada kisah keadaan di dalam Karaton Soerakarta, selama Sinuwun meninggalkan Karaton dan pergi menuju ke Batavia untuk menghadiri undangan dari Tuan Gubernur Jendral. Seperginya Sinuwun ke Batavia, yang dipercaya oleh Sinuwun menjaga kestabilan politik di dalam dan di luar Karaton adalah Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, dan Pangeran Ario Tjakraningrat (BRM.Satrio). Pada saat itu Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno), katanya atau kabarnya sedang pergi ziarah ke pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri, tepatnya tanggal 19 Februari 1893.( yang bertepatan pada hari Minggu Kliwon, 19 Februari 1893,2 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,2 Syaban 1310H)Namun ada kabar desas-desus dari bagian intelejen Karaton,pasukan intelejen sinuwun PB.IX, bahwa MENURUT RENCANA YANG SUDAH DISEPAKATI ANTARA RM.KOESEN ATAU RM.ABADI ATAU KOLONEL BKPH.POERBODININGRAT DENGAN RM.KASAN ATAU RM.MALIKOEL CHUSNO ALIAS Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) DI LANGEN HARJO BAHWA BERHUBUNG S.I.S.K.S PB.IX MENGALAMI SAKIT SEHINGGA BELIAU BERDUA TADI BERSEPAKAT BAHWA RM.KASAN ATAU RM.MALIKOEL CHUSNO ALIAS Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis MENJADI  S.I.S.K.S PB.X , DENGAN SKENARIO BAHWA sebulan sebelum tanggal 19 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Minggu Kliwon, 19 Februari 1893,2 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,2 Syaban 1310H) ( sebulan sebelum tanggal 19 Februari 1893 ialah sekitar tanggal 18 Januari 1893 yang bertepatan pada hari Rabu Pon 18 Januari 1893, 28 Jumadilakhir 1822 Tahun Je Windu Sangara Wuku sungsang, 29 Jumadilakhir 1310 H) telah diangkat oleh penatua Karaton,dan putra-putra sinuwun PB.IX yang kontra dengan Sinuwun PB.IX, serta telah mengangkat dirinya sendiri di negeri Belanda menjadi Sahandhap Sampejandalem IngkangSinoehoen Ingkang Witjaksana saha Ingkang Minoelja Kangdjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono X dan pengangkatannya menjadi Sinuwun PB.X didukung oleh Tuan Gubernur Jendral,para stake-holder di dalam V.O.C dan kongsi-kongsi dagang asing lainnya, serta para kartel asing lainnya. Kembali lagi pada kedaan Karaton pada tanggal 19 Februari 1893, ( yang bertepatan pada hari Minggu Kliwon, 19 Februari 1893,2 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,2 Syaban 1310H) mulai jam 10 siang di dalam Karaton belum ada kejadian apapun, namun setelah masuk jam 5 sore hari, Karaton kedatangan banyak serdadu Belanda yang dipimpin oleh Pangeran Ario Notokoesoemo yang langsung menemui Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, dan Pangeran Ario Tjakraningrat (BRM.Satrio). Pada saat Pangeran Ario Notokoesoemo meminta ijin untuk menyiapkan upacara Syukuran atas berdirinya Sinuwun PB.IX dalam memegang tampuk pemerintahan selama 32 tahun yang tidak ada kendala dan kegagalan selama Sinuwun memerintah, dan di saat itu Pangeran Ario Notokoesoemo ,katanya, disuruh oleh Sinuwun PB.IX untuk menyiapkan perlengkapan-perlengkapan upacara Syukuran tersebut. Sehingga dengan alasan disuruh Sinuwun PB.IX, maka Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, dan Pangeran Ario Tjakraningrat (BRM.Satrio), diperbolehkan masuk ke kori Kamandungan dan masuk ke Sasana Sewaka untuk mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan upacara Syukuran tersebut. Seperti kayaknya Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, Pangeran Ario Haryomataram, dan Pangeran Ario Tjakraningrat (BRM.Satrio), tidak begitu curiga dengan tingkah polah dari Pangeran Ario Notokoesoemo serta para serdadu belanda. Dan setelah waktu menunjukan jam setengah tujuh malam, persiapan upacara sudah tertata rapi, para ulama Karaton sudah datang, demikian juga para sentana/kerabat Raja baik kerabat dekat maupun jauh sudah pula datang serta abdi-abdi Karaton sudah berkumpul semua, minuman dan makanan sudah tersedia, demikian juga sesaji sudah pula didoakan. Namun saat itu Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram, sedang terlelap tidur dikarenakan cuaca saat itu menyebabkan beliau keenakan tidur, disaat beliau-beliau sedang terlelap tidur tiba-tiba beliau-beliau dikejutkan oleh karena beliau-beliau dibangunkan oleh abdi beliau bahwa beliau-beliau sudah dikepung oleh para serdadu belanda yang dipimpin oleh Pangeran Ario Notokoesoemo dengan menodongkan keris dihadapan Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram dengan mengancam agar beliau-beliau mau mendukung berdirinya Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) menjadi Putra Mahkota bergelar Kangdjeng Goesti Pangeran Adipati Anom, dan bertahtanya Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno), menjadi Sinuwun Pakoe Boewono X menggantikan Pakoe Boewono IX. Apabila Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram tidak mendukung, maka beliau-beliau akan dibunuh saat itu juga.
Perlu dikisahkan disini bahwa Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) datang ke Karaton pada jam 8 malam, setelah dari makam Raja-raja Mataram di Imogiri, setibanya di Karaton Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) dan rombongan langsung menuju ke Krobongan Probosoejoso, dan saat itu juga diwisuda menjadi Putra Mahkota bergelar Kangdjeng Goesti Pangeran Adipati Anom Sudibja Radja Poetra Narendra Mataram, dan saat itu pula khalayak tamu yang datang juga menyaksikan Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram digiring oleh Pangeran Ario Notokoesoemo serta serdadu-serdadu belanda dibelakangnya ke Krobongan Probosoejoso ditempat upacara wisuda Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) menjadi Kangdjeng Goesti Pangeran Adipati Anom Sudibja Radja Poetra Narendra Mataram (Putra Mahkota), dan upacara diteruskan ke Siti Hinggil untuk selanjutnya diwisuda menjadi Sinuwun PB.X, dan akhirnya dinobatkan secara aklamasi menjadi Raja bergelar Sinuwun PB.X di Sasana Sewaka, yang dihadiri oleh Tuan Asisten Gubernur Jendral, para duta Negara-negara sahabat,para duta dari Negara-negara Eropa dan Negara-negara asing lainnya. Disaat-saat upacara tersebut Pangeran Ario Tjakraningrat (BRM.Satrio) tidak ikut mendukung penobatan Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) menjadi Raja bergelar Sinuwun PB.X, karena beliau keluar dari Karaton dan tidak kembali lagi ke Karaton sampai akhir hayat beliau. Upacara penobatan tersebut berlangsung sampai jam 1 malam dan dilanjutkan dengan acara pesta syukuran 40 hari 40 malam lamanya. Pada saat tanggal menunjukkan 20 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Senin Legi, 20 Februari 1893,3 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku JULUNGPUJUT,3 Syaban 1310H ), Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat yang mempunyai nama lain Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Poerwodiningrat, datang ke karaton dengan tujuan akan melaporkan kepada Sinuwun PB.IX bahwa situasi sudah aman dan terkendali dari kerusuhan yang dilancarkan oleh para “begal,kecu,gedhor,maling dan rampok”. Namun sangatlah terkejut beliau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat setelah berjumpa dengan kakak-kakaknya yaitu Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram bahwa Sinuwun PB.IX pergi meninggalkan Karaton untuk mendatangi undangan dari Tuan Gubernur Jendral di Batavia, dan selama Sinuwun PB.IX di Batavia, Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) telah merebut tahta ayahnya yaitu Sinuwun PB.IX, dan menobatkan dirinya sendiri dengan dukungan dari Belanda. Karena mendengar penjelasan dan berita dari kakak-kakaknya yaitu Pangeran Ario Praboewidjojo atau Pangeran Ario Hangabei, dan Pangeran Ario Haryomataram, maka marahlah Pangeran Ario Poerbodiningrat dan beliau lalu pergi ke Batavia untuk menemui ayahnya yaitu Sinuwun PB.IX. Singkat cerita, Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat yang mempunyai nama lain Kangdjeng Goesti Pangeran Hario Poerwodiningrat,sudah tiba di Batavia pada tanggal 26 Februari 1893 ( yang bertepatan pada hari Minggu Pahing, 26 Februari 1893,9 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku PAHANG,9 Syaban 1310H) jam 4 sore, beliau langsung menuju ke kantor Gubernuran untuk menemui ayahnya yaitu Sinuwun PB.IX, saat itu juga beliau melaporkan kepada Sinuwun PB.IX bahwa situasi sudah aman dan terkendali dari kerusuhan yang dilancarkan oleh para “begal,kecu,gedhor,maling dan rampok”, namun keadaan di dalam Karaton lain, bahwa adik beliau yaitu Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno) telah merebut tahta ayahnya yaitu Sinuwun PB.IX, dan menobatkan dirinya sendiri menjadi Sinuwun PB.X dengan dukungan dari Belanda. Dan tindakan Pangeran Ario Djojokoesoemo/BRM.Kusno Malikis (yang nantinya merubah namanya menjadi BRM.Malikoel Choesno), yang demikian dapat dinilai sebagai upaya mempercepat kematian ayahnya yaitu Sinuwun PB.IX. Setelah mendengar laporan dari Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat yang demikian,Sinuwun PB.IX lalu sangatlah marah dan bersabda demikian : “ Purbo,ngger,anak Ingsun, apa sajane luput Ingsun dene si Choesno wanuh wani tumindak siya marang Ingsun, nganti tegel nyuduk Ingsun saka mburi. Ingsun wirang dene dene wong tuwa wis ora dianggep maneh, wis ra diajeni maneh. Kaya-kaya Ingsun wis ora ana ajine maneh. Lan Ingsun kaya-kaya wis ora betah urip suwe-suwe ning ndonya maneh. Apa ajine Ingsun jumeneng nata?, Ingsun durung mati nanging keneng apa si Choesno wanuh wani jumeneng nata. Kuwi tegese Ingsun wis ditegakke patine. Yen kudune manawa arep jumeneng nata kuwi ngenteni sabubare Ingsun mati. Ingsun isih urip, Purbo!, sih bisa nyampluk sira utawa si Choesno nganti njengkelang mati !. Purbo, sing baku sira lan anak putu sira estokna dhawuh Ingsun ing Pikoekoeh 204 mbiyen kae, ora usah ngglape si Choesno. Wis Purbo sesuk esuk dherekna Ingsun sarombongan kondur ngadhaton. Sabab Ingsun prasapa ora gelem diterke mulih sapa bae, kajaba mung sira, Purbo!”. (artinya : Purbo,anak ku (Sinuwun), sebenarnya apa kesalahanku hingga si Choesno berani berbuat kejam pada ku (Sinuwun), sampai tega menusuk aku (Sinuwun) dari belakang. Aku (Sinuwun) sangat malu karena aku (Sinuwun) sebagai orang yang sudah tua sudah tidak dianggap lagi, sudah tidak dihormati lagi. Seperti halnya aku (Sinuwun) sudah tidak dihargai lagi. Dan aku (Sinuwun) seperti sudah tidak etah lagi hidup di dunia ini. Apa aku (Sinuwun) masih ada harganya sebagai Raja?, aku (Sinuwun) belum mati tapi kenapa si Choesno berani berdiri sebagai Raja menggantikanku. Itu namanya aku (Sinuwun) sudah direlakan kematianku. Dan sebenarnya kalau si Choesno ingin berdiri sebagai Raja, dia harus menunggu aku (Sinuwun) sudah mati dulu. Aku (Sinuwun) masih hidup, Purbo!, masih bisa menempeleng hingga mati kamu dan si Choesno ! Purbo, yang penting kamu dan anak cucu keturunan mu harus melaksanakan perintah dan sabda ku (Sinuwun) pada Pikukuh 204 (yang diterbitkan pada Jum'at Pahing, 2 September 1881,8 Sawal 1810 Tahun JIMAKIR Windu ADI Wuku PAHANG,7 Syawal 1298H) dulu itu, tidak usah mempedulikan ulah si Choesno pada ku (Sinuwun). Dan Purbo besuk pagi-pagi benar antar aku (Sinuwun) serombongan pulang ke Karaton. Karena aku (Sinuwun) telah berjanji tidak akan mau diantar pulang oleh siapapun kecuali kamu, Purbo!). Mendengar perintah Sinuwun demikian, maka Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat mengatakan iya bersedia untuk mengantar Sinuwun ke Karaton. Pada waktu itu Sinuwun PB.IX tidak mau mengendarai Kereta Kencana, tapi Sinuwun malah mengendarai Kereta biasa milik Adipati Banyumas, dan Sinuwun PB.IX menghendaki yang menjadi kusir Kereta beliau adalah Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat. Jadi dalam hal ini, Sinuwun PB.IX mau pulang ke Karaton pada tanggal 27 Februari 1893 (yang bertepatan pada hari Senin Pon, 27 Februari 1893,10 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku PAHANG,10 Syaban 1310H).Namun seperginya Sinuwun PB.IX dari Batavia, Sinuwun PB.IX tidak menghendaki segera pulang ke Karaton, malah Sinuwun PB.IX menghendaki keliling-keliling ke kabupaten-kabupaten bawahan beliau, seperti Priangan,Cirebon dan Banyumas, tak lupa pula Sinuwun PB.IX juga mampir di Gua Selarong dan Gua Langse serta Pantai Selatan yaitu di Parangkusumo serta tak lupa pula Sinuwun PB.IX berziarah ke pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri, serta Sinuwun PB.IX juga menyempatkan berkunjung ke Karaton Jogjakarta untuk menemui Sultan, baru setelah berkunjung ke Karaton Jogjakarta, Sinuwun PB.IX menghendaki langsung pulang ke Karaton. Namun selama perjalanan dari Jogjakarta menuju ke Karaton Soerakarta, Sinuwun PB.IX hanya terdiam dan tidak ada suara-suara beliau bersabda ataupun becerita, membuat curiga Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat, sehingga Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat menepikan Kereta dan rombongan di alun-alun Karaton Soerakarta, dan begitu terkejutnya Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningratelah melihat tubuh Sinuwun PB.IX yang terbujur kaku dan tak bernafas lagi dalam keadaan bersilang tangan di dada. Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Poerbodiningrat sangat terkejut setelah mengetahui bahwa Sinuwun PB.IX ayahnya tercinta telah berpulang ke rahmatullah setelah sampai di alun-alun utara Karaton Soerakarta. Sinuwun PB.IX meninggal dunia pada tanggal 16 Maret 1893 ( yang bertepatan pada hari Kamis Kliwon, 16 Maret 1893,27 Ruwah 1822 Tahun JE Windu SANGARA Wuku MARAKEH,27 Syaban 1310H) dalam usia 64 tahun, 1 bulan, 21 hari. Berita wafatnya Sinuwun PB.IX menebabkan begitu sedihnya para putra-putri Sinuwun PB.IX semua, dan Sinuwun PB.IX dimakamkan di makam Raja-raja Mataram di Imogiri Jogjakarta (mengenai kisah Suksesi hingga wafatnya Sinuwun PB.IX akan kami uraikan secara gamblang dari awal hingga akhir beserta dengan kejadian-kejadian implik-implik dan intrik-intrik politiknya pada bab tersendiri). Tidak banyak kisah menarik pada prosesi pemakaman Sinuwun PB.IX, sehingga tidak diceritakan disini. (bersambung.........................)
lihat pula pada : http://poerbodiningrat.blogspot.com/2009/10/kisah-keluarga-yang-selalu-berbakti.html

SEJARAH MENGENAI TANAH-TANAH HAK MILIK ( EIGENDOM VERPONDING ) ATAS NAMA RADEN MAS KOESEN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RADEN MAS KOESEN S.I.S.K.S. PAKOE BOEWONO VIII


LATAR BELAKANG PEMBELIAN DAN PENSERTIFIKATAN TANAH-TANAH EIGENDOM VERPONDING.


 Bermula pada perjuangan RM.Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat dari Negara Karaton
Soerakarta Hadiningrat dalam melawan pengeksploitasian yang selalu dilakukan oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Veerenigde de Indiesche Compagnie (yang diawali dengan curangnya para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie mengatasnamakan Pemerintah dan Ratu Belanda yang berakibat semakin menyempitnya wilayah Negara Karaton Soerakarta Hadiningrat menjadi seluas 3.359,63 km2, bersamaan pemerintah Belanda banyak hutang akibat pemberontakan raja-raja atau para pangeran di wilayah Hindia Belanda,bersamaan dengan krisis pada para penyewa tanah hingga banyak yang mengalami kebangkrutan di pihak  para penyewa tanah ,bersamaan dengan pemerintah Belanda sudah jatuh tempo membayar hutang pada pemerintah Inggris dan Perancis,bersamaan pemerintah Belanda sudah jatuh tempo membayar hutang pada negara-negara yang dulu tergabung dalam VOC,bersamaan pemerintah Hindia Belanda tidak bisa membayar gaji seluruh pegawainya selama 5 tahun,bersamaan Bank Kolonial dan de Javaasche Bank bankrut,juga bersamaan dengan krisis tambang batu bara Ombilin (Sawah Lunto, Sumatera Barat) tahun 1918, dan keuangan negara Hindia Belanda sedang devisit bahkan kosong serta atas dasar asas Domein Verklaring (tanah tak bertuan dianggap tanah milik negara Hindia Belanda), sehingga diperlukan pendapatan negara dari pajak, hal inilah yang menjadikan terketuk hatinya lalu memohon pada ayahnya yaitu S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX (dikarenakan pada jaman S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX keuangan negara Karaton Soerakarta Hadiningrat sedang mengalami hampir devisit,dan kalau toch ada sedikit keuangan pastilah tidak cukup untuk membeli/membayar pajak tanah-tanah tersebut sehingga Beliau BKPH.Kolonel.Poerbodiningrat alias RM.Koesen memakai uang Beliau sendiri dengan dibantu beberapa laskar Beliau seperti laskar Garuda Mataram,laskar Harjotani Beloprojo,dan lain-lain yang semua dipusatkan dalam wadah laskar Soekowati atau Berandhal Soekowati), untuk membeli (membayar pajak tanah-tanah tersebut) dan mensertifikatkannya (Acte van Eigendom Verponding) tanah-tanah se nusantara pada tahun 1870, berhubung Beliau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat/ RM.Koesen mendapatkan keuntungan dari hasil bisnis & perdagangan dengan Bank Pusat Pemerintah Kerajaan Inggris dan Belanda (bisa dikatakan pensertifikatan dan pembelian tanah-tanah (dan juga pembayaran pajak) senusantara itu beliau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat membelinya (dan juga membayar pajak) dengan uang beliau sendiri mengacu pada Soerat Pikoekoeh No.204 (yang di keluarkan paada hari Jum'at Pahing, 2 September 1881,8 Sawal 1810 Tahun JIMAKIR Windu ADI Wuku PAHANG,7 Syawal 1298H) dan dipertegas pada Surat Keterangan Asalsilsilah /Waris No.19/Ks./.V./2009 tertanggal 14 Mei 2009 (yang bertepatan pada hari kamis pahing 14 Mei 2009,19 Jumadilawal 1942 Tahun Je Windu Kuntara Wuku Tambir,19 Jumadilawal 1430 H),bahwa RM.Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat juga diperkenankan/ditugaskan memakai nama asing atau belanda misalnya nama : Paul van Verhoeven atau Meyer atau A.A.de Groote atau nama belanda lainnya, jadi apabila nantinya beredar Acte Eigendom Verponding ada yang atas nama bukan RM.Koesen atau Heer Koesen atau Inlander Koesen,namun atas nama asing sebenarnya adalah mengacu pada Heer Koesen, ini adalah bagian dari strategi RM.Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat bersama dengan adiknya RM.Malikoel Choesno atau S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X) pada bidang pengendalian kestabilan moneter di kedua Negara tersebut) dalam melawan pengeksploitasian yang selalu dilakukan oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie, maka oleh S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX memerintahkan pada Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat/ RM.Koesen melakukan pembelian-pembelian (dan juga pembayaran pajaknya) dan pensertifikatan-pensertifikatan tanah-tanah,untuk menekan dan mengendalikan ekonomi dari para-para pedagang Eropa (VOC). Sehingga dari terkendalinya ekonomi dan moneter para-para pedagang Eropa (VOC) itu ,maka terkendali pulalah kekuatan politik dan militer mereka. Maka oleh S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX memerintahkan kepada Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat untuk membeli (dan juga pembayaran pajaknya) dan mensertifikatkan tanah-tanah tersebut pada notaris belanda. Adapun pensertifikatan tanah-tanah itu dengan nama Heer Koesen atau Inlander Heer Koesen. Namun dalam hal ini Pemerintah nederland indie beserta para pedagang Eropa dalam VOC merasa dirugikan, dan kurang bebas dalam berdagang dan pengeksploitasiannya, sehingga pada masa S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX, Pemerintah Nederland Indie beserta VOC berlomba-lomba menumbangkan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX tersebut, dengan taktik devide et impera-nya mengajukan calon pengganti Raja/ mengkandidatkan R.M.Kasan menjadi Raja (padahal dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX telah memilih R.M.Koesen atau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat menjadi Raja untuk menggantikan ayahnya (tertuang dalam Serat Pikoekoeh No.204),dan ini sebenarnya adalah rencana Beliau berdua disaat pertemuan Beliau berdua di Langen Harjo.Kenapa Pemerintah Nederland Indie beserta VOC-nya mengkandidatkan Raden Mas Kasan atau nantinya berganti strategi RM.Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat bersama dengan adiknya RM.Malikoel Choesno atau S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X) pada bidang pengendalian kestabilan moneter di kedua Negara tersebut) dalam melawan pengeksploitasian yang selalu dilakukan oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie, maka oleh S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX memerintahkan pada Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat/ RM.Koesen melakukan pembelian-pembelian (dan juga pembayaran pajaknya) dan pensertifikatan-pensertifikatan tanah-tanah,untuk menekan dan mengendalikan ekonomi dari para-para pedagang Eropa (VOC). Sehingga dari terkendalinya ekonomi dan moneter para-para pedagang Eropa (VOC) itu ,maka terkendali pulalah kekuatan politik dan militer mereka. Maka oleh S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX memerintahkan kepada Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat untuk membeli (dan juga pembayaran pajaknya) dan mensertifikatkan tanah-tanah tersebut pada notaris belanda. Adapun pensertifikatan tanah-tanah itu dengan nama Heer Koesen atau Inlander Heer Koesen. Namun dalam hal ini Pemerintah nederland indie beserta para pedagang Eropa dalam VOC merasa dirugikan, dan kurang bebas dalam berdagang dan pengeksploitasiannya, sehingga pada masa S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX, Pemerintah Nederland Indie beserta VOC berlomba-lomba menumbangkan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX tersebut, dengan taktik devide et impera-nya mengajukan calon pengganti Raja/ mengkandidatkan R.M.Kasan menjadi Raja (padahal dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX telah memilih R.M.Koesen atau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat menjadi Raja untuk menggantikan ayahnya (tertuang dalam Serat Pikoekoeh No.204).Kenapa Pemerintah Nederland Indie beserta VOC-nya mengkandidatkan Raden Mas Kasan atau nantinya berganti nama sendiri dengan Raden Mas Malikoel Choesno? Alasannya adalah karena Raden Mas Kasan atau nantinya berganti nama sendiri dengan Raden Mas Malikoel Choesno kebarat-baratan dan cenderung seolah-olah memihak Belanda, namun kalau Raden Mas Koesen atau Bendoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat lebih menentang Belanda.Apabila dikaitkan dengan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII bahwa Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat mempunyai nama kecil Bandoro Raden Mas koesen atau Raden Mas Koesen, karena beliau adalah memiliki garis keturunan dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII yang bernama kecil Raden Mas Koesen, melalui ibu beliau yaitu Raden Adjeng Koesnijah istri dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX, Raden Adjeng Koesnijah ini adalah cucu dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII (Raden Mas Koesen) melalui ibunya yaitu Goesti Kangdjeng Ratoe Bendoro yang menikah dengan Kangdjeng Pangeran Hario Hadiwidjojo II dari Mangkoenagaran. Goesti Kangdjeng Ratoe Bendoro lahir dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII (Raden Mas Koesen) dengan Goesti Kangdjeng Ratoe Pakoe Boewono atau yang mempunyai nama lain Goesti Kangdjeng Ratoe Poerbo ( yang mempunyai nama kecil Bendoro Raden Adjeng Ngaisah ).Melalui pernikahan Goesti Kangdjeng Ratoe Bendoro dengan Kangdjeng Pangeran Hario Hadiwidjojo II tadi melahirkan diantaranya ada anak perempuannya yang kembar yaitu Raden Adjeng Koesnijah dan Raden Adjeng Koestijah. Dari Raden Adjeng Koesnijah dengan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX melahirkan Raden Mas Koesen yang nantinya setelah dewasa bernama Bendoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat , namun dari Raden Adjeng Koestijah dengan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX melahirkan Raden Mas Kasan yang juga bernama Raden Mas Malikoel Choesno yang kelak menjadi S.I.S.I.M. Pakoe Boewono X.

PERKEMBANGAN DARI MASA KE MASA

Pada jaman saat-saat bergantinya raja di Kraton Soerakarta Hadiningrat, hingga terlegitimasinya Raden Mas Kasan atau nama lain Raden Mas Malikoel Choesno menjadi S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X hingga pada masa pemerintahannya, telah banyak terjadi seolah-olah telah terjadi pengkaburan sejarah Raden Mas Koesen atau Bendoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat yang dilakukan oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda,yaitu :
Nama dari Raden Mas Koesen diganti menjadi nama Raden Mas Abadi atau Raden Mas Said. Nama dari ibu kandung Raden Mas Koesen yaitu Raden Adjeng Koesnijah disamarkan dan diganti nama Raden Dojoasmoro.(ini semua adalah Gerakan Misi Sandi Yuda Beliau berdua nama Misi ini adalah Misi Manyura.
Silsilah ibu kandung Raden Mas Koesen yaitu Raden Adjeng Koesnijah yang termasuk cucu dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII (Raden Mas Koesen) disamarkan dan diganti kepada silsilahnya Raden Dojoasmoro keturunan dari Raden Pandji Poespodikromo dari alur S.I.S.K.S.Pakoe Boewono II.
Keluarga/anak keturunan dari Raden Mas Koesen atau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat dikejar-kejar oleh pihak Sinuwun yang baru yaitu para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda yang mengatasnamakan Pakoe Boewono X (karena Raden Mas Koesen atau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat seolah-olah telah kalah suksesi dengan Raden Mas Kasan atau Raden Mas Malikoel Choesno). Tempat-tempat atau rumah-rumah yang jadi persinggahan/bermukimnya Beliau seolah-olah di porak porandakan, yang akhirnya Beliau berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lainnya (sekarang masih dapat di jumpai petilasannya). Tempat-tempat atau rumah-rumah yang jadi milik Beliau seolah-olah di srobot oleh orang-orang yang tidak jelas atas suruhan para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda dengan menekan Pakoe Boewono X (sekarang masih dapat dijumpai). Segala assetnya seolah-olah telah direbut dan dikuasai oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda yang mengatasnamakan Pakoe Boewono X (meskipun direbut & dikuasai,namun asset-asset itu sudah bernama Beliau).Selain itu pada saat ini pun banyak beredar dokumen asli tapi palsu (surat-surat dokumen acte eigendom verponding yang dibuat sekarang namun menggunakan kertas-kertas ber plaagzegel kuno/lama,tinta-tinta stempel kuno/lama,tinta-tinta untuk tanda tangan yang seumuran tahun 1700-1900, dan mesin ketik-mesin ketik buatan awal munculnya mesin ketik, yang mereka dapat beli di toko-toko loakan di negara Belanda ) yang menyebutkan bahwa Raden Mas Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario kolonel Poerbodiningrat telah menjual/menghibahkan pada pihak-pihak asing,namun pihak-pihak/orang-orang yang bermartabat dan terhormat (beliau-beliau para pemalsu ini adalah orang-orang yang sakit hati pada Kepemimpinan Kraton,ORLA maupun ORBA) yang membuat surat-surat dokumen asli tapi palsu, mereka tidak dapat menunjukkan surat-surat dokumen jual-beli antara Raden Mas Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat dengan pihak-pihak asing, atau pihak     m anapun ( karena surat-surat dokumen pemalsuan buatan mereka tidak ada arsipnya pada Balai Harta Peninggalan,Badan Arsip Nasional,Badan Arsip Internasional ,Badan Arsip di Negara Belanda,Badan Arsip di Vatikan, dan Badan Arsip di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tujuan sebenarnya mereka pemalsu-pemalsu itu adalah ingin mencari uang kecil-kecilan sambil mengacak-acak/mengobrak-abrik sistem pertanahan Nasional yang sudah carut marut dan tak punya landasan berpijak menjadi semakin carut marut.Dan sampai akhir kapan pun Beliau tidak pernah menjual atau menghibahkan kepada pihak-pihak manapun, karena itu perintah dari ayahanda Beliau Sinuwun PB.IX,dan juga kesepakatan bersama dengan Sinuwun PB.X.Padahal para pembaca ketahui bahwa Raden Mas Koesen atau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat adalah penentang pihak-pihak asing termasuk Belanda, jadi tidaklah mungkin Beliau menjual apalagi menghibahkan pada pihak-pihak asing termasuk Belanda.Dengan demikian surat-surat dokumen tersebut adalah kami nyatakan Palsu.(mohon untuk Badan Pertanahan Nasional untuk mewaspadainya). untuk mengimbangi dan melawan aksi manipulatif pihak asing dan belanda melalui institusi pemerintah belanda di nusantara (sekarang Indonesia) atas tanah-tanah milik Beliau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat atau RM.Koesen (Heer Koesen), sehingga beliau menempatkan orang-orang beliau yang berkewarganegaraan asing dan belanda untuk mengakui sebagai beliau yang bernama dengan nama manipulatif pihak belanda tersebut, yang sebenarnya akhirnya untuk pemanfaatan tanah-tanah tersebut diatas mengacu pada satu nama yaitu beliau RM.Koesen (Heer Koesen) atau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat, yang hal ini diketahui oleh Keraton Soerakarta Hadiningrat dalam Soerat Pikoekoeh Ongko 204. Anak keturunannya yaitu putrinya bernama Raden Adjeng Bandijah atau Raden Adjeng Soetarmi yaitu hasil pernikahan beliau dengan Raden Adjeng Soemasti dari Mangkoenagoro III dan IV, itupun dikejar-kejar hingga menyamar menjadi anaknya petani bernama Mas Demang Pontjadiprono.
Cucu keturunan beliau bernama Raden Mas Soegiyo atau Raden Mas Darsita di titipkan pada adik dari suami Raden Adjeng Soetarmi atau Raden Adjeng Bandijah (karena seolah-olah dikejar-kejar oleh ORLA maupun ORBA).
Dan pada akhirnya jaman ORLA, seolah-olah anak keturunan dari beliau di kejar-kejar juga oleh Bung Karno dan rezimnya, seolah-olah tanah-tanahnya berikut rumah-rumahnya dirampas dan disrobot melalui peraturan-peraturan pemerintah NKRI (demikian juga perlakuan Pemerintah Repoeblik Indonesia masa itu terhadap Karaton Soerakarta) (melaui Misi Intelejen dari orang-orang dan kelompok yang setia terhadap Beliau yang misi itu bernama Misi Garuda Mataram), seperti pada :
Pada tahun 1939 (pra Kemerdekaan NKRI) yaitu pada Politiek Contrak S.I.S.K.S.Pakoe Boewono XI pasal 10 di Staatblad 1939 yaitu : mengenai harta-harta Kraton semua ( baik harta-harta pribadi Raja dan harta-harta Negara Karaton Soerakarta Hadiningrat) menjadi milik Negara dan Pemerintah Republik Indonesia.Pada tanggal 19 November 1951 yaitu pada Kepoetoesan Menteri Dalam Negeri No.66/5/26 yang isinya bahwa Pemerintah mengingkari ganti rugi (bahasa jawa: arta tetempah siti) tanah-tanah pada Karaton Soerakarta dan pemerintah Republik Indonesia berusaha mengatur harta-harta Karaton semua.
Pada tanggal 9 Juni 1954 yaitu pada Kepoetoesan Panitia Reorganisasi Pemerintah Rapoeblik Indonesia yang diketuai Bapak Residen Soedarmo dari Soerabaia Soerat Kepoetoesan Nomer: 66/37/17 yang isinya : Pemerintah Repoeblik Indonesia mewajibkan bagi Karaton Soerakarta untuk mendaftar harta-hartanya semua. Pada tanggal 24 Agustus 1957 yaitu : pada Kepoetoesan Menteri Dalam Negeri Nomer:Dex48/3/37 yang isinya : Kategori barang-barang/harta-harta Karaton Soerakarta yang menjadi milik Negara dan Pemerintah Repoeblik Indonesia adalah Banyak dalang,saw unggaling cs. Dan barang-barang tersebut tidak boleh dijaminkan ke Bank.Dalam tahun 1954 ada resolusi dari salah satu Sentana/Kerabat Raja (dari Pakoe Boewono I s/d X), karena banyak banyak pusaka dan barang-barang atau harta-harta Karaton Soerakarta yang keluar, hal; ini yang menumbuhkan rasa tidak percaya pada S.I.S.K.S.Pakoe Boewono XII.Dari tahun 1954 hingga tahun 1957 terjadi Sengketa di antara Kerabat Karaton Soerakarta dengan Karaton Soerakarta, dikarenakan terbitnya Soerat Kepoeto esan Panitia Reorganisasi tertanggal 9 juni 1954 Nomer:66/37/17.

Bila dilihat pada peristiwa yang tertera pada diktum 1 sampai dengan 6 diatas jelas pula bahwa tanah-tanah eigendom verponding pribadi R.M.Koesen ikut dianggap sebagai tanah-tanah milik negara dan pemerintah Repoeblik Indonesia. Seperti juga Tanah-tanah pribadi R.M.Koesen yang dulu pada zaman rezim para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda yang mengatasnamakan S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X seolah-olah ditahan dan disrobot dan dijadikan Civile Lyd untuk kepentingan rezim dan para pedagang Eropa dalam VOC-nya seolah-olah menjarah dan memanfaatkan tanah-tanah pribadi R.M.Koesen, tanpa persetujuan R.M.Koesen. Namun bila melihat kejadian yang tertera di atas terlihat bahwa Pemerintah Repoeblik Indonesia tidak mengakui tentang tanah-tanah Domein Karaton Soerakarta, terbukti bahwa semua tanah-tanah menjadi milik negara dan pemerintah Repoeblik Indonesia.Demikian juga pada jaman ORBA pun hampir sama dengan cara-cara yang diterapkan ORLA (demikian juga perlakuan Pemerintah Republik Indonesia terhadap Karaton Soerakarta), seperti pada : Pada tanggal 16 juli 1988 yaitu : pada Surat Keputusan Presiden Pemerintah Republik Indonesia, Nomer :23 , yang isinya : Pemerintah dan Negara Republik Indonesia mengakui dan menetapkan bahwa harta-harta dan tanah-tanah Karaton Soerakarta adalah hanya di dalam beteng karaton yaitu dari gladag hingga gading (yang termasuk di dalamnya : alun-alun ki dul, alun-alun lor, baluwarti complex dan cepuri complex). Hal lain yang terjadi adalah perpolitikan di soerakarta yang dibuat sedemikian rupa oleh politikus-politikus dan rezim yang berkuasa saat itu (ORLA maupun ORBA) sehingga di kalangan kerabat-kerabat Karaton Soerakarta saling berseteru dan/atau bersengketa yaitu seperti kejadian pada waktu itu : Badan Kesejahteraan Karaton Soerakarta berhasil mengurus tanah pesanggrahan Giriwoyo (Krapyak Kandang Menjangan) yang dipakai RPKAD, sebenarnya Karaton menerima uang penjualan tanah itu (ganti rugi) tetapi ada pengakuan dari Sentana atau Kerabat S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X bahwa pesanggrahan/tanah pesanggrahan itu milik warisan dari Goesti Kangdjeng Ratoe Pambajoen PB.X, jadi dalam hal ini yang menerima uang hasil penjualan tanah (ganti rugi) ialah Bendoro Raden Ajoe Martodiningrat. Dari kejadian saling berebut/sengketa antara Karaton Soerakarta (dalam hal ini Badan Kesejahteraan Karaton Soerakarta) dengan Bendoro Raden Ajoe Martodiningrat itu sehingga Karaton berdiam diri tidak melanjutka n mengurus harta-harta dan tanah-tanah Karaton Soerakarta lainnya, takut kalau-kalau terjadi saling berebut/sengketa lagi.Perlakuan Pemerintah Republik Indonesia terhadap pewaris R.M.Koesen pun sama seperti perlakuan Pemerintah Republik Indonesia terhadap Karaton Soerakarta. Dan bila melihat kejadian yang tertera di atas terlihat bahwa Pemerintah Repoeblik Indonesia mengakui bahwa tanah-tanah Karaton hanya sebatas atau hanya di dalam beteng karaton yaitu dari gladag hingga gading (yang termasuk di dalamnya : alun-alun kidul, alun-alun lor, baluwarti complex dan cepuri complex), dan mengenai tanah-tanah Domein Karaton Soerakarta dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia tidak mengakui dan Pemerintah Republik Indonesia tetap menyatakan tanah-tanah tersebut menjadi milik negara dan pemerintah Republik Indonesia.


KESIMPULAN
Apabila ditilik dari sejarah bahwa Raden Mas Koesen putra PB.IX no.24 seolah-olah telah mengalami kekerasan dan ancaman fisik maupun psikologi demikian juga mengalami pembunuhan karakter,yaitu:
1.Penyrobotan & pendudukan , pengambil-alihan hak secara paksa, perusakan, penghilangan dan penghancuran dokumen-dokumen, tanah-tanah, dan semua bentuk asset-asset kekayaan pribadi yang terkait dengan beliau baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.Pengkaburan garis kelahiran dan/atau silsilah, pemanipulasian data kelahiran, nama ibu kandung dan silsilah dari ibu kandung, mungkin penukaran ibu kandung/pembuangan ibu/anak dialihkan atau diberikan ke orang lain dan bersilsilah berbeda yang graad-nya/ kedudukan sosial & ekonominya lebih rendah.
3.Pengkaburan sejarah dan pengabdian beliau pada Negara Karaton Soerakarta Hadiningrat.
4.Pemfitnahan dan Pempolitisiran beliau dan keluarga.
5.Pembunuhan karakter beliau di kancah perpolitikan dan militer.
6.Penghasutan pada semua saudara sekandung (se-ayah) disuruh untuk memusuhi beliau dan keluarga.
7.Upaya pengejaran yang dilakukan oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda yang mengatasnamakan Pakoe Boewono X kepada beliau dan keluarga untuk di eksekusi karena di nilai makar terhadap pemerintah yang sah dan berdaulat pada waktu itu. Sehingga setelah kita tilik dari kejadian demi kejadian dari masa ke masa, maka nampak disini bahwa hal ini akan menjadi pro dan kontra di kalangan di dalam Karaton Soerakarta Hadiningrat. Mereka mengatakan dengan tegas bahwa Raden Mas Koesen adalah S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII , karena masa kecilnya bernama Raden Mas Koesen. Maka saya dapat mengatakan pula bahwa beliau eyang saya Bendoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat mempunyai nama kecil Raden Mas Koesen alasannya adalah karena beliau alur dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono VIII melalui pernikahan dengan Goesti Kangdjeng Ratoe Pakoe Boewono atau yang mempunyai nama lain Goesti Kangdjeng Ratoe Poerbo ( yang mempunyai nama kecil Bendoro Raden Adjeng Ngaisah., melahirkan Goesti Kangdjeng Ratoe Bendoro yang menikah dengan Kangdjeng Pangeran Hario Hadiwidjojo II yang melahirkan beberapa anak diantaranya adalah anak perempuannya yang kembar yaitu Raden Adjeng Koesnijah dan Raden Adjeng Koestijah yang kedua-duanya menikah dengan S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX. Dan dari alur Raden Adjeng Koesnijah melahirkan Raden Mas Koesen (yang kelak bernama B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat -yang sebenarnya apabila di tarik garis lurus keatas akan dijumpai bahwa B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat/Raden Mas Koesen alur dari Raden Mas Said/Pangeran Sambernyowo Mangkoenagoro I, sehingga sering kali beliau disebut juga Raden Mas Said). Tetapi dari alur Raden Adjeng Koestijah melahirkan Raden Mas Kasan (yang kelak bernama Raden Mas Goesti Malikoel Choesno atau S.I.S.I.M.Pakoe Boewono X -adapun Raden Mas Kasan berubah nama menjadi Raden Mas Malikoel Choesno, karena berawal dari seringnya S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX menyebut-nyebut dan mengagumi Sang Pencipta (Allah) dengan sebutan Allah Sang Malikoel Choesno. Akhirnya di saat-saat S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX sakit (yang oleh pemerintah Hindia Belanda dan para pedagang Eropa yang tergabung dalam VOC, Karaton Soerakarta Hadiningrat harus segera mengadakan pelantikan Raja yang Baru, maka terjadilah peristiwa suksesi menjadi Raja), pada peristiwa itulah terjadi banyak sekali perang kepentingan di antaranya putra-putra S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX, kerabat-kerabat Raja dari PB.I sampai dengan PB.VIII, kerabat-kerabat Mangkoenagoro I sampai dengan Mangkoenagoro IV, kerabat-kerabat kerajaan di 250 kerajaan se-Nusantara, Pemerintah Hindia Belanda, dan Para pedagang Eropa yang tergabung dalam VOC. Dengan seringnya S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX menyebut Allah-nya dengan sebutan Allah Sang Malikoel Choesno, maka hal inilah seolah-olah dianggapan publik dijadikan tren politik oleh Raden Mas Kasan sehingga Raden Mas Kasan berubah nama menjadi Raden Mas Malikoel Choesno. Hal mengenai kisah Raden Mas Koesen dan Raden Mas Kasan ini telah menjadi legenda di kalangan petinggi-petinggi Karaton Soerakarta Hadiningrat dengan Legenda Kasan Koesen PB.IX (yang sering disebut-sebut oleh pujangga Ronggowarsito dengan Pudhak Sinumpet atau Satriyo Piningit). Jadi dalam hal ini saya menegaskan bahwa beliau B.K.P.H.Kolonel Poerbodiningrat nama kecilnya bernama Raden Mas Koesen, namun silsilah dan sejarah serta garis/alur lahir disamarkan dan dikaburkan serta dimanipulasi oleh para-para pedagang Eropa yang tergabung di dalam Verenigde de Indiesche Compagnie dan Pemerintah Belanda yang mengatasnamakan Pakoe Boewono X, setelah seolah-olah Raden Mas Koesen kalah suksesi Raja. Demikianlah sekelumit ringkasan dari sejarah ,yang sebenarnya masih banyak penjelasan-penjelasan beserta intrik-intrik politiknya.Bisa dikatakan bahwa kalau tanpa adanya Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat/RM.Koesen, mungkin semua tanah menjadi milik para -para pedagang Eropa (kartel-kartel) yang tergabung di dalam V.O.C dan pemerintah Belanda, tetapi karena jasa beliau Bandoro Kangdjeng Pangeran Hario Kolonel Poerbodiningrat/RM.Koesen sehingga semua tanah-tanah se nusantara menjadi milik pribadi beliau dan milik pribadi RM.Kasan atau RM.Malikoel Chusno alias PB.X,dan Beliau berdua saling mendukung dengan membuat sistem Raja dan patuh untuk pemanfaatan tanah-tanahnya, dan dapat diselamatkan dari para-para kartel.

0 comments: