Riwayat Kyai Tumenggung Pusponegoro
Disusun oleh :
Keluarga Pusara Warga Gresik Trah/Keturunan Kyai Tumenggung Pusponegoro-I
Haji R.Widodo AS,
Pancer ayah : Trah Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran (level 9)
Pancer ibu : Trah Kromodjayan Kanoman Surabaya - Mojokerto.(level 6)
Dalam tahun 1932 M, Trah/Keturunan Kyai Tumenggung Pusponegoro I, Bupati Gresik telah mengawali menulisk riwayat/sejarah leluhurnya, dan hingga saat ini telah terbentuk Paguyuban Keluarga, yang diberi nama Pusara Warga Gresik Keturunan Kyai Tumenggung Pusponegoro I dalam wadah keluarga inilah sebagai wujud keteguhan hati dalam membentuk kerukunan keturunan Kyai Tumenggung Poesponegoro, serta sebagai upaya menelusuri riwayat ataupun mengenang budi, dan kewibawaan leluhur.
Dalam pendahuluan ini kami berpendapat hari jadi Paguyuban PWGTP yang dimulyakan segenap keluarga, adalah sebagai lembaran mengenang keagungan beliau bagi anak cucu keturunannya, serta kerabat Trah Pusponegoro I.
Dalam penulisan ini, saya sajikan yang penting-penting saja dengan harapan dapat memberi manfaat kepada seluruh Trah/Keturunan, sanak keluarga dan kerabat PWGTP, namun demikian apabila ada kesalahan uraian dan kalimat, dan tidak berkenan, semoga dapat dimaafkan.
Salam taklim, Kyai Ngabei Mangoendirdjo.
Raden Sengguruh, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo, berputra- Kyai Goib, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo. berputra
- Kyai Tempel, yang bertempat tinggal didesa Setro, wilayah Gresik, berputra
- Kyai Ketib, bertempat tinggal di desa Temasik - Kebomas, wilayah Gresik, berputra
- Kyai Muruk, bertempat tinggal juga di desa Temasik, berputra
- Kyai Kemis, bertempat tinggal di desa Setro, wilayah Gresik, menikah dengan Nyai Mas Ayu, melahirkan dua putra, adalah
- 1. Bagus Lanang Puspodiwangsa, menikah denga Lara Teleng binti Kyai Tumenngung Naladika
- 2. Nyai Ayu, menikah dengan Bagus Prendjak (Sutadirana), bin Bagus Lasem - Trah Pragola-Pati.
Selain itu Kyai Gulu mendapatkan anugerah berupa pusaka berupa sebilah keris bernama "Maesa Ganda Rasa", serta isteri dari garwa ampil Kanjeng Sunan Mangkurat Tegal Arum, wanita ini asal dari Gresik, sehubungan hal ini maka Kyai Gulu mempunyai hak memakai nama gelar Kyai Ageng, karena masih terkait dengan keluarga raja Mataram.
Isteri tersebut saat menikah dengan Kanjeng Sunan Mangkurat telah mempunyai dua puteri, adalah: 1. Nyai Angger, dan 2. Nyai Wuragil. Sedangkan dari pernikahan dengan Kyai Gulu, menurunkan dua putera, 1. Nyai Mas Ayu*, 2. Bagus Sateter. Saat wafatnya Kyai Ageng Gulu, beliau Kanjeng Sunan Mangkurat mengangkat Bagus Sateter menjabat sebagai Bupati Gresik. Dan sebagai pengiring kedudukan Bupati Giri dibagian selatan oleh Pangeran Maswitana diangkatlah Kertilaksana, yang berasal dari keturunan china.
Dari pernikahan Bagus Sateter dengan Kyai Gede, mempunyai putra: 1. Lara Teleng; 2. Bgaus Dana; Sedangkan Bagus Sateter dengan istri semula (garwa sepuh) mempunyai seorang putra, bernama mBok Ayu Attap, yang menikah dengan Mertadiwangsa.
Kembali pada riwayat putra dari Kyai Ageng Gulu, yang bernama Nyai Mas Ayu dinikahkan dengan Kyai Kemis , bertempat tinggal di Setro dan menurunkan putra 1. Bagus Lanang Puspodiwangsa; 2. Nyai Ayu. Setelah dewasa Bagus Lanang dinikahkan dengan putranya Kyai Tumenggung Naladika yang bernama Lara Teleng. Sedangkan Nyai Ayu dinikahkan dengan Bagus Lasem, trah/keturunan Pargola dari Pati.
Riwayat lainnya dari Kyai Kemis, yang tinggal di desa Setro mendapat perintah Pangeran Maswitana di Giri, yaitu agar mencari "Jatra Malaka" ? ...ke wilayah timur. namun didalam melaksanakan tugas tersebut beliau wafat, dan tidak lama kemudian Kyai Ageng Gulu juga wafat, dan dimakamkan di Astana Gapura (Gresik). Dalam riwayat saat itu Kanjeng Sunan Mangkurat itu berkeinginan menagkap pemberontakan Trunodjoyo yang berada di wilayah Jawa Timur. Disaat kembalinya dari Gresik, Kanjeng Sunan Mangkurat memerintahkan menundukkan/menguasai Giri, karena Pangeran Maswitana, tidak tunduk / menyetujui naik tahtanya beliau. Akhirnya Giri dapat ditundukkan pada tahun 1680, dan menjadi bagian kekuasaan kerajaan Mataram.
Kedudukan Bupati Gresik selanjutnya dipegang oleh Kyai Puspodiwangsa pada tahun 1688, dengan nama gelar Kyai Tumenggung Pusponegoro, berdasarkan surat keputusan dari Kanjeng Gouverment Belanda. Kyai Tumenggung Pusponegoro mempunyai putra 15 putra, yaitu:
Dari garwo padmi: 1.Kyai Ngabei Djoyonegoro; 2. Kyai Ngabei Puspodirdjo; 3. Nyai Ajeng Wirodirdjo; 4. Kyai Ngabei Mertodirdjo; 5. Raden Mertodirdjo.
Dari garwo panumping bernama Nyai Podi, asal dari Bugis: 6. Kyai Ngabei Puspodirono; 7. Kyai Ngabei Pusporogo; 8. Nyai Ajeng Sutowidjoyo; 9. Nyai Ajeng Naladirdjo; 10. Kyai Ngabei Puspowidjoyo; 11. Kyai Ngabei Suradiprodjo;
Dari garwo panumping asal dari Giri-Gajah: 12. Kyai Ngabei Yudonegoro; 13. Kyai Ngabei Djoyodirdjo; 14. Kyai Ngabei Brotoredja.
Dari garwo panumping yang termuda: 15. Kyai Ngabei Surowikromo.
Bentuk bangunan makam cenderung kuno, dan terbuat dari batu putih, dan berjirat tinggi dan masif dengan bentuk nisan berbentuk dasar kurawal.
Sebagai bagian dari komplek makam Pusponegoro terdiri dari :
* Pintu masuk / Padu rekso timur.
* Pintu depan / Padu rekso II /Tabir Timur.
* Depan cungkup makam Pusponegoro / Padu Rekso.
* Depan makam Linggo depan.
* Tulisan pada makam.
* Makam Kyai Tumenggung Djojodiredjo
* Makam Kyai Tumenggung Soeronegoro
* Batu Tabir depan cungkup.
- Pernikahan dengan Nyai Ayu Sutodrono (=garwo padmi), menurunkan: 1. Nyai Ajeng Adiretno; 2. Kyai Suronegoro; 3. Nyai Ajeng Puspodirdjo.
- Dari garwo panumping mBok Ayu Tjempo,asal Giri, menurunkan: 4. Nyai Ajeng Mertodirono; 5. Kyai Ngabei Astrodirdjo; 6. Nyai Ajeng Windunegoro 7. Nyai Ajeng Madunten.
- Dari garwo panumping yang lain, menurunkan: 8. Kyai Ngabei Djoyodirona; 9. Nyai Ajeng Sutanegoro; 10. Kyai Ngabei Djoyobroto; 11. Kyai Ngabei Djoyoredjo.
- KYAI TUMENGGUNG DJOYONEGORO ( DJIMAT )
Pada saat itu hanya seseorang yang menyanggupi adalah Kyai Tumenggung Djoyonegoro, Bupati Gresik untuk mendirikan "tunggul" Keraton Mataram,.
Berdirinya "tunggul" bertepatan pada tahun 1738 M, (sinengkalan angkaning warsa trusing sedya winayang ing rodjeng ); Setelah menyaksikan berdirinya "tunggul" ingkang Sinuhun baru masuk kedalam Keraton. Keesokharinya hadiah yang dijanjikan Kanjeng Sinuhun Mangkurat diberikan kepada Kyai Tumenggung Djoyonegoro berupa senjata serta keris pusaka bernama " Belabar "yang kemudian diperbolehkan untuk pulang ke Gresik, karena dikabarkan bahwa Pangeran Tjakraningrat dari Sampang saat itu telah menguasai Kota Gresik, dan mengambil alih kekuasaan; Sementara itu kekuasaan Gresik diberikan kepada kepala prajurit Sampang bernama Demang Djiworogo. Melihat keadaan ini maka Kanjeng Sinuhun Mangkurat memberikan bantuan kekuatan dengan memerintahkan Bupati Ponorogo beserta prajurit segera berangkat ke Gresik.
- DEMANG DJIWOROGO dari SAMPANG MENGUASAI KOTA GRESIK.
Adapun keluarga Gresik yang terpaksa menyerah adalah : 1. Kyai Ngabei Mertoredjo; 2. Kyai Ngabei Surodirdjo; 3. Kyai Ngabei Djoyodirdjo; 4. Kyai Ngabei Surotruno; 5. Kyai Ngabei Puspodirdjo; 6. Gus Demang Mertodjoyo, dan mereka diperintahkan menggunakan busana seperti halnya orang Sampang-Madura, dan membaur dengan prajurit Sampang di kota Gresik.
PERSIAPAN ADIPATI GRESIK & PONOROGO MENGHALAU DEMANG DJIWOROGO DI DESA CERME
Melihat situasi tersebut Demang Djiworogo memerintahkan kepada punggawa/keluarga Gresik yang telah tunduk padanya, agar menyertai perjalanan seorang bangsa Belanda yang menuju ke Kabupaten Jipang, namun diantara punggawa/keluarga Gresik ada yang tidak ikut bernama Kyai Ngabei Mertoredjo , karena sakit. Pada hari yang ditentukan mereka berangkat ke Jipang, dan ketika perjalanan sudah jauh dari kota Gresik mereka beristirahat. Disaat itu orang Belanda tersebut mengadakan pembicaraan dengan orang orang Gresik, ia memberitahukan maksud dan tujuan dari Demang Djiworogo menyertai perjalannya, yaitu bahwa mereka tidak lagi diperbolehkan kembali ke Gresik, karena Demang Djiworogo takut bila dikemudian hari saat Kyai Tumenggung Djoyonegoro melakukan penyerangan merebut kembali Gresik, mereka malah membantu. Orang Belanda tersebut menyarakan agar mereka segera bergabung dengan rombongan Kyai Tumenggung Djoyonegoro, dan mereka lalu berpisahan. Para punggawa/keluarga Gresik kemudian berjalan mengarah keselatan dimana sudah menegtahui bahwa Kyai Tumenggun Djoyonegoro telah kembali dari Mataram, dan sekarang beliau berada di desa Ngabetan.
Tidak lama kemudian mereka dapat bergabung dan saling bertemu dengan Kyai Tumenggung Djoyonegoro, ataupun Kyai Tumenggung Pusponegoro II, yang kemudian mereka saling berbagi cerita pengalaman masing masing.
PERANG DI NGABETAN
UTUSAN PANGERAN TJAKRANINGRAT
* Jawaban dari hal tersebut : Kyai Tumenggung Djoyonegoro akan menyetujui usulan Pangeran Tjakraningrat, akan tetapi Demang Djiworogo bukan seekor binatang kambing yang mudah untuk digusur, karena Demang Djiworogo telah mengenyam kemulyaan sebagai penguasa di Gresik dengan mendiami Rumah Bupati, dan tentunya akan melawan.
* Mendengar jawaban ini utusan tadi secara lantang mencucapkan: "Jadi paduka Kyai Tumenggung Djoyonegoro maunya mogok tidak mau menuruti kemauan Pangeran Tjakraningrat, dan buktinya paduka telah bermukim di Sekaran dan membangun benteng".
* Jawaban Kyai Tumenggung Djoyonegoro: "Bahwa saya tidak mogok terhadap keinginan Pangeran Tjakraningrat, karena saya tidak ada keberanian memaksa lengser Demang Djiworogo, adapun saya membuat benteng ini bermaksud untuk melindungi punggawa yang hanay berjumplah 20(dua puluh) orang, sedangkan pihak musuh Sampang membawa ribuan. Setelah mendengar jawabn itu utusan Mantri dari Sampang mohon diri.
* Sepeninggalan utuasn tadi Kyai Tumenggung Djoyonegoro, mengingatkan seluruh pengikutnya agar meningkatkan kewaspadaan, dengan perkiraan benteng Sekaran akan digempur musuh dalam jumlah prajurit yang lebih besar. Serentak para punggawa Kyai Tumenggung Djoyonegoro mengucapkan doa " Haula Wa'ala quwwata Illa billaah";"Tak ada daya dan tak ada upaya serta tak ada kekuatan apapun, kecuali dengan ALLAH", dan kemudian mereka masing masing mempersiapkan serta berbenah diri.
Tepatnya 20(dua puluh) hari semenjak kedatangan utusan dari Pangeran Tjakraningrat, beteng Sekaran diserbu pihak Sampang dengan jumlah ribuan sampai sampai digambarkan bahwa di oro-oro Bogomiring, nampak prajurit Sampang bagaikan samodra tak ada tepinya; Jumlahnya sepuluh kali lipat dibanding jumlah prajurit saat penyerangan di beteng Ngabetan. Perangpun berlangsung di sekitar luar beteng Sekaran, pihak Sampang tidak mampu mendekati beteng karena situasi dan posisi benteng sudah dirancang sedemikain rupa, sehingga gerak gerik pasukan Sampang pasti terlihat dari dalam beteng, karena disekitar beteng tidak ada tumbuhan yang menghalangi pandangan serta adanya sungai yang menjadi penghalang. Dengan demikian pasukan Sampang mengalami kekalahan dengan banyak korban perang berjatuhan, karena pelor senkata tulup/sumpit milik Kyai Tumenggung Djoyonegoro. Namun karena jumlah pasukan Sampang yang besar tidak tampak banyak yang mati. Dan suasana arena peperangan semakin gelap karena banyaknya burung gagak yang berterbangan yang seolah olah melindungi benteng Sekaran.
KEKUATAN PUSAKA KYAI TUMENGGUNG DJOYONEGORO
Perlu diketahui bahwa bala bantuan Bupati Ponorogo saat itu telah pulang, setelah perang benteng Sekaran yang pertama usai. Dalam riwayat, ketika Kyai Ngabei Puspodirono dan Kyai Ngabei Yudonegoro maju perang, banyak pasukan Sampang yang mati, Kyai Ngabei Puspodirono, terkena senjata lawan di bagian tubuhnya, dan hal ini sempat terlihat adiknya Kyai Ngabei Yudonegoro, kemudian ia menolongnya serta membawa kedalam di benteng Sekaran. Melihat keadaan adik terkena senjata lawan, Kyai Tumenggung Djoyodirono menjadi marah, dan langsung masuk dalam peperangan dengan menghunus "senjata pusaka Balebar" yang tidak begitu lama, pasukan Sampang terlibas oleh pusaka ini, dalam jumlah yang tidak dapat dihitung lagi.
Sedangkan keadaan Demang Djiworogo beserta pasukannya sudah terdesak dan tidak berdaya lagi dengan tampil dihadapannya Kyai Ngabei Mertoredjo dan Kyai Ngabei Pusporogo. Dalam peperangan ini Kyai Ngabei Pusporogo terluka badan sebelah kiri terkena tombaknya Demang Djiworogo, melihat hal ini Kyai Ngabei Mertoredjo dengan cepat pula menghujamkan tombaknya kearah Demang Djiworogo tetapi dapat dielakkan, sedangkan tombak melaju mengenai kuda Demang Djiworogo yang mengakibatkan jatuh/ terhempasnya Demang Djiworogo, yang kemudian merangkak dan melarikan diri. Melihat kejadian tersebut pasukan Sampang kendor semangat dan mundur, dan tak lama kemudian peperangan berhenti.
Kyai Tumenggung Djoyonegoro malam itu melakukan pembicaraan dengan seluruh pengikutnya yang berada dalam beteng Sekaran, untuk berpindah strategi dengan mengalihkan kekuatan pasukan ke desa Pakal (Surabaya). Dan segeralah berangkat mereka menuju desa Pakal dan membuat beteng lagi, dalam perjalanan tersebut membawa Kyai Ngabei Pusporogo yang terluka belum sembuh. Tidak lama di desa Pakal, kemudian berpindah lagi ke desa Semini. Sedangkan Kyai Ngabei Pusponegoro II tidak ikut serta pindah ke desa Semini, melainkan pindah ke desa Tandes (Surabaya).
DATANGNYA BALA BANTUAN UNTUK KYAI TUMENGGUNG DJOYONEGORO
PERANG CERME
BALA BANTUAN TERAKHIR DARI SAMPANG
PERLAWANAN GERILYA PIHAK SAMPANG
Pagi harinya paskan Jawa dan Belanda berbgabung dan berbaris dan berangkat menuju desa Kembangan. Demikian halnya orang orang Sampang bergegas berangkat dari desa Managkuli , bersiaga perang di desa Kembangan. Perangpun tak lamakemudian terjadi, dan kemudian Belanda menghancurkan orang orang Sampang dengan senjata, serta meriam sehingga banyak yang terluka bahkan tewas. Saat itu orang orang Sampang yang menjadi satriya tandingan melesat maju menyerang pasukan Belanda yaitu Singomuko, Singobarong, Macan Kumbang, sehingga pasukan Belanda kerepotan tidak dapat menembak dalam jarak dekat. Dan kemudian pasukan Kompeni Belanda berperang memakai senjata pedang, namun hujaman/sabetan pedang pasukan Kompeni ini diditerima oleh orang orang Sampang tanpa ada yang terluka.
Pada saat peperangan terjadi Demang Djiworogo melihat sepak terjang seorang komandan pasukan Kompeni Belanda, dengan pedang ditangan menghabiskan banyak anak buahnya. Kemudian Demang Djiworogo menghamipiri komandan tadi yaitu Kolonel Gontang, dan langsung pedang yang terhunus tadi dihujamkan ke tubuh Demang Djiworogo, namun tidak mempan dan sebaliknya komanda Kompeni tewas tertusuk senjata Demang Djiworogo.
Melihat kondisi ini Kyai Tumenggung Djoyonegoro dengan punggawanya memberikan pertolongan, dan mengakibatkan barisan Sampang porak peranda dan disusul tewasnya Bimomuku, dan Macan Gringsing terkena senjata pusaka Kyai Tumenggung Djoyonegoro. Demang Djiworogo melihat hal ini langsung mengamuk seorang diri menerjang lawan, sehingga siapa saja musuhnya yang diterjang banyak yang tewas (pihak Suroboyo, Gresik dan Belanda).
Kyai Tumenggung Djoyonegoro tidak tinggal diam melihat menganuknya Demang Djiworogo, dengan mengambil jarak dan posisi yang strategis di tengah barisan Kompeni Belanda senjata pusaka tulup/sumpit dilepaskan ke arah Demang Djiworogo, tanpa meleset sedikitpun peluru tulup/sumpit berhasil mengenai matanya sehingga berhamburan darah, dan Demang Djiiwirogo terpental jatuh dari kudanya. Namun karena kesaktiannya ia tidak tewas, dan malah membabi buta mengamuk dengan keris pusaka ditangan yang menewaskan musuh didepannya. Kyai Ngabei Wirodirdjo menghadang dengan menghujamkan tombaknya kedada Demang Djiworogo, tepat pada sasaran namun menjadikan Demang Djiworogo menyerang balik dan merepotkan Kyai Ngabei Wirodjirdjo. Melihat hal tersebut Kyai Tumenggung Djoyonegoro segera menolong adiknya, dengan senjata pusaka keris "Belabar" melibas tubuh Demang Djiworogo sehingga bersimbah darah, dan tak berdaya lagi dan akhirnya tewas.
Dengan matinya Demang Djiworogo terdengar gemuruh sorak sorai dari pasukan Gresik, Suroboyo, dan pasukan Kompeni Belanda. Orang Sampang melihat keadaan yang tidak menguntungkan tersebut mereka berlarian mundur ke kota Gresik, namun pelarian mereka dikejar oleh prajurit Suroboyo, dan pasukan Kompeni Belanda. Para pelarian orang Sampang yang masuk ke kota Gresik melakukan pembakaran rumah rumah dan merampok harta benda dan dibawa lari menggunkana perahu kembali ke Sampang.
Setelah perang berhenti prajurit Suroboyo, Gresik, dan Pasukan Kompeni Belanda beristirahat di kota Gresik, dan tak lama kemudian pejabat Kompeni Belanda mengunjungi Gresik, adalah tuan Edelheer dari Semarang, van Harting serta sekretarisnya tuan Arta.
(bersambung) .....