Monday, April 16, 2012

Khasanah Pusaka di Karaton Surakarta

PUSAKA

di KaratonSurakarta

Pusaka menurut konsep Karaton Surakarta berbeda dengan konsep di luar Karaton. Menurut Karaton Pusaka berarti peninggalan para leluhur Ratu Jawi Karaton Surakarta yang diturunkan dari Ratu ke Ratu  yang memerintah Karaton atau Ingkang Jumeneng Nata. Sedangkan pusaka menurut konsep di luar karaton pusaka diartikan sebagai senjata. Konsep pusaka tersebut termasuk wangkingan (keris), tombak, pedang, wayang, tarian, kereta dan sebagainya. Pusaka yang dianggap peninggalan tersebut memiliki makna historis, memiliki makna magis, sehingga memiliki pengaruh atau prabawa. Pusaka yang memiliki prabawa tinggi dianggap sebagai pepundhen untuk dihormati. 
   

Dalam pembicaraan ini pengertian pusaka karaton dikhususkan pada senjata, seperti keris, tombak, sabet (pedang) dan sejenisnya. Pusaka yang ada di Karaton Surakarta merupakan peninggalan Majapahit – Demak – Pajang – Mataram II – Kartasura – Keraton Surakarta. Pusaka-pusaka tersebut disimpan di kamar pusaka yang berada di Dalam Ageng Prabasuyasa. Pengurusnya diserahkan kepada Abdi dalem wanita. Disamping itu yang berhak membuka kamar pusaka hanyalah Kangjeng Sunuhun sendiri sedangkan abdidalem hanya melayani (ngladeni) 

Sebagai bentuk penghormatan pada pusaka Karaton ,aka dapat ditemukan dalam tatacara sebagai berikut :

Pusaka diberi sebutan Kyai, misalnya Kangjeng Kyai Singkir, Kangjeng Kyai Slamet, Kangjeng Kyai Tulak Riwis, Kangjeng Kyai Baro, Kangjeng Kyai Pulageni, Kangjeng Kyai Sanamaya dan sebagainya.

Pada waktu-waktu tertentu pusaka dicaosi dhahar ‘diberi makan’ yang berupa kemenyan dan bunga.

Pusaka diberi sajen pepak ageng atau sajen pepak alit.

Dalam tatacara tertentu yang menggunakan pidato pembicara sering mengucapkan :

Hawit saking berkah pusaka-pusaka dalem .................

Karena berkah pusaka-pusaka raja ........................’

Sehubungan dengan sikap yang menghargai kepada pusaka Karaton (termasuk senjata) seperti tercermin dalam tembang Dhandhanggula berikut ini :

Ugemana pepelinge Gusti,

Yen budaya iku ora beda,

Lan pusaka Kedhatone

Manawa dipun rengkuh,

Dipunpepundhi hambarkahi,

Lamun siniya-siya,

Tuwuh haladipun,

Marma pra setyeng budaya

Pepetrinen uwohing pangolahing budi,

Hing salami-laminya.

Peganglah peringatan Tuhan,

kalau budaya itu tidak berbeda

dengan pusaka Karatonnya

apabila diakui

dihormati memberi berkah

apabila disia-siakan

imbul pengaruh jelaknya

Oleh karena itu, para pecinta budaya

Jagalah hasil pengolahan budi,

Selama-lamanya’.

Pernyataan dalam tembang tersebut mengisyaratkan adanya kewajiban bagi kerabat Karaton untuk menghormati pusaka Karaton. Dengan adanya Kirab Pusaka pada tatacara Murwa warsa juga merupakan bukti adanya bentuk penghormatan kepada pusaka Karaton.

EMPU KERIS

 Dua arti dalam istilah empu, pertama dapat berarti sebutan kehormatan misalnya Empu Sedah atau Empu Panuluh. Arti yang kedua adalah ‘Ahli’ dalam pembuatan ‘Keris’.

 Dalam kesempatan ini, Empu yang kami bicarakan adalah seseorang yang ahli dalam pembuatan keris. Dengan tercatatatnya berbagai nama ‘keris’ pastilah ada yang membuat.

 Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah tahapan zaman terlahirnya ‘keris’ itu, kemudian meneliti bahan keris, dan ciri khas sistem pembuatan keris. Ilmu untuk kepentingan itu dinamakan ‘Tangguh’.

 Dengan ilmu tangguh itu, kita dapat mengenali nama-nama para Empu dan hasil karyanya yang berupa bilahan-bilahan keris, pedang, tombak, dan lain-lainnya.

 Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:

1.      Kuno

(Budho) tahun 125 M – 1125 M

meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Penggiling Wiraradya, Kahuripan dan Kediri.





2.      Madyo Kuno

(Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M.

Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.



3.      Sepuh Tengah

(Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M

Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.



4.      Tengahan

(Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M

Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram



5.      Nom

(Muda) tahun 1614 M. Sampai sekarang

Meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.

 Telah kami ketengahkan tahapan-tahapan zaman Kerajaan yang mempunyai hubungan langsung dengan tahapan zaman Perkerisan, dengan demikian pada setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang Eyang yang bertugas untuk menciptakan keris.

 Keris-keris ciptaan Empu itu setiap zaman mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Sehingga para Pendata benda pusaka itu tidak kebingungan.

 Ciri khas terletak pada segi garap dan kwalitas besinya. Kwalitas besi merupakan ciri khas yang paling menonjol, sesuai dengan tingkat sistem pengolahan besi pada zaman itu, juga penggunaan bahan ‘Pamor’ yang mempunyai tahapan-tahapan pula. Bahan pamor yang mula-mula dipergunakan batu ‘meteor atau batu bintang’ yang dihancurkan dengan menumbuknya hingga seperti tepung kemudian kita mengenali titanium semacam besi warnanya keputihan seperti perak, besi titanium dipergunakan pula sebagai bahan pamor.

 Titanium mempunyai sifat keras dan tidak dapat berkarat, sehingga baik sekali untuk bahan pamor. Sesuai dengan asalnya di Prambanan maka pamor tersebut dinamakan pamor Prambanan.

 Keris dengan pamor Prambanan dapat dipastikan bahwa keris tersebut termasuk bertangguh Nom. Karena diketemukannya bahan pamor Prambanan itu pada jaman Kerajaan Mataram Kartasura (1680-1744). Bila kita telah mengetahui tangguhnya suatu keris maka kita lanjutkan dengan menelusuri Empu-Empu penciptanya.

 I.                    Zaman Tangguh Budho (Kuno) :

1.      Zaman Kerajaan Purwacarita, Empunya adalah: Mpu Hyang Ramadi, Mpu Iskadi, Mpu Sugati, Mpu Mayang, dan Mpu Sarpadewa.

2.      Zaman Kerajaan Tulis, Empunya adalah: Mpu Sukmahadi.

3.      Zaman Kerajaan Medang Kamulan, Empunya adalah: Mpu Bramakedali.

4.      Zaman Kerajaan Giling Wesi, Empunya adalah: MpuSaptagati dan Mpu Janggita.

5.      Zaman Kerajaan Wirotho, Empunya adalah Mpu Dewayasa I.

6.      Zaman Kerajaan Mamenang, Empunya adalah: Mpu Ramayadi.

7.      Zaman Kerajaan Pengging Wiraradya, Empunya adalah Mpu Gandawisesa, Mpu wareng dan Mpu Gandawijaya.

8.      Zaman Kerajaan Jenggala, Empunya adalah: Mpu Widusarpa dan Mpu Windudibya.

 II.                 Tangguh Madya Kuno (Kuno Pertengahan)

1.      Zaman Kerajaan Pajajaran Makukuhan, Empunya adalah: Mpu Srikanekaputra, Mpu Welang, Mpu Cindeamoh, Mpu Handayasangkala, Mpu Dewayani, Mpu Anjani, Mpu Marcu kunda, Mpu Gobang, Mpu Kuwung, Mpu Bayuaji, Mpu Damar jati, Mpuni Sumbro, dan Mpu Anjani.

 III.               Tangguh Sepuh Tengahan (Tua Pertengahan)

1.      Zaman Kerajaan Jenggala, Empunya adalah Mpu Sutapasana.

2.      Zaman Kerajaan Kediri, Empunya adalah :

3.      Zaman Kerajaan Majapahit, Empunya adalah:

4.      Zaman Tuban/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Kuwung, Mpu Salahito, Mpu Patuguluh, Mpu Demangan, Mpu Dewarasajati, dan Mpu Bekeljati.

5.      Zaman Madura/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Sriloka, Mpu Kaloka, Mpu Kisa, Mpu Akasa, Mpu Lunglungan dan Mpu Kebolungan.

6.      Zaman Blambangan/Kerajaan Majapahit, Empunya adalah: Mpu Bromokendali, Mpu Luwuk, Mpu Kekep, dam Mpu Pitrang.

 IV.              Tangguh Tengahan (Pertengahan)

1.      Zaman Kerajaan Demak, Empunya adalah: Mpu Joko Supo.

2.      Zaman Kerajaan Pajang, Empunya adalah Mpu Omyang, Mpu Loo Bang, Mpu Loo Ning, Mpu Cantoka, dan Japan.

3.      Zaman Kerajaan Mataram, Empunya adalah: Mpu Tundung, Mpu Setrobanyu, Mpu Loo Ning, Mpu Tunggulmaya, Mpu Teposono, Mpu Kithing, Mpu Warih Anom dan Mpu Madrim.

 V.                 Tangguh Nom (Muda)

1.      Zaman Kerajaan Kartasura, Empunya adalah: Mpu Luyung I, Mpu Kasub, Mpu Luyung II, Mpu Hastronoyo, Mpu Sendang Warih, Mpu Truwongso, Mpu Luluguno, Mpu Brojoguno I, dan Mpu Brojoguno II.

2.      Zaman Kerajaan/Kasunanan Surakarta, Empunya : Mpu Brojosentiko, Mpu Mangunmalelo, Mpu R.Ng. Karyosukadgo, Mpu Brojokaryo, Mpu Brojoguno III, Mpu Tirtodongso, Mpu Sutowongso, Mpu Japan I, Mpu Japan II, Mpu Singosijoyo, Mpu Jopomontro, Mpu Joyosukadgo, Mpu Montrowijoyo, Mpu Karyosukadgo I, Mpu Wirosukadgo, Mpu Karyosukadgo II, dan Mpu Karyosukadgo III.

 Demikian sekilas uraian tentang Mpu-Mpu dan zaman ke zaman. Keberadaannya sudah tentu menyemarakkan dunia perkerisan selalu sarat dengan karya-karya baru yang terus berkembang dari zaman ke zaman.

 Dari keris-keris lurus hingga keris-keris yang ber luk. Ditambah dengan beraneka macam ragam hias pada bilahannya. Semua menuju ke arah maju, tetapi tidak meninggalkan pakem (standar(.

 Ragam hias itu berupa kepala hewan yang diletakkan pada gadik misalnya kepala naga, anjing, singabarong, garuda, bahkan puthut. Dengan ditambahkannya bentuk-bentuk itu, sekaligus nama keris itupun berubah, naga siluman, naga kembar, naga sosro, naga temanten, manglar monga, naga tampar, singa barong, nogo kikik, puthut dan lain-lainnya.

 Bahkan zaman Kasultanan Mataram sejak masa Pemerintahan Sultan Panembahan Senopati, dunia Perkerisan tampak makmur lagi, lesan mewah tampak pada bilahan keris yang diserasah emas.

 Sultan yang arif dan bijaksana itu membagi-bagikan keris sebagai tanda jasa kepada mereka yang berjasa kepada pribadi Sultan maupun kepada Negara dan Bangsa. Tentu saja ragam hiasannya satu dengan lain berbeda walaupun demikian tidak meninggalkan motif aslinya.

 Hiasan yan gterasah emas itu terletak pada gonjo atau wadhidhang dengan bentuk bunga anggrek atau lung-lungan dari emas. Atau sebantang lidi yang ditempelkan pada gonjo atau dibawah gonjo terdapat Gajah dan Singa terbuat dari emas juga. Tentu saja penciptanya adalah para pakar perkerisan ialah Empu

0 comments: