Wednesday, April 18, 2012

Tradisi Ritual Menghitung Tahun

Tahun Jawa
1.                  TAHUN JAWA
Tahun Jawa yang berlaku sekarang ini menurut perhitungan tahun Saka, ialah tahun ketika raja Saliwahana (Adji Saka) diHindustan naik tahta kerajaan. Tahun kenaikan raja itu diperingati tahun 1. Ketika itu tahun masehi kebetulan tahun 78.
Ketika tahun masehi 1633, perhitungan tahun Saka disesuaikan dengan tahun Hidjrah (tahun Arab), hanya angka tahun yang masih tetap, ialah tahun 1555.
Cara menyesuaikan itu tidak seluruhnya, masih banyak hal-hal yang terus dipakai hingga sekarang. Nama hari dan bulan meniru nama Arab hanya ucapannya yang berubah.
Tahun Jawa itu dibagi menjadi kelompok-kelompok. Tiap-tiap kelompok umurnya 8 tahun. Tiap-tiap 8 tahun dinamakan : 1 windu. 

Windu
Windu itu ada 4. Satu windu dinamakan : tumbuk satu kali. Empat windu adalah tumbuk 4 kali (32 tahun). Demikian seterusnya.
Tumbuk ini biasanya untuk memperingati umur orang. Umpamanya: lahir pada hari Sabtu Pahing tanggal 25 Rajab 1878. Delapan tahun kemudian ialah pada tahun 1886 pada bulan Rajab tanggal 25 tepat pada hari Sabtu Pahing, ialah hari kelahirannya.
Windu empat itu mempunyai arti dan watak sendiri-sendiri ialah :
1.   Windu Adi = utama : banyak tingkah laku baru.
2.  Kunthara = kelakuan : banyak tingkah laku baru
3.                  Sengara = banjir : banyak air, sungai banjir
4.                  Sanjaya = kekumpulan : banyak teman biasa menjadi teman karib  

Nama tahun
Tahun Jawa dalam 1 windu itu ada namanya sendiri-sendiri ialah
1.                  Alip
2.                  Ehe
3.                  Jimawal
4.                  Je
5.                  Dal
6.                  Be
7.                  Wawu
8.                  Jimakir  
Dalam 1 windu (8 tahun) ada tahunnya Kabisat 3 ialah pada tahun ke 2 (Ehe), ke $ (Je) dan ke 8 (Jimakir).
Oleh karena menurut perhitungan tahun Jawa dalam 1 windu ada tahunya Kabisat 3, dalam 120 tahun (15 x 8 tahun), tahunnya Kabisat ada 15 x 3 = 45. Sedang menurut perhitungan tahun Arab tiap-tiap 30 tahun, tahunnya Kabisat ada 11. Dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat ada 11 x 4 = 44. Jadi perhitungan tahun Jawa dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat lebih satu dari pada tahun Arab.
Agar perhitungan tahun Jawa sama dengan perhitungan tahun Arab, tiap-tiap 15 windu (120 tahun), ada tahunnya kabisat Jawa 1 yang dihilangkan. Hilangnya tahun kabisat 1 itu menyebabkan gantinya huruf, ialah hari pertama pada windu. Jadi huruf itu gantinya tiap-tiap 120 tahun.
Perhitungan tahun Jawa 120 tahun itu rupa-rupanya tidak begitu ditaati. Buktinya dalam tahun 1674 (tahun masehi 1748/49) tahun Jawa telah disesuaikan lagi dengan tahun Arab, ialah dengan membuang tahun kabisat 1. Pada tahun 1748 (tahun masehi 1820/210), jadi belum 120 tahun, telah disesuaikan lagi dengan membuang satu hari lagi (hari mulai windu-churup).
Pada waktu itu yang berlaku ialah churup Jamngiah. Pada tanggal 11 Desember 1749 churup itu dijadikan churup Kamsiah dan pada tanggal 28 September 1821 disesuaikan lagi jadi churup Arbangiah.
Walaupun tahun Jawa telah disesuaikan dengan tahun Arab tiap-tiap 120 tahun sekali, akan tetapi tanggalnya tidak tentu berbarengan. Karena, kecuali beda kelompoknya, tahun Kabisat Jawa itu jalannya tidak berbarengan dengan tahun Kabisat Arab.
Lain dari pada itu ada pula yang harus kita ingatkan, ialah umur bulan dalam tahun Je dan Dal. Mulai tahun 1547 (churup Jamngiah) hingga tahun 1674 (akan ganti churup Kamsiah), tahun Je belim dijadikan tahun Kabisat, masih jadi tahun wastu. Umurnya bulan tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi : 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.
Sejak churup Kamsiah, tahun Je baru dijadikan tahun Kabisat. Sebab demikian, agar tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal (grebeg Mulud) jatuh pada hari Senin Pon.
Adapun tahun Dal dalam churup Jamngiah (1547-1674) dijadikan tahun Kabisat. Akan tetapi mulai churup Kamsiah (1677-1748) tahun Dal lalu dijadikan tahun Wastu. Mulai churup Arbangiah (1749) umur bulan dalam tahun itu dirobah lagi, tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi : 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari
Mulai churup Salasiah (1867), menurut perhitungan, tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal sudah tidak jatuh pada hari Senin Pon.
Nama tahun Jawa itu kecuali seperti yang tersebut di atas, masih ada namanya lain. Nama tahun seperti yang tersebut dibawah ini adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya hujan dalam tahun itu.  
Untuk mengetahui nama tahun itu, ialah : jika tanggal 1 Sura jatuh pada hari:
Jumat, dinamakan tahun  : Sukraminangkara (tahun udang). Wataknya : sedikit hujan.
Sabtu, dinamakan tahun   : Tumpak-maenda (tahun kambing). Wataknya : sedikit hujan.
Ahad, dinamakan tahun : Ditekalaba (tahun kalabang). Wataknya : sedikit hujan.

Senin, dinamakan tahun : Somawertija (tahun cacing). Wataknya : sedikit hujan.
Selasa, dinamakan  : Anggarawrestija (tahun kodok). Wataknya : banyak hujan.
Rabu, dinamakan   : Buda-wiseba (tahun kerbau). Wataknya : banyak hujan.
Kamis, dinamakan    : Respati-mituna (tahun mimi). Wataknya : banyak hujan.

2. TAHUN MASEHI
Tahun Masehi dimulai dari lahirnya nabi Yesus Kristus. Perhitungan tahun ini menurut jalannya matahari. Umurnya 365 atau 366 hati. Tahun yang berumur 365 hari dinamakan tahun : Wastu (tahun pendek). Bulan Februari umurnya hanya 28 hari. Tahun yang berumur 366 hari dinamakan tahun : Wuntu (tahun kabisat). Bulan Februari umurnya 29 hari.
Tahun Masehi itu tiap-tiap 4 tahun ada tahunnya kabisat satu. Untuk mengetahui hal ini : jika angka tahun ini ceples dibagi empat, umpamanya : tahun 1904, 1908, 1912, dsb.
Akan tetapi jika angka satuan dan puluhan berwujud 0, umpamanya : tahun 1700, 1800, 1900, dsb., walaupun angka tahun itu ceples dibagi empat, bukan tahun kabisat, akan tetapi tahun Wastu. 

3. TAHUN ARAB
Tahun Arab (Hidjrah) dimulai dari tahun Masehi 622 ialah hidjrahnya K.N. Muhammad s.a.w. dari Mekah ke Madinah.
Perhitungan tahun Arab itu menurut jalannya bulan. Tahun Wastu umurnya 354 hati. Tahun Kabisat umurnya 355 hari.
Tahun Arab itu berkelompok 30 tahun. Tiap-tiap 30 tahun ada tahunnya Kabisat 11, ialah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29.
Bagi hari yang perlu dirayakan, umpamanya : hari mulai bulan puasa dan hari Idul Fitri, sering tidak cocok dengan penanggalan, hal ini sering terjadi perbedaan rukjat.

0 comments: