Monday, April 16, 2012

Homo Soloensis

Zaman Prehistori/Pra Sejarah,

Ketika jaman awal kala es, yaitu kira-kira dua juta tahun yang lalu , ketika curah hujan di dataran Sunda dan dataran Sahul sangat besar, dan ketika seluruh daerah itu tertutup oleh vegetasi tropikal yang sangat padat, sudah ada pemburu-pemburu manusia purba yang menjelajahi daerah itu. Selama jangka waktu tujuh puluh tahun, diberbagai  tempat disepanjang lembah sungai brantas di Jawa Timur, telah diketemukan sebanyak 41 buah fosil manusia purba itu. Situs-situs yang tertua berlokasi di dekat desa Trinil, Ngandong dan Sangiran dan dekat kota Mojokerto. Oleh para ahli paleoantropologi manusia-manusia purba itu dinamakan Pithecanthropus Erectus, dan akhir-akhir ini sering juga dipakai Homo Erectus

Manusia purba itu diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang terdiri dari enam hingga 12 individu, yang memburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai di dataran Sunda, cara hindu seperti itu agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Kemudian ditemukan sia-sia artefak yang terdiri dari alat-alat kapak baru di sebuah situs dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi diperkirakan berumur 800.000 tahun, dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang telah berevolusi lebih jauh, dengan demikian diperkirakan bahwa sejak paling sedikit 800.000 tahun yang lalu para pemburu di Pulau Jawa sudah memiliki suatu kebudayaan ( Heekeren 1950051 )

Alat-alat kapak batu tadi sangat mungkin mereka pergunakan untuk menguliti dan memotong-motong daging binatang buruan yang sebelumnya mereka bunuh, mungkin dengan tombak kayu. Bentuk manusia Jawa itu sudah berubah pada waktu itu, sisa-sisa fosil orang purba yang “ baru “ itu ditemukan didekat desa Ngandong, yang juga terletak di lembah bengawan solo, dengan jarak hanya beberapa mil dari tempat penemuan Pithecanthropus di Trinil. Dari manusia purba yang baru ini, di dapat dua buah tulang kaki dan 11 tengkorak dengan ukuran yang lebih besar dari pada Pithecanthropus yang lebih tua umurnya. Tengkoraknya menunjukkan tonjolan yang tebal ditempat alis, dengan dahi yang miring kebelakang. Suatu analisa cermat atas tengkorak tersebur yang dilakukan oleh ahli paleoantropologi di Indonesia (Teuku Yakup 1967) membenarkan bahwa manusia Ngandong itu merupakan keturunan langsung dari Pithecanthropus Erectus. Manusia Ngandong ini biasanya disebut Homo Soloensis yang terus menjadi mahluk manusia Homo Sapiens dengan ciri-ciri ras yang merupakan ciri-ciri ras nenek moyang ras Austro Melanosoid.

Sisa-sisa jenis ini ditemukan disuatu tempat di Wajak Jawa Timur (E. Debois 1920) yang ada persamaannya dengan orang Australia pribumi purba. Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah dan sebuah rahang atas dari manusia purba itu sangat mirip dengan manusia purba ras Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor yang rupanya mendiami daerah Irian dan Australia. Di pulau Jawa dan bagian Barat kepulauan Indonesia Malaya diperkirakan manusia purba mengembangkan kebudayaan berburu didaerah muara-muara sungai tidur di belakang tadah angin atau gua-gua mereka membuat perahu lesung yang mula-mula untuk menangkap ikan dirawa-rawa sepanjang pantai, kemudian mereka menemukan cadik untuk berlayar kepulau-pulau yang letaknya jauh dari pantai. Meraka makan kerang, yang kulitnya mereka buang disampah sampai menjadi himpunan-himpunan yang oleh para ahli prehistori sekarang dinamakan kiokkenmoddinger (sampah dapur)
   

 Sebagai alat pemotong mereka menggunakan kapak tangan berbentuk cakram yang diasah tajam sisa-sisa alat ini ditemukan disitus-situs pra sejarah jenis abris sous roche dan moddinger di sepanjang Jawa Timur, Sumatera Timur dan Utara, Malaysia hingga Vietnam Utara. Manusia purba dari ras Autromelanesoid dibagian timur kepulaun nusnatara dan Irian sudah membuat lukisan-lukisan gua juga alat-alat dari pecahan batu kecil (flakes) sebagai alat pemotong dengan pegangan kayu. Alat-alat ini mereka bawa dan sebarkan ke arah barat yaitu dengan diketemukan alat-alat tersebut di gua-gua pra sejarah Jawa Timur hal ini menandakan bahwa ada arus imigrasi ke pulau Jawa. Kira-kira abad 40 sebelum masehi pulau Jawa merupakan daerah pertemuan dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan. Dengan sendirinya kita berkesimpulan bahwa ciri-ciri Mongoloid itu disebabkan karena ada arus migrasi yang berasal dari daratan Asia, dan yang bergerak ke pulau-pulau di Indonesia Timur, yang diduga mengikuti rute persebaran komplek kebudayaan Bascon-Hoabinh, dalam perjalanannya ke kepualuan Nusantara orang-orang ras Mongoloid itu agaknya bertemu dan kadang-kadang berbaur dengan orang-orang ras Australoid yang datang dari kepulauan di sebelah timur, dan berpindah ke arah barat sampai ke Jazirah Melayu.

Bangsa pertama yang membawa kepandaian bercocok tanam, umbi-umbian dan buah-buahan dengan teknik peladangan ke pulau Jawa dan bagian-bagian lain dari Kepualauan Indonesia, tiba kira-kira 2.000 tahun sebelum Masehi dari daratan Asia Tenggara melalui Semenanjung Melayu. Mereka menghuni terutama pulau-pulau besar di Indonesia Barat, dan peninggalan mereka dari jaman prasejarah itu terdiri dari kapak-kapak batu yang lurus maupun melengkung dari Kala Neolotik, yang sudah diasah dengan halus. Ada berbagai jenis dan ukuran kapak seperti itu yang biasa disebut Vierkantbeil oleh para ahli prasejarah pada masa itu di kepulauan jawa dan kepulauan nusantara pada umumnya belum dikenal padi (beras). Para ahli belum mengetahui dimana padi itu pertama kali ditanam dengan sistem pengairan.

0 comments: