R.A Kartini
RADEN ADJENG KARTIN( 1879 – 1904 )
Pada zaman dimana Kartini hidup, kewajiban kaum putri Indonesia hanyalah bekerja untuk rumah tangga serta mengasuh anak-anaknya. Gadis-gadis dididik untuk berbakti kepada suaminya, mereka harus menyerah dalam segala perkara dan tetap harus sabar. Dari sekian jumlah kaum putri Indonesia saat itu, hanya R.A Kartini yang mengeluarkan cita-citanya dan keinginannya supaya perempuan Indonesia dapat maju, supaya gadis-gadis kita diberi kesempatan memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria
|
Beliau adalah peristis jalan dari kemajuan kaum putri. Ia dipandang berjasa besar bagi kaumnya, kendati jasanya itu belum dapat diwujudkan dimasa hidupnya, Tapi generasi perempuan Indonesia berhutang pada nya,saat ini perempuan Indonesia selayaknya terus menyambung dan meneruskan cita-cita emansipasi mulia itu. Kartini dianggap sebagai seorang pejuang yang telah berjasa besar dalam membangu persepsi kaum laki -laki terhadap perempun serta membuat partisipasi kaum wanita di tanah air ini lebih proposional.Untuk itulah Kartini perlu diberi kohormatan sebagai pejuang hak hak kaum wanita di Indonesia
Asal – Usulnya
R.A Kartini dilahirkan pada 21 April 1879 di Mayong bagian Jepara, anak perempuan kedua dari Regen Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sastraningrat. Ia bersaudara lima orang perempuan dan seorang laki-laki. Neneknya Condro Negoro Bupati Demak termasuk seorang yang mula-mula mengecap peradaban Barat. Setelah umur Kartini cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Raden Adipati Ario Joyodiningrat, regen di Rembang. Karena demikian, ia terpaksa pindah ke Rembang mengikuti suaminya. Ia seorang putri yang sangat rajin dan pandai. Ia selalu memikirkan kaum perempuan dihari belakang. Kartini mendirikan sebuah sekolah dengan metodenya sendiri.
Pada 17 September 1904, Kartini dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raden Singgih. Tetapi 4 hari kemudian, setelah melahirkan anak , Kartini justru berpulang kerahmatullah dalam usia 25 tahun., inalilahi wainaillahi rojiun Begitulah riwayat singkat R.A Kartini .
Pendidikan
Bagaimana pendirian Kartini dalam hal pendidikan ? dalam pergaulannya dengan kaum keluarga, ia berusaha mengubah adat istiadat yang lama. Perlu diketahui saat itu masih terdapat bahasa yang bertingkat ( kromo/ngoko) Terhadap keluarganya yang lebih tua, ia masih perlahan-lahan apabila bercakap-cakap dan tak pernah mempergunakan perkataan “ /kowe /kamu “. Tetapi terhadap adik-adiknya ia tidak membolehkan memakai adat itu, dan pergaulannya dilakukan setara dengan orang kebanyakan yang dianggap lebih bersahabat. Menurut Kartini, cara demikianlah yang dapat menimbulkan pertalian yang teguh dan hubungan yang erat sebagai bahasa persaudaraan setara . Hubungan yang tidak merasakan batas tua dan muda atau tinggi dan rendah senantiasa itulah yang menjadikan landasan perasaan cinta yang teguh dalam pergaulan .
R.A Kartini seorang bangsawan, tetapi ia tidak terpengaruh pada kebangsawanannya .Untuk itu ia lebih dahulu mengajarkan kepada kaum bangsawan di jamanya baru kemudian. menganjurkan pendidikan dan pengajaran kebada rakyat kebanyakan. Ketika itu rupanya
pendidikan di lapisan rakyat biasa, cenderung meniru kaum bangsawan, dan kaum bangsawan meniru kaum yang paling atas, yaitu bangsa Eropa /Belanda demikianlah kata R.A Kartini.
Dari itu segala perbuatan yang baik dianjurkan kepada kaum bangsawan supaya dapat meniru hal yang positif pada orang Eropa. Dan kepada kaum lapisan bawah ia anjurkan, supaya meniru gaya orang bangsawan. Untuk itu Kartini berusaha mendirikan sekolah sendiri di kabupatennya. Dalam sekolah itu Kartini bermaksud menjalankan segala keinginan hatinya mendidik dan mengajar gadis-gadis bangsawan terutama golongan kaum bangsawan ,yang kelak diharapkan dapat mengubah seluruh keadaan kaum perempuan Indonesia.
Surat-Suratnya
Diantara sekian banyak surat-suratnya yang dikirimkannya kepada kawan-kawannya bangsa Eropa, dimana terlahir pendirian, cita-cita dan kemauannya yang menyebabkan namanya termahsur, dibawah ini disajikan beberapa buah.
1. Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “ Emansipasi “ belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup didalam hati sanubarai saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. ( Suratnya kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899 ) " |
2. Bagi saja ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan fikiran dan bangsawan budi. Tidaklah yang lebih gila dan bodoh menurut pendapat saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. ( Suratnya kepada Nona Zeehander, 18 Agustus 1899 ) "
3. Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka dari pada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula. ( Suratnya kepada Nyonya Abendadon, 12 Desember 1902 ) "
4. Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa behagia baginya ( Suratnya kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901)
0 comments:
Post a Comment