KUPAT-LONTONG
Kupat lontong adalah hidangan yang biasa disajikan pada hari bakdo ( lebaran ) Sawal, karena itu bakdo sawal juga sering disebut bakdo ketupat. Biasanya pada bakdo ketupat di pasar-pasar penuh dengan jualan ketupat atau bungkus ketupat saja. Bakdo ketupat jatuh pada hari kedelapan bulan Sawal, atau tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri, orang Solo menamakan grebeg poso. Adanya bakdo Sawal sebenarnya untuk menampung mereka-mereka yang selama bulan puasa tidak dapat sepenuhnya menunuaikan ibadah puasanya karena berhalangan, sakit misalnya. Untuk mereka ini disediakan waktu hari untuk membayar kekeurangannya, oleh sebab itu diadakan bakdo Sawal atau bakdo ketupat. Karena itu pula dalam waktu tujuh hari setelah lebaran Idul Fitri, orang biasanya masih belum mengadakan pesta-pesta peringatan-peringatan lainnya.
Di Karaton Surakarta Hadiningrat pada bakdo Sawal, di adakan acara “ Ngabekten “ yaitu upacara dimana para abdi dalem serta kerabat karaton menghadap Sinuhun untuk menghaturkan sungkem, sembah bektinya. Ngabekten sudah merupakan tradisi di lingkungan Keraton Surakarta Hadiningrat. Pada upacara ini abdi dalem dan kerabat di beri kesempatan untuk bertemu muka langsung dengan rajanya, Sinuhun. Dengan pakaian kebesarannya masing-masing mereka sowan ke keraton, waktu berhadapan dengan Sinuhun para abdi dalem belum diperkenankan menatap wajah Sinuhun, berderet-deret mereka duduk bersila dengan wajah “ temungkul “ ( menunduk ), cara mendekat Sinuhun dilakukan dengan jalan “ Laku Dodok “ yaitu jalan sambil berjongkok, setelah menghaturkan sungkemnya mereka kembali ke tempat asal mereka duduk, dan menantikan sampai Sinuhun “ Jengkar “ bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kedhaton, tanda bahwa upacara ngabekten sudah selesai.
Para abdi dalem sepulangnya dirumah masing-masing mengadakan upacara ngabekten sendiri diantara keluarga, anak cucu. Maksudnya agar “ Sawab “ ( berkah ) yang diterima dari Sinuhun waktu ngabekten di Keraton dapat diteruskan ke keluarga. Selesai ngabekten dirumah dikeluarkan hidangan berupa kupat lontong, yaitu ketupat ( lontong ) dengan lauk pauk berupa gudeg, sambel goreng krecek, ( rambak ), telur, opor ayam, ktupuk dan bubuk dele ( kedelai yang digoreng matang kemudian dibuat bubuk ).
Hidangan berupa kupat lontong yang disajikan pada hari bakdo ketupat itu sebenarnya mengandung makna khusus, makna ini sudah dipahami oleh setiap orang Jawa, tanpa pernah dituturkan oleh nenek moyang kita. “ Sastra tan Tinulis “ atau “ Sabdo tan Winedar “ kata orang ( karya tidak tertulis ataupun yang tidak diungkap ) Kebiasaan menghidangkan ketupat lontong dengan makna yang terkandung di dalamnya turun temurun kita warisi.
Tiap bagian dari kupat lontong ini mengandung arti atau berisi sanepan (pitutur). Kupat mengandung sanepan, arti, lepat (bersalah), artinya kita mengakui bahwa kita telah melakukan banyak kesalahan.
Lontong mengandung arti (sanepan) “kothong, kosong, artinya mari kita kosongkan hati kita dari kesalahan orang lain yang ditujukan kepada kita, mengandung arti memaafkan.
Gudeg mengandung arti “judeg” pikiran yang semrawut, ruwet. Sambel goreng krecek mengandung arti kiasan, hindari segala cekcok.
Telur yang dalam bahasa jawa “endog” mengadung kiasan jangan ngendok persoalan, jangan memendam persoalan. bubuk dele adalah kedele yang dibubuk, mengandung kiasan semua yang ruwet, yang bikin hati mendongkol, supaya dihancur leburkan. Krupuk mengandung sanepan kemprok, kemripil artinya gampang patah, mengandung kiasan jangan terlalu gampang patah dalam persahabatan.
Opor daging ayam mengandung pesan, jangan sampai mendarah daging kalau ada ketidak senangan terhadap seseorang. Jadi dalam hidangan kupat lontong ini dapat kita cari maknanya, ajakan untuk saling memaafkan segala kesalahan. Dan jika diartikan dalam keadaan sekarang ini adalah yang kita lakukan pada waktu alal-bihalal.
0 comments:
Post a Comment