Legenda Jaka Tingkir dan Aryo Penangsang
Abad ke-empat belas adalah masa peradaban Hindu di Indonesia. Dimana kerajaan Majapahit berkuasa dengan masa keemasannya dibawah pemerintahan Raja Hayam Wurk dengan Patih Gajah Madanya yang terkenal dengan sumpahnya, " Tidak akan makan buah Palapa sampai seluruh Indonesia bersatu," Pada akhir abad keempat belas kerajaan Hindu mulai runtuh sejak Kesultanan Demak yang beragama Islam di Utara Jawa, musuhnya, mulai bangkit dibawah Rajanya Sultan Bintoro atau Raden Patah.
Pada tahun 1527 Sultan Bintoro menyerang kerajaan Majapahit Hindu yang terakhir di Kediri.
Keluarga kerajaan melarikan diri dari Istana, diantaranya adalah Kebo Kenanga, putera dari Raja Andayaningrat, raja terakhir Majapahit.
Kebo Kenanga beserta keluarganya dan juga perajurit pengikutnya melarikan diri dan menetap di hutan Pengging disebelah timur gunung Merapi sebagai pengungsi. Mereka bekerja keras membersihkan hutan dan mendirikan pemukiman baru bagi keluarga dan pengikutnya.
Kebo Kenanga menukar agamanya menjadi Islam dan namanya menjadi Ki Ageng Pengging. Ki dimuka namanya menandakan bahwa dia adalah guru agama. Kemudian dia berteman dengan guru-guru agama Islam yang lain diantaranya adalah Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang.
Akan tetapi kakaknya, Kebo Kanigara menolak untuk memeluk agama Islam, dia pergi masuk hutan dan menjadi pertapa.
Setelah dua tahun berdiam di Pengging, Ki Ageng Pengging mendapatkan seorang anak yang diberi nama Karebet. Dia lahir sewaktu ayahnya sedang menikmati pertunjukan wayang beber atau wayang karebet, maka itu lah namanya Karebet.
Ki Ageng Pengging menjadi guru agama yang terkenal dan desanya menjadi makmur karena kepemimpinannya.
Sementara itu Raja Demak, Sultan Bintoro tidak senang dengan kemakmuran Pengging.
" Pengging adalah daerah kekuasaanku, mengapa pimpinan Pengging tidak pernah datang kepadaku dan membayar pajak," Sultan berkata kepada gurunya Sunan Kudus.
" Jadi apa menurut pemikiran anda?" kata Sunan Kudus.
" Saya ingin anda pergi ke Pengging dan katakan kepada Ki Pengging agar datang menghadap saya sekarang juga," kata Sultan.
Sunan Kudus bersama tujuh orang perajurit Demak bersenjata lengkap pergi ke Pengging guna menemui Ki Ageng Pengging.
Dia bertemu dan berhadapan muka dengan Ki Ageng Pengging dirumahnya.
Setelah bercakap-cakap mengenai masalah-masalah yang ringan sifatnya sampailah kepada hal yang prinsip.
" Jadi mengapa saudara tidak pernah datang ke Istana dan menghadap baginda secara langsung?," kata Sunan Kudus
" Saya mohon maaf belum dapat datang sekarang disebabkan banyak hal di Pengging yang harus diselesaikan; tolong sampaikan permintaan maaf saya kepada Baginda," kata Ki Ageng Pengging.
" Saya datang kesini atas perintah Raja guna meminta kepada anda datang ke Istana guna menghadap Raja sekarang juga,ini adalah perintah,apakah kamu mengerti?" kata Sunan Kudus.
Situasi menjadi semakin kritis. Sunan Kudus memegang hulu kerisnya, demikian juga Ki Ageng Pengging; nampaknya keduanya siap untuk berkelahi. Beberapa waktu kemudian mereka saling menusukan kerisnya. Sunan Kudus lebih banyak menyerang dibanding Ki Ageng Tingkir.
Setelah beberapa lama tampak Sunan Kudus berhasil mengatasi lawannya dan memberikan satu tusukan pada lengan atas Ki Pengging. Disebabkan keris Sunan Kudus mengandung racun warangan, maka Ki Ageng Pengging mati seketika.
Ketujuh perajurit pengawalnya dengan gerak cepat membentuk pengawalan kepada Sunan Kudus. Kemudian mereka mundur perlahan-lahan dengan keris ditangannya masing-masing.
Ki Pengging tidak mempunyai pengawal yang profesional, yang ada adalah rakyatnta sebagai petani dan pemukim baru. Mereka melihat pemimpinnya mati ditusuk dan mereka siap membela guna menyerang pengacau dari Demak.
Tanpa diperintahkan, mereka segera menyerang para pengacau dari Demak. Tapi karena perajurit Demak memang profesional dalam berkelahi, maka mereka kalah. Kemudan para pengacau Demak ini pulang kembali ke Demak.
Rakyat di Pengging sangat bersedih dengan kematian pemimpinnya. Empat puluh hari kemudian, isteri Ki Ageng Pengging pun meninggal dunia disebabkan kesedihan yang mendalam.
Mas Karebet tinggal sendirian sebagai yatim piatu. Teman-teman ayahnya sangat bersimpati dengan anak yatim yang malang ini diantaranya Ki Ageng Tingkir; dia memutuskan mengangkat anak.
Disebabkan Karebet tinggal dirumah besar Ki Ageng Tingkir, maka Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Rumah Ki Ageng Tingkir letaknya dilain desa; rumah ini besar karena Ki Ageng Tingkir terkenal kaya raya. Tak berapa lama kemudian, Ki Ageng Tingkir pun meninggal dunia, jadilah Nyonya Ki Ageng Tingkir janda.
Sewaktu umur Jaka Tingkir genap dua puluh tahun, Nyonya Tingkir mengrimnya ke Ki Ageng Sela untuk menjadi muridnya. Pada waktu itu tidak ada sekolah formal, yang ada hanyalah guru yang mengajarkan Silat, seni bela diri tradisional, Agama Islam, dan ilmu spiritualisme dan mistik. Ki Ageng Sela adalah guru yang terkenal sakti.
Rumor mengatakan bahwa dia pernah menangkap kilat dari langit yang akan menghantam mesjid Agung Demak. Oleh sebab itu Masyarakat percaya bahwa dia menpunyai kekuatan Super natural.
Ki Ageng Sela juga mempunyai keturunan Ningrat Majapahit karena dia adalah anak dari Kidang Talengkas atau Jaka Tarub yang kimpoi dengan Dewi.
Jaka Tingkir menghadap Ki Ageng Sela.
" Engkau dapat belajar dari saya tentang ilmu apapun, selamat datang, tetapi dengan satu syarat, apakah kamu setuju?" kata Ki Ageng Sela.
Ki Ageng Sela mempunyai kekuatan supernatural oleh karenanya dia dapat membaca keadaan masa depan demikian pula dengan masa depan dari Jaka Tingkir.
" Saya titipkan anak dan cucu saya kepadamu; bawalah dia didalam kesenangan maupun kesusahan, jangan tinggalkan mereka." kata Ki Ageng Sela.
" Saya akan melaksanakan pesan Guru semampu saya," kata Jaka Tingkir.
" Saya percaya kepadamu. Jika saya tidak salah melihat, maka kamu diramalkan nantinya akan mendapat karunia dari Tuhan berupa kedudukan yang baik dimasyarakat. Oleh sebab itu kamu harus selalu dekat dengan Tuhan dan menjalankan perintahNya.
Jaka Tingkir adalah murid yang cerdas dan rajin; semua ilmu dipelajari dengan baik, maka Guru menjadi senang sehingga Jaka diangkat menjadi anaknya.
Pada suatu malam Ki Ageng Sela bermimpi membabat hutan untuk membuat ladang; sewaktu dia datang ke hutan dia melihat Jaka Tingkir sudah ada disitu bahkan sudah menebang beberapa pohon disitu; kemudian dia terbangun.
Dia berpikir tentang mimpinya, apakah arti mimpi ini. Kata orang mimpi membersihkan hutan berarti akan menjadi raja; kalau begitu Jaka Tingkir akan menjadi raja suatu waktu.
Ki Ageng Sela sebagai keturunan ningrat Majapahit selalu ber-doa memohon kepada Tuhan YME, agar keturunannya kelak dapat menjadi raja suatu saat nanti; dia berdoa agar harapannya dapat terkabul.
" Jaka pernahkah engkau bermimpi yang menurut kamu mimpi itu aneh?, tanya Ki Ageng Sela.
" Pernah guru, saya bermimpi bulan jatuh dipangkuan saya, itu terjadi sewaktu saya bertapa di gunung Talamaya. Dan sewaktu saya bangun, saya mendengar suara dentuman yang berasal dari puncak gunung itu." kata Jaka Tingkir.
" Anakku,itu adalah mimpi yang bagus sekali. Untuk membuka tabir mimpi itu maka sebaiknya kamu pergi ke Demak dan menjadi abdi disana guna merebut posisi yang baik dilingkungan Istana, saya akan berdoa untuk kesuksesan kamu" kata Ki Ageng Sela.
Setelah Ki Ageng Sela memberi wejangan dia melepas keberangkatannya menuju Demak.
Sebelum pergi ke Demak, Jaka Tingkir mampir dulu menemui ibu angkatnya sekedar mengucapkan salam.
Ibu angkatnya terkejut melihat anaknya pulang terlalu awal. " Apakah engkau sudah menyelesaikan tugas belajarmu?, tentu engkau adalah murid terpandai," kata Nyonya Tingkir.
" Tidak ibu, tetapi saya mendapat tugas untuk pergi keDemak guna mengabdi ke Istana." kata Jaka Tingkir.
" Demak?, nampak ketidak senangan Nyonya Tingkir dengan Demak, karena dia teringat akan kematian ayah anaknya yang dibunuh oleh Sultan Bintoro.
" Demak akan mengalami kemajuan dan saya akan mendapat suatu posisi yang bagus dikalangan Istana, demikian ramalan Ki Ageng Sela , guruku," kata Jaka.
" Barangkali dia benar karena dia mempunyai kekuatan supernatural; baiklah saya mendukung rencana ini, dan saya minta kamu untuk tinggal di saudaraku didesa Ganjur, pamanmu disana sebagai lurah Ganjur. Tinggalah disini untuk dua hari karena saya masih kangen dengan kamu," kata Nyonya Tingkir.
Selama tinggal dirumah, Jaka bekerja di sawah bertanam padi. Selagi dia bertanam, ada orang menegur, " Hai Jaka mengapa kamu masih ada disini?, bukankah kamu harus ke Demak secepatnya?" Dia adalah Sunan Kali Jaga, salah satu dari sembilan orang suci yang pertama membawa agama Islam. Sebagai orang alim dia tau akan masa depan Jaka, maka dia menganjurkan agar Jaka segera ke Demak.
Kerajaan Demak dengan raja pertamanya adalah Sultan Bintoro atau Raden Patah. Beliau wafat pada tahun 1518.
Sultan mempunyai anak-anak seperti dibawah ini.
Yang pertama adalah Ratu Mas, beliau menikah dengan Pangeran Cirebon. Walaupun dia anak tertua, tapi dia tidak berhak untuk menjadi Raja, karena perempuan.
Putera yang kedua adalah Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Dia diangkat menjadi Raja menggantikan ayahnya. Pada waktu usianya tujuh belas tahun dia ikut bertempur di selat Malaka memerangi orang Portugis, bantu membantu dengan Sultan dari Malaka, Sultan Machmudsyah. Oleh sebab itu dia bergelar Pangeran Sabrang Lor yang artinya pergi keluar negeri. Setelah memerintah Kerajaan selama tiga tahun dia dibunuh oleh seseorang. Rumor di masyarakat mengatakan bahwa yang membunuh adalah adiknya yang terkecil, Pangeran Trenggono.
Anak ke tiga adalah Pangeran Kanduruan atau Pangeran Seda Lepen. Dia seharusnya berhak menduduki tahta kerajaan, tapi sayang dia dibunuh oleh keponakannya sendiri, Pangeran Prawoto, anak tertua dari Pangeran Trenggono.
Jadi Kerajaan Demak berlumuran darah yang dilakukan oleh Sultan Trenggono beserta keluarganya.
Jaka Tingkir akan menghadap Sultan Demak yang pada saat itu adalah Sultan Trenggono. Yang pertama dia kunjungi adalah Lurah Ganjur guna mendapat rumah penginepan. Dia serahkan surat dari ibu angkatnya kepada Ki Lurah.
" Hai Jaka, kamu sekarang sudah besar. Saya teringat pada waktu saya berkunjung terakhir kerumahmu, engkau masih kecil, umyur kamu lima tahun." kata Lurah Ganjur.
" dia seorang pemuda ganteng, sopan dan kuat; jadi saya kira dia akan mudah untuk menjadi abdi dalem Istana," pikir Ki Lurah.
" Hai Jaka besok adalah hari Jumat. Sultan akan sembahyang di Mesjid Agung Demak. Jadi besok pagi-pagi kita bersama-sama akan membersihkan mesjid. Diharapkan Sultan akan melihat kamu dan mengangkat kamu sebagai pengawalnya atau abdi dalem." kata Ki Lurah.
" Terimakasih, ini adalah kesempatan saya untuk melihat Sultan yang terkenal itu dari jarak dekat dan juga untuk pertama kalinya," kata Jaka Tingkir.
Pagi-pagi sekali Ki Lurah beserta stafnya dan juga Jaka sudah berangkat ke Mesjid untuk bekerja membersihkan Mesjid dan halamannya.
Disebabkan Jaka terlalu tekun dengan pekerjaannya, dia tidak melihat atau menyadari kalau Sultan dan rombongannya sudah dekat akan memalui tempatnya. Jika dia pergi begitu saja maka dia akan membelakangi Sultan. Tetapi jika dia diam ditempat itu, tentu dia akan dilanggar oleh Sultan beserta rombongannya. Tempat dia sedang bekerja adalah diantara dua kolam yang tempatnya sempit, tempat lalu Sultan. Tiba-tiba dia melompat melewati kolam. Itu adalah salah satu pelajaran silat yang diajarkan oleh Ki Ageng Sela.
Sultan dan rombongan sangat terkejut begitu juga Ki Lurah Ganjur. Sultan mendekati Lurah Ganjur dan memberi tanda agar anak muda tadi untuk datang menemuinya sesudah sembahyang Jumat.
Ki Lurah Ganjur pucat mukanya," hukuman apa yang akan dijatuhkan Sultan kepada Jaka Tingkir?"
" Tingkir tindakanmu tadi adalah melanggar kesopanan. Sultan berkenan menemuimu nanti setelah sembahyang Jumat, saya harapkan Sultan tidak akan memberimu hukuman," kata Ki Lurah Ganjur.
" Saya minta maaf paman; saya tidak menyadari kalau Sultan dan rombongan tiba-tiba sudah ada dimuka saya," kata Jaka Tingkir.
" Apa yang harus saya katakan kepada ibumu, Nyonya Tingkir, jika Sultan memberikan hukuman," kata pamannya.
" Akankah dia memberi hukuman?, saya hanya melompati kolam, kemudian dihukum karena tindakan itu?," kata Jaka
" Dengan berbuat seperti itu kamu telah pamer kepandaian silatmu. Kamu tahu bahwa Demak ini adalah gudangnya master Silat," kata pamannya.
Tidak berapa lama kemudian Sultan beserta rombongan sudah keluar dari mesjid dan menemui Jaka tingkir, " siapakah namamu anak muda?, kata Sultan.
" nama saya Jaka Tingkir,'
" Siapakah orang tuamu?, tanya Sultan
" Orang tua saya bernama Ki Ageng Tingkir, masih ada hubungan keluarga dengan Ki Lurah Ganjur, bahkan saya juga bermalam di rumah Ki Lurah." jawabnya.
" Hmm,...kamu tidak pernah cerita bahwa kamu mempunyai seorang keponakan Ganjur. Anak muda besok kamu menghadap saya di Istana," kata Sultan.
Pendek cerita, Jaka Tingkir diterima sebagai "abdi dalem" pegawai Istana.
Dua tahun kemudian dia diangkat sebagai Tumenggung di kalangan militer Kerajaan Demak, karena dia pandai, cerdas berilmu dan tahu membawa etiket Kerajaan.
Dia mengadakan reorganisasi kalangan militer di Kerajaan dan melatih ketrampilan perajurit Demak yang menjadikan militer Demak cukup disegani. Sultan sangat senang dan puas kepada hasil kerja Jaka Tingkir, sehingga dia mengangkat anak kepada Jaka Tingkir.
Disebabkan Jaka Tingkir adalah pemuda yang ganteng, maka banyak wanita-wanita mengharapkan menjadi kekasihnya.
Pada suatu hari, selagi Jaka bertugas di Istana, dia melihat seorang wanita cantik tanpa sengaja. Dia adalah Puteri Mas Cempa yang tinggal di kaputren. Tidak seorangpun boleh masuk kedalam kaputren tanpa seizin baginda. Puteri pun melihat dia, maka keduanya saling jatuh cinta.
" Mana mungkin Baginda mengambil mau saya sebagai menantu, karena saya hanyalah pemuda desa. Tapi melihat matanya, nampaknya dia jatuh hati juga sama seperti saya. Bagaimana cara saya mengutarakan rasa cinta saya kepadanya, kalau saya tidak diperkenankan masuk kedalam Kaputren?, itu adalah permasalahan Jaka." pikir Jaka Tingkir.
Dia hampir melupakannya, tetapi pada suatu hari seseorang mengantar surat rahasia dari dia, Puteri. Dia mengundang datang ke Kaputren, dia juga menyertakan peta jalan rahasia untuk sampai ke Kaputren sehingga tidak ada seorangpun mengetahui kehadirannya di Kaputren. Sejak itu terjadilah beberapa pertemuan rahasia diantara kedua pasang muda mudi yang sedang dimabuk asmara. Sejauh ini lancar-lancar saja, karena tidak ada yang tau pertemuan tersebut. Hanya teman-temannya mencurigai dia sedang dilanda asmara karena sering kedapatan melamun.
Pada akhirnya pengawal kerajaan melihat dari kejauhan, Jaka Tingkir bersama Puteri Mas Cempa berada di Kaputren. Kemudian melaporkan ke Baginda dan Baginda segera memanggil Jaka menghadapnya.
" Mengapa engkau berani melanggar aturan memasuki Kaputren? tanya Sultan
Belum pernah Jaka melihat Sultan kelihatan semarah hari ini karena dia memang belum pernah berbuat kesalahan.Nafasnya menjadi sesak dan mukanya pucat Dia tidak pernah berkata bohong, maka juga saat ini.
" Tuanku, saya dengan Puteri Mas Cempa sedang merundingkan sesuatu," katanya
" Apa itu?," tanya Sultan.
" Kami berdua saling jatuh cinta," kata Jaka.
" Beraninya kamu, kamu harus tau dan menyadari, kamu hanyalah pemuda rakyat biasa dari kampung, kamu hanyalah petugas layan Istana kami. Mulai sekarang kamu dipecat dan dihukum. Kamu masuk hutan tanpa membawa senjata dan saya akan perintahkan semua perajurit Demak untuk menangkap kamu hidup atau mati. Saya akan umumkan bahwa kamu telah mencuri pusaka keramat Kerajaan, baju antakusumah, sekarang pergi, saya tidak mau melihat kamu lagi," kata Sultan.
Sangat buruk dan bahkan lebih buruk disebabkan mencuri baju antakusumah berarti bukan saja perajurit Demak akan mengejarnya bahkan semua rakyat Demak akan ikut mengejar.
" Maafkan saya Tuan, saya akan melaksanakan perintah Tuan. Bila saya gagal dan mati, maafkan saya dan Ratu Mas Cempa, kami berdua saling mencintai," kata Jaka.
Kemudian dia pergi masik hutan. Sepanjang itu tidak ada seorang perajuritpun yang mengikutinya guna membunuhnya.
Sultan dibalik itu merasa sangat tertekan dan penuh penyesalan karena dia sebenarnya membutuhkan dia sebagai perajurit yang baik, organisatoris yang handal dan seorang pemuda yang ganteng. Jaka adalah pemuda sempurna tanpa cacat yang dapat ditemukan. Bahkan dia adalah sempurna sebagai memantunya. Sultan tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya adalah berdarah biru dari kerajaan Majapahit, musuhnya.
Jaka meninggalkan Demak dengan cepat. Tanpa tujuan, hanya kesedihan yang mendalam dan frustrasi kehilangan kekasihnya Ratu Mas Cempa. Sewaktu dia beristirahat dibawah pohon disuatu hutan, seseorang datang menghampiri, " Hai anak muda mengapa kamu berada di hutan yang angker ini?, " tanya orang tua.
" Saya Jaka Tingkir dari desa Tingkir. Saya adalah anak dari Ki Ageng Pengging. Orang tua saya sudah mennggal dunia sewaktu saya masih muda, kemudian saya diangkat anak oleh Ki Ageng Tingkir jadi nama saya adalah Jaka Tingkir.
Matanya menjadi basah karena menangis. " Oh anakku ayahmu adalah temanku, nama saya adalah Ki Ageng Butuh. Jadi apa yang terjadi dengan kamu sehingga kamu berada dihutan ini?" tanaya Ki Ageng Butuh.
Dan jaka menceritakan apa yang terjadi.
" Jadi apa rencana kamu selanjutnya?"
" Saya tidak tau, mungkin saya akan bunuh diri," kata Jaka.
" Jangan lakukan itu anakku, Itu tidak baik, saya tau pikiran kamu sedang kacau karena kamu sedang mendapat kesulitan dan kesedihan yang mendalam. Alangkah baiknya jika kamu datang kerumahku dan semua nya akan menjadi dingin dan tenang." kata Ki Ageng Butuh.
Jaka Tingkir setuju atas saran itu dan menginap selama seminggu atau lebih dirumahnya. Ada juga disana tetangganya, Ki Ageng Ngerang yang juga teman ayahnya. Kedua orang itu mengajarkan Jaka ilmu Mystic dan ilmu spiritualism yang membuat Jaka menjadi orang baik, sopan dan bijaksana.
Sesudah satu bulan, Jaka Tingkir ingin kembali ke Demak. Mengharapkan Sultan sudah dapat melupakan dosanya dan dapat menerimanya seperti sebelumnya. Sesudah mengucapkan terimakasih dan salam kepada kedua gurunya, dia meninggalkan desa Butuh pergi ke Demak.
Dia sampai ke pintu gerbang kerajaan dan menemui pengawal disana yang masih mengenalinya sebagai tutor pendidikan kemiliteran. Mereka bercakap dan berdiskusi mengenai situasi Istana. Tetapi Sultan masih marah kepada Jaka, kata pengawal itu.
Jaka sangat kecewa dengan keterangan itu, dia meninggalkan Demak dan menuju Pengging, kota kelahirannya.
Dia meninggalkan Pengging sewaktu dia berumur dua tahun, maka tampak agak aneh kota itu. Dia bertanya kepada seseorang di jalan, dimana kuburan ayahnya. Dia pergi kekuburan ayahnya guna memberikan bunga. Dia tertidur dikuburan karena dia terlalu lelah berjalan. Dia bermimpi seseorang datang kepadanya dan berkata, " anakku Karebet, jangan bersedih jangan biarkan hidupmu menjadi sia-sia. Jadi kamu harus pergi ke desa Banyu Biru dan temui Ki Buyut Banyu Biru, jadilah muridnya dan patuhi semua perintahnya. Aku adalah ayahmu, Ki Ageng Pengging.
Dia terbangun dan merasa aneh karena mimpi itu seperti sungguhan terjadi.
Siapakah Ki Buyut Banyu Biru?. Dia sebenarnya adalah Kebo Kanigara, kakak dari ayahnya.
Ki Banyu Biru paman Jaka Tingkir adalah guru yang terkenal, banyak anak-anak muda datang berkunjung untuk menjadi muridnya,diantaranya adalah Mas Manca dari desa Calpitu di kaki Gunung Merapi. Ayahnya adalah tantama dari militer Majapahit bernama Jabaleka. Murid yang lain adalah Ki Wuragil dan Ki Wila adalah keponakan dari Ki Banyu Biru sendiri.
Ki Banyu Biru mempunyai kesaktian untuk mendapat inspirasi bahwa dia akan menerima seorang murid yang akan menjadi Raja terkenal ditanah Jawa. Pada sore harinya datanglah Jaka Tingkir yang melamar menjadi muridnya. Ki Banyu Biru menerima dengan senang hati. Jaka Tingkir belajar dengan rajin dan dia juga dapat berteman dengan murid-murid yang lain. Dalam tempo tiga bulan dia sudah dapat menguasai semua ilmu dan lulus dalam ujian.
" Jaka tiga bulan sudah cukup untuk kamu belajar ilmu dari saya, nah sekarang kamu kembali ke Demak dan menghadap Sultan kembali," kata Ki Banyu Biru.
" Tetapi saya takut, karena Sultan akan menolak saya," kata Jaka.
" Jangan takut dan jangan ragu-ragu anakku; Sultan akan mengadakan kunjungan ke gunung Prawata pada musim ini seperti biasanya dan kamu dapat menemui dia disana; ini saya bekali kamu segenggam tanah," kata Ki Banyu Biru.
" Segenggam tanah? untuk apa?,"
" Pada perjalanan kamu nanti, kamu akan menemui kerbau Danu di kaki gunung Prawata; jejali dia dengan tanah ini, kerbau itu akan mabuk dan mengamuk; ikuti dia kemana larinya; dia akan menuju ke alun-alun dimuka villa Raja; kemudian Raja akan meminta kamu untuk menangkap binatang itu," kata Ki Banyu Biru.
" Menakjubkan planing Ki Banyu Biru, tetapi mungkin ini merupakan ramalan bukan rencananya," pikir Jaka.
" Saya harap rencana ini akan terealisasi nantinya," kata Jaka.
" Jaka kamu akan ditemani oleh Ki Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila. Jadilah tim yang kompak dalam menghadapi semua hal," kata Ki Banyu Biru.
Kempat anak muda itu memulai perjalanannya menuju gunung Prawata. Pada perjalanannya mereka memerlukan tempat bermalam. Lurah disuatu desa menawarkan rumahnya untuk menginap. Lurah itu bernama Bahureksa. Mereka menerima tawarannya.
Adalah seorang gadis cantik dan menarik dan juga pandai bergaul tinggal dirumah itu. Dia adalah anak gadisnya Ki Lurah sendiri, namanya Kaninten. Jaka tertarik dengannya dan Kanintenpun merespon, maka jadilah cinta kilat. Karena mereka hanya tinggal dua hari saja, maka Jaka dan kawan-kawannya minta pamit kepada Ki Lurah untuk meneruskan perjalanannya.
" Ki Lurah, kami berterimakasih atas layanan, selanjutnya kami minta diri untuk meneruskan perjalanan kami," kata Jaka.
" Sebelum engkau pergi, saya ada berita dari anak saya yang mengatakan bahwa kamu telah mempermalukan anak saya. Maka saya minta kepada kamu, Jaka Tingkir, untuk mengawini anak saya," kata Ki Lurah.
" Saya tidak melakukan apa-apa; saya minta maaf jika dalam pergaulan saya telah menykiti anda semua,"
" Saya memaksa atau saya akan bunuh kamu semua," kata Ki Lurah.
" Saya sudah mempunyai kekasih yang akan saya kimpoii segera, dia adalah Ratu Mas Cempa, puteri kerajaan Demak; saya tidak bisa mengawini Kaninten," kata Jaka
Bahureksa memegang hulu kerisnya dan menusuk dengan gerakan cepat. Jaka menghindar dan kemudian membalas dengan pukulan yang tepat kemukanya. Walaupun tanpa senjata, Jaka dapat mengatasi serangan Bahureksa karena dia adalah muridnya Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Banyu Biru. Dalam beberapa menit, Jaka memberikan pukulan terakhir, jadilah dia pemenang didalam pertarungan ini. Tetapi pasukan Jagabaya atau semacam pasukan privat telah mengepung keempat anak muda itu.
" Hai anak muda engkau telah mempermalukan anak gadis kami yang terbaik, maka engakau tidak dapat keluar dari desa kami ini; engkau harus mati atau kami yang mati," kata pemimpin Jagabaya.
" Tenang ki Sanak, saya tidak melakukan sesuatu atau menyakiti Kaninten, bahkan dia sekarang baik-baik saja; saya tidak melakukan sesuatu, sumpah, saya minta maaf," kata Jaka.
" Baiklah, atas nama Bahureksa saya akan merundingkan kepada kamu; saya menawarkan, untuk kompensasi malu Kaninten saya minta kamu membayar seribu Kepeng," kata kepala Jagabaya.
" Baiklah saya terima tawaranmu," kemudian Jaka membayar.
Mereka mendapatkan pengalaman berharga di desa Bahureksa ini tentang wanita. Jaka Tingkir harus mengendalikan keinginannya kepada wanita dimasa akan datang. Wanita itu dapat merubah nasib seorang laki-laki dan dapat merubah karir seorang laki-laki.
Mereka meneruskan perjalanannya ke gunung Prawata guna menemui Sultan. Setelah sampai dikaki gunung mereka melihat seekor kerbau sedang merumput, ini tentulah kerbau Danu yang dikatakan oleh Ki Banyu Biru. Dan tentunya padang rumput ini sudah dekat dengan Vila Raja. Jaka Tingkir mengambil segenggam tanah dari kantung nya dan mendekati kerbau tadi, " kalem, sedikit kerbau," kemudian dijejalkan tanah itu kedalam mulutnya. Beberapa menit kemudian, Kerbau itu menggoyang-goyangkan kepalanya, matanya mulai merah dan kakinya mulai digaruk-garukan ketanah. Berhasil kerja tanah tadi.
Kerbau Danu benar-benar mabuk, dia lari dengan cepat kearah pasar. Dia lari dengan cepat menabrak apa-apa yang didepannya. Orang-orang dipasar gempar dan lari menyelamatkan diri sambil berteriak-teriak. Tidak seorangpun yang dapat emnangkap atau menenangkan kerbau itu, bahkan perajurit-perajurit Demak, sehingga salah seorang perajurit menghadap Sultan langsung dan melapor," Tuan, ada seekor kerbau yang mengamuk menghancurkan apa saja di pasar, tak seorangpun yang sanggup melawannya,"
" Seekor binatang mengamuk dan tak seorangpun berusaha. Baiklah, saya perintahkan kepada kamu untuk memobilisasi perajurit guna menangkapnya, giring dia kearah alun-alun dan buatkan sebuah panggung untuk saya guna mengamati alun-alun," kata Sultan.
" Baik Tuanku"
Kerbau Danu adalah kerbau besar yang garang, memasuki alun-alun. Ada beberapa serdadu yang mencoba menangkapnya tetapi gagal bahkan beberapa perajurit terluka dan yang lain menjadi takut. Beberapa pekerja sibuk membuat panggung untuk raja mengamati. Hari itu adalah hari ketiga sejak Danu mabuk dicekoki tanah kedalam mulutnya.
Sultan dan pengikutnya duduk di panggung. Dia menarik kesimpulan bahwa semua serdadunya telah gagal. Sementara itu orang-orang dari kampung dan kampung sekitarnya telah datang kepinggir alun-alun menonton kerbau yang mabuk. Diantaranya adalah Jaka Tingkir dan teman-temannya. Tiba-tiba Sultan melihat Jaka diantara rakyat tanpa sengaja. Sultan memberikan tanda kepada bawahannya dan berkata," adakah kamu melihat anak muda yang berada disana. Dia pasti Jaka Tingkir. Katakan kepadanya untuk menangkap kerbau. Jika dia berhasil, saya akan memberikan pengampunan atas dosa-dosanya." Pengawal mendekati Jaka Tingkir, " Hai Jaka, Sultan meminta kamu untuk menangkap kerbau itu, jika kamu berhasil Sultan akan memberikan pengampunan atas dosa-dosa kamu."
"Bnarkah, saya akan mencoba, terimakasih banyak," kata Jaka. Dia melompati pagar alun-alun dan mendekati panggung dan tunduk menghormat menghadap Sultan. " Ini adalah kesempatan saya untuk mempraktekan ilmu silat saya dari Ki Ageng Banyu Biru dan Ki Ageng Sela. Dan juga kesempatan saya untuk kembali kepada karir saya dan tidak ketinggalan untuk bersatu kembali dengan Ratu Mas Cempa," pikir Jaka.
" Tuanku, saya akan mencoba semua kemampuan saya, doakan saya," kata Jaka.
Dia berbalik menghadapi binatang itu. Kerbau itu lari kearahnya dengan kepala ditundukkan. Jaka menghindar dan Jaka kembali dari belakang kerbau guna menangkap ekornya. Dia berhasil menangkap ekornya dan menarik sekuat tenaganya sampai kerbau itu pingsan. Dia memukul kepapala kerbau itu dengan tinjunya sampai kepala kerbau itu pecah. Kerbau mati dalam sekejap.
Para penonton berteriak gembira ria, " Hidup Jaka, Hidup Jaka,'
Mas Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila bersorak-sorak gembira, kemudian mereka melompati pagar dan mendekati Jaka. Ki Manca menggendong Jaka dipunggungnya dan berkeliling lapangan diikuti oleh teman-temannya. Sampai dimuka panggung mereka berhenti dan memberi hormat kepada baginda." Sangat baik Jaka,kamu hebat, engkau menghadap saya satu hari setelah besok," kata Sultan dan tampak dia tersenyum yang menandakan bahwa dia tidak marah lagi.
" Kanjeng Sinuwun, saya Jaka Tingkir bersama teman-teman saya menghadap baginda, saya akan datang ke istanamu sesuai perintah mu," kata Jaka.
Hari dimana dia harus menghadap Sultan adalah hari yang terindah didalam hidupnya, hari karunia dari Tuhan YME. Dia duduk dilantai dengan kaki bersila layaknya seorang rakyat Jawa menghadap Rajanya. Kemudian baginda bersabda, " Jaka mulai sekarang kamu menduduki pos mu sebagai Tantama didalam kemiliteran Demak," Tamtama adalah salah satu kedudukan yang cukup tinggi didalan ranking militer Demak.
Kabar dari masyarakat Demak yang dia dengar, tidak seorangpun mau mengikuti Jaka guna membunuhnya pada waktu Jaka diusir dari Jabatannya dan dihukum. Bukan saja mereka takut tetapi juga mereka menghormati Jaka. Setiap perajurit Demak mengakui bahwa Jaka adalah pemimpin yang karismatik. Rumor yang tersebar dimasyarakat bahwa Jaka pernah membunuh salah seorang perajurit yang ingin menangkapnya sewaktu dijatuhi hukuman, dengan melempar daun sirih saja.
Setelah enam bulan berjalan, Sultan menaikan pangkatnya menjadi Tumenggung yang setara denga Jenderal dalam kemiliteran modern. Jaka bersyukur kepada Tuhan YME atas karuniaNya yang diberikan dan bekerja lebih keras lagi guna memperbaiki militer Demak. Sultan masih berambisi untuk memperluas Kerajaannya kearah Supit Urang, Mataram dan Pasuruan, oleh sebab itulah militer Demak harus lebih baik dari sebelumnya.
Pada akhirnya Sultan memutuskan mengangkat Jaka Tingkir sebagai menantunya. Alangkah senangnya dia dan juga teman-temannya tidak dapat dikatakan. Jadi tidak ada lagi pertemuan rahasia dan tidak ada lagi pengawal yang melaporkan kepada Raja apabila Jaka bertemu dengan Ratu Mas Cempa di Kaputren. Semua berjalan normal dan legal sekarang.
Sultan mengadakan pesta pernikahan anaknya yang terakhir, antara Jaka Tingkir dengan Ratu Mas Cempa. Semua rakyat mendukung dan merestui pernikahan pasangan yang serasi ini. Setelah pesta pernikahan, Sultan menganugrahi kepangkatan kepada Jaka sebagai Bupati di Pajang, jadilah dia Adipati Pajang. Pajang nama sebelumnya adalah Pengging.
Pada waktu itu Demak memulai ekspansinya menyerang Supit Urang dan Mataram. Keduanya dapat ditundukan dengan mudah. Kemudian menyusul Pasuruan. Sultan sendiri memimpin penyerangan disertai dengan puteranya yang kedua, Pangeran Timur dan tentu saja dengan Jaka Tingkir. Pada penyerangan ke Pasuruan, Sultan gugur dibunuh oleh dayangnya sendiri di tendanya. Dayang itu adalah suruhan Pangeran Aryo Penangsang, putera dari Pangeran Kanduruan. Dulu Pangeran Kanduruan dibunuh oleh keponakannya sendiri Pangeran Prawoto, putera dari Sultan Trenggono.
Pasukan Demak ditarik mundur dari peperangan bersama dengan mayat Rajanya. Kemudian di Demak dilakukan penobatan raja baru yaitu Pangeran Prawoto dengan gelar Sultan Mukmin, menggantikan ayahandanya, Sultan Trenggono. Sunan Giri sangat mendukung penobatan tersebut. Sunan Giri adalah salah satu dari sembilan orang suci. Jadi dia mempunyai pengaruh politik didalam kesultanan Demak. Sultan Prawoto juga dilantik sebagai pemimpin agama, maka dia juga disebut sebagai Sunan Prawata.
Jaka Tingkir dan keluarganya tinggal di Pajang sebagai Adipati Pajang. Mereka bekerja keras membangun daerahnya. Rakyat sebetulnya lebih setuju memilih Jaka sebagai raja mereka, jika ada pemilihan bebas seperti di era moderen, oleh sebab itu banyak rakyat yang pindah ke Pajang untuk menjadi rakyatnya Adipati Pajang. Semua temannya dan rakyatnya mendukung dia menjadi raja, maka Jaka mengangkat dirinya sebagai Raja denga gelar Sultan Hadiwijoyo. Ibukota kerajaan adalah Pajang, maka kerajaannya pun bernama Kerajaan Pajang.
Kerajaan Demak semetara itu mengalami kemunduran sejak Sultan Prawoto sakit. Rakyat disitu pun tidak protes dengan berita Jaka Tingkir mengangkat dirinya menjadi Raja; mereka berpendapat bahwa wahyu keprabon memang jatuh kepada Jaka Tingkir yang berarti memang Tuhan YME menghendaki dia sebagai Raja.
Sultan Hadiwijoyo tidak melupakan janjinya kepada Ki Ageng Sela, maka dia memanggil keluarga gurunya untuk didudukan sebagai pembantu-pembantunya di kerajaan; Sultan memanggil Ki Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela. Ki Ageng Ngenis membawa puteranya, Ki Ageng Pemanahan.
Mas Manca diangkay sebagai patih Pajang dan bergelar Patih Mancanegara. Dia menjadi tangan kanan Sultan Hadiwijoyo dan banyak berjasa dalam perkembangan Pajang.
Ki Wuragil dan Ki wila diangkat sebagai Bupati dalam, banyak berjasa dalam pengembangan wilayah seperti membuka lahan pemukiman dan perladangan.
Ki Ageng Banyu Biru diangkat sebagai penasehat kerajaan atau Pepunden.
Sultan juga tidak melupakan Ki Ageng Sela, seperti sudah diterangkan diatas.
Ki Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela diberikan desa perdikan yang disebut desa Nglaweyan.
Selain Ki Ageng Pemanahan,sebagai putera tertua, Ki Ageng Ngenis juga mengangakat anak yang namanya Panjawi. Kedua puteranya ini adalah murid dari Sunan Kali Jaga. Oleh Sultan Hadiwijoyo keduanya ditugaskan sebagai kepala pasukan tamtama Pajang dan juga Keduanya diangakat saudara oleh Sultan.
Ki Ageng Pemanahan mempunyai putera seorang bernama Raden Bagus Danang. Kemudian hari puteranya ini diangkat anak oleh Sultan Hadiwijoyo sebagai "lanjaran' karena Sultan tidak mempunyai anak. Pangeran ini dikenal dengan nama Ngabehi Lor Ingpasar.
Ki Ageng Pemanahan juga membawa kakak iparnya bernama Ki Jurumartani didalam pemerintahan Sultan Hadiwijoyo.
Sementara itu Aryo Penangsang, Adipati Jipang Panolan tidak merasa puas dan marah besar, " Beraninya si Jaka Tingkir mengangakat dirinya sebagai Raja, lalu dengan demikian saya berada dibawah kekuasaannya dan saya harus melapor, tidak sudi. Seharusnya saya adalah Raja Demak, karena saya adalah putera Pangeran Kanduruan dan bukan si Prawoto".
Adipati Jipang sangat frustrasi karena skenarionya gagal. Misinya membunuh Sultan Trenggono berhasil dengan sukses, seharusnya diikuti dengan penobatan dia sebagai Raja Demak pada langkah berikutnya. Mengapa tidak ada orang mendukung dia sebagai Raja, bahkan kakeknya yang diharapkan tidak juga mendukungnya. Oleh sebab itulah dia bermaksud pergi ke Kudus hendak mencurahkan ketidak puasannya dan nasibnya kepada kakeknya, Sunan Kudus. Mengapa dia gagal menjadi Raja.
Sebagaimana diketahui Sunan Kudus adalah pembunuh ayah Karebet. Tetapi didalam cerita ini dikatakan bahwa Sunan Kudus juga sebagai salah satu gurunya Karebet. Jadi Sultan Hadiwijoyo menghormati Sunan Kudus, sekalipun dia adalah pembunuh ayahnya.
Sebaliknya Sunan Kudus adalah kakeknya Aryo Penangsang. Oleh sebab itulah Sunan Kudus selalu membela cucunya. Bukan hanya cucunya tetapi juga Sunan Kudus adalah gurunya.
Adipati Jipang Panolan beserta seluruh stafnya datang ke Kudus, menghadap Sunan Kudus. Dia datang dengan marah dan muka yang masam, tidak tersenyum dan tidak hormat kepada semua yang orang yang ditemuinya di Kasuhunan.
" Penangsang, bukan caranya begitu, menghadap saya dengan muka marah dan masam seperti kamu itu," kata Sunan Kudus dengan marah.
" Saya minta maaf, Eyang benar, saya lagi muak, mengapa Prawoto yang menjadi Raja, seharusnya saya. Percuma saya melenyapkan Paman Trenggono," kata Aryo Penangsang.
" Hai jangan ngomong sembarangan, ngawur seperti itu. Apakah kamu datang hanya ingin mencurahkan kemarahanmu?, kata Sunan Kudus dengan lebih marah.
Aryo Penangsang demikian sombong sehingga dia merasa biasa saja sewaktu mengatakan bahwa dia yang melenyapkan Sultan Trenggono. Hal ini yang membuat Sunan Kudus marah besar.
" Maaf Eyang Guru,bukan maksud saya mau marah-marah dimuka guru, tetapi saya memang sedang frustrasi," kata Aryo Penangsang.
" Baiklah saya dapat mengerti apa yang sedang kamu hadapi, tetapi hadapilah masalah ini dengan kalem dan mudah," kata Sunan Kudus.
" Semua orang yang mengetahui sejarah Demak, tentu akan setuju bila saya sebenarnya adalah Raja yang syah,karena saya adalah putera Pangeran Kanduruan, tetapi mengapa semua orang tidak mendukung saya, bahkan Eyang sendiri tidak mendukung, " kata Aryo Penangsang Dia sudah mengatakan maaf tidak akan marah, tetapi kali ini marah lagi bahkan marah langsung kepada Eyangnya.
Dia meneruskan," Saya juga sakit hati dengan tindakan si Karebet yang tidak diduga langsung menjadi Raja, beraninya dia, apa pangkatnya dia dan dia tidak menghargai saya tidak memandang martabat saya. Saya tidak setuju Jipang Panolan dibawah kekuasaan Pajang.
" Baiklah, apakah kamu sudah puas mencurahkan semua masalahmu? Jangan dikira aku kakekmu diam berpangku tangan, tidak, bahkan saya berpikir bagaimana memecahkan masalah ini,"
" Apa pendapatmu, bila seseorang sebagai muridku berchianat kepada almamaternya dan pergi berguru kepada orang lain?" kata Sunan Kudus.
" Siapakah dia yang dimaksud guru?,"
" Dia adalah Pangeran Prawoto. dia lari dan berguru kepada Sunan Kali Jaga," kata Sunan Kudus.
" Jadi apa yang akan kita lakukan guru?"
" Engkau adalah muridku, apakah engkau mau bermaksud membersihkan sekolahmu dari penghianat seperti Pangeran Prawoto?" kata Sunan Kudus.
" Akan kita bunuhkah dia Guru?,"
"Saya tidak mengatakan itu," kata Sunan
" Guru katakanlah denganjelas dan tegas," kata Aryo Penangsang.
" Penangsang jangan memaksa saya, berbicara harus dengan sopan kepada gurumu," kata Sunan Kudus.
" Maaf, tetapi saya akan menunggu perintahmu," kata Aryo Penangsang.
" Tidak, saya tidak akan mengeluarkan perintah. Kamu datang ke Kudus dengan kemarahanmu untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, itu semua adalah masalahmu, dan bukan masalah saya," kata Sunan Kudus.
" Apakah engkau merestui Eyang?, " kata Aryo Penangsang.
" Tidak, saya ingin mengatakan bahwa saya tidak pernah memberi kamu perintah untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, tetapi saya juga tidak pernah mencegahmu. Tetapi harus diingat bahwa Sultan Prawoto bukan saja seorang Raja tetapi juga seorang pemimpin Agama. Jadi apa bila terjadi sesuatu yang tidak baik dengannya, negeri ini akan geger," kata Sunan Kudus.
" Saya tidak perduli. Saya siap apapun yang akan terjadi bahkan saya siap untuk menyatakan perang dengan Kerajaan Demak," kata Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang dan Patih Matuhun kembali ke Jipang Panolan.
Pada Istananya, Aryo Penangsang memanggil pengawalnya yang terbaik, namanya Rangkud untuk diberi tugas.
" Rangkud kamu mempunyai tugas dari saya. Saya tau bahwa tugas ini berat bagimu, bunuh raja Demak."
" Jangan katakan tidak, setiap perajurit Jipang Panolan adalah pembrani dan tidak takut mati untuk Negaranya dan Rajanya, kamu mengerti?," kata Aryo Penangsang.
" Tetapi,...."
" Tidak ada tetapi, kerjakan perintah ssaya,"
" Raja Demak mempunyai kesaktian yang mana keris saya tidak akan mempan menembus tubuhnya," kata Rangkud.
" Jangan takut akan hal itu, ambil keris kamu dan bawalah kepada Sunan Kudus, Sunan akan membacakan mentera dikeris kamu, maka besi tua itu akan bertuah."
Keris atau pisau dua mata berombak adalah benda yang dipercaya oleh masyarakat mempunyai daya magis. Bahkan setiap keris mempunyai nama yang menandakan bahwa benda-benda itu keramat.Rangkud berangkat ke Kudus mengendarai kudanya dengan cepat. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Sunan Kudus untuk meminta jampi-jampi bagi kerisnya agar bertuah. Sesampainya disana kelihatan Sunan sudah menunggu; nampaknya dia sudah tau akan kedatangan Rangkud dan tau apa maksudnya. Kemudian keris diterimakan dan dibacakan jampi-jampi. Setelah itu keris diserahkan kembali sambil beliau berpesan, " Rangkud jalankan perintah tuanmu dengan baik; engkau adalah orang yang dipercaya; saya beritahukan bahwa tugas kamu menjadi ringan disebabkan Sultan sedang sakit sekarang ini."
" Ya Sunan, saya akan menjalankan perintah dengan baik," kata Rangkud.
Sesampainya dipinggir kota Demak, dia titipkan kudanya kepada seseorang dikampung. Dan dengan cepat dia pergi ke Istana pada tengah malam. Dia tidak dapat memasuki Istana karena dipintu gerbang ada penjaganya. Kemudian dia duduk bersila diatas rumput dan membacakan mentera agar semua perajurit yang bertugas jaga dapat megantuk dan akhirnya akan tertidur nyenyak. Beberapa menit kemudian, dunia seolah-olah menjadi sunyi, tidak ada suara bahkan tidak ada suara jangkrik. Para perajurit tertidur, demikian penjaga pintu gerbang. Rangkud memasuki Istana tanpa halangan apa-apa karena semua penjaga tertidur. Akhirnya dia sampai ke tempat tidur Raja.
Dimuka pintu kamar tidur Raja ada empat penjaga yang tertidur. Rangkud melangkahi tubuh-tubuh yang tertidur perlahan-lahan dan membuka pintu kamar. Beruntung dia karena pintu kamar tidak terkunci.
" Selamat datang anak muda dan laksanakan tugasmu dengan baik; apakah engkau tidak menyadari bahwa engkau memasuki kamar Raja Demak untuk maksud pembunuhan dan sadarkah engkau bahwa engkau akan dihukum, hukuman mati,' kata Sultan Prawoto.
Rangkud terkejut, mengapa Sultan tidak tertidur seperti semua orang di Istana. Tentunya Sultan mempunyai kesaktian yang tak mungkin dibunuh. Rangkud bermaksud lari dari situ, tetapi dia teringat akan tugas dari Tuannya, Aryo Penangsang. Maka dia genggam hulu kerisnya dan maju perlahan-lahan.
" Siapakah engkau anak muda?, mengapa engkau mau membunuhku? Siapa yang menyuruhmu membuhuhku?, tanya Sultan.
" Saya Rangkud, tamtama dari Jipang Panolan; Aryo Penangsang yang menyuruhku membunuhmu; Saya harus siap melaksanakan semua perintah layaknya seorang perajurit yang harus melaksanakan perintah Rajanya," Jawab Rangkud.
" Baiklah laksanakan tugasmu, tetapi dengan satu syarat saya mohon kepadamu, jangan melukai isteriku, karena dia tidak tersangkut dengan bisnis ini," kata Sultan. Nampaknya Sultan menyadari kesalahannya membunuh ayah Aryo Penangsang waktu dulu, dan sekarang dia akan membayar semua hutangnya.
" Baik Sultan saya akan melaksanakan tugas saya dan saya berjanji tidak akan melukai isterimu," kata Rangkud.
" Ingatlah bila engkau melukai isteriku, maka engakau akan mati dan bukan aku," Kata Sultan.
Sementara itu isteri Raja terbangun dan terkejut," Lihat kakang Prabu, siapakah orang gila yang telah memasuki kamar kita? dan membawa senjata ditangannya, Tolong, hai pengawal tolong, semua orang tolong,"
Rangkud dengan gerakan cepat menusuk badan Raja. Tetapi bukan hanya Raja yang tertusuk tetapi juga isterinya, disebabkan isterinya merangkulnya dari belakang. Sultan mengangakt kerisnya yang namanya Kiai Betok.
" Hai Rangkud engkau telah melanggar janjimu," kata Sultan.
Rangkud berbalik dan lari kearah pintu. Sultan melemparkan kerisnya; Kiai Betok terbang kearah targetnya di paha Rangkud dekat kemaluannya. Rangkud mati seketika didekat pintu kamar; Raja dan Permaisuru juga mati. Sementara itu para perajurit tetap tidur selama kejadian itu, tetapi setelah Rangkud mati barulah mereka terbangun; mereka terkejut dan takut mendapatkan Raja dan Permaisuri wafat bersama sipembunuh.
Aryo Penangsang sangat puas dengan misi Rangkud yang dianggap berhasil. Dia berpikir bahwa tidak ada bukti-bukti pembunuhan disebabkan sipembunuh juga ikut tewas. Tetapi dia salah, siapakah yang tidak kenal siapa Rangkud sebenarnya. Keluarga kerajaan waspada akan pembunuhan berikutnya oleh Aryo Penagsang. Mereka juga berunding bagaimana melunakan kebrutalan Aryo Penangsang. Anak-anak Sultan ditempatkan disuatu tempat yang dianggap aman.
Setelah wafatnya Sultan Prawoto atau Pangeran Mukmin, tidak ada seorang Raja yang dinobatkan; karena anak Sultan, Aryo Panggiri masih terlalu kecil untuk menjadi Raja. Jadi Demak menjadi kerajaan tanpa Raja untuk waktu pendek. Sementara itu Sultan Hadiwijoyo dari Pajang atau Jaka Tingkir akan mendapat tugas menyelesaikan masalah administrasi kerajaan.
Sementara itu Ratu Kali Nyamat sedang berunding dengan suaminya, Pangeran Hadiri, Adipati Jepara, dalam menghadapi kebrutalan Aryo Penangsang.
" Apa saran Kang Mas didalam menghadapi kebrutalan Aryo Penangsang? tanya Ratu Kali Nyamat.
" Kita mempunyai seseorang yang bijaksana yang kita anggap sebagai senior kita;kepadanya kita mintakan pengaruhnya dan dapat membuat semua orang puas dan senang; orang itu adalah Sunan Kudus. Jadi marilah kita bersama membuat kunjungan kesana," kata Pangeran Hadiri.
" Kamu benar, hanya Sunan Kudus yang dapat membuat suasana menjadi dingin kembali di Kerajaan Demak ini," kata Ratu Kali Nyamat.
Sementara itu di Istana Jipang Panolan, Aryo Penangsang sedang berdiskusi dengan Patih Matahun, wakilnya, tentang masalah bagaimana langkah selanjutnya untuk menuju ketahta kerajaan Demak, setelah pembunuhan Raja berhasil dengan sukses. " Kita sangat beruntung dengan kematian Rangkud yang dengan demikian kita tidak perlu membersihkan tangan kita; Demak tidak mempunyai bukti-bukti tentang pembunuhan, benarkan," kata Aryo Penangsang.
" Dan engkau Tuan, akan menjadi Raja dengan mudah karena sudah tidak ada lagi saingan-saingannya." kata Patih Matahun.
" Ya saya mengerti, saingan sudah tidak ada, tetapi penghalang banyak sekali yang akan menyulitkan kita" kata Aryo Penangsang.
" Saya tidak mengerti Tuan, siapakah penghalang itu?, tanya Patih Matahun.
" Kamu orang tua bodoh Matahun; apakah kamu pikir orang-orang disekitar Sultan akan diam saja setelah terjadi pembunuhan ini? Mereka akan menjadi penghalang adalah Pangeran Hadiri dari Jepara dan si Karebet atau Jaka Tingkir si Raja palsu dari Pajang; apakah kamu mengerti Matahun? kata Aryo Penangsang.
" Tetapi mereka itu adalah hanya menantu menantu Raja, tidak berhak untuk menjadi Raja," kata Matahun.
" Jika rakyat memilih Ratu Kali Nyamat atau Ratu Mas Cempa menjadi Raja, maka itu berarti Pangran Hadiri atau Jaka Tingkir yang akan menjadi Raja," kata Aryo Penangsang.
" Apa rencana Tuan selanjutnya ?"
" Saya akan meminta Sunan Kudus memanggil Pangeran Hadiri dan Ratu Kali Nyamat datang ke Kudus,"
" Apakah Tuan yakin bahwa beliau akan benar-benar mendukung usaha kita?"
" Orang tua itu akan mendukung kita, saya yakin, tetapi orang tua itu penuh dengan pertimbangan. Jika kedua penghalang Jaka Tingkir dan Pangeran Hadiri dapat dilenyapkan maka jalan ke tahta kerajaan Demak sudah terbuka lebar," kata Aryo Penangsang.
" Apakah dengan demikian Tuan mau membunuh keduanya?," tanya Matahun.
" Apakah engkau kira engkau akan diam saja untuk melaksanakan kerja besar ini? ya tentu saja saya akan lakukan. Apakah engkau takut? Jika engkau takut baiklah akan aku laksanakan sendiri." kata Aryo Penangsang.
Patih Matahun sudah lama menjadi deputi Adipati Jipang panolan, jadi dia tahu betul karakteristik tuannya yang penuh ambisi dan kemarahan. Usahanya sekarang adalah mengarahkan dan memberikan pertimbangan demi untuk keselamatan Aryo Penangsang sendiri.
" Tapi Tuan, rencana ini sudah melampoui batas jadi sangat berbahaya," kata Patih.
" Hai orang tua, kamu pengecut, tanpa kamu rencana ini akan berjalan dengan mantap," kata Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang dengan para pengikutnya disertai juga dengan saudara angkatnya, Aryo Mataram, berangkat menuju Kudus menemui Sunan Kudus dan meminta Sunan Kudus untuk memanggil Pangeran Hadiri dan Ratu Kali Nyamat.
Sunan Kudus terkejut dengan rencana cucunya ini, tapi dengan berat hati dia menyetujui.
Setelah dua minggu pembunuhan Raja, Ratu Kali Nyamat dan Pangeran Hadiri datang berkunjung ke Kudus atas kemauannya sendiri. Mereka akan meminta orang bijak ini dan juga senioritasnya untuk turut mendinginkan suasana Kerajaan Demak dan juga mengadukan tindakan brutal cucunya, Aryo Penangsang. Jadi Sunan Kudus tidak perlu memanggilnya tetapi mereka yang datang atas kemauannya sendiri.
Ratu Kalinyamat saudara perempuan dari Sultan Prawoto tidak senang atas kejadian pembunuhan beruntun yang dilakukan oleh Aryo Penangsang. Dia menjadi marah besar atas kelakuannya. Oleh sebab itu dia ingin mengadukannya kepada kakeknya, Sunan Kudus.
" Jadi kamu datang kesini ingin meminta keadilan, lalu apa yang saya harus katakan? tanya Sunan Kudus. " Sudah lama terjadi sejarah Kerajaan Demak berlumuran darah, saling membunuh satu sama lain didalam keturunan Sultan Bintoro. Kamu sudah mendengar sejarah itu dan kamu tahu itu."
" Tetapi pembunuhan Sultan Trenggono dan Sultan Prawoto dilakukan oleh Aryo Penangsang," kata Ratu Kalinyamat.
" Marilah kita menengok sejarah kebelakang dan marilah kita pertimbangkan apa yang terjadi dan apa hubungannya dengan kejadian yang sekarang," kata Sunan Kudus.
Jika kita melihat kebelakang, melihat sejarah Kerajaan Demak; kita teringat bagaimana Sultan Trenggono telah membunuh Sultan Patiunus dan juga Sultan Kanduruan, ayah Aryo Penangsang; bagaimana Pangeran Trenggono sampai hati membunuh kakak-kakaknya sendiri.
Ratu Kali Nyamat dan Pangeran Hadiri terdiam, tidak berkomentar; dalam katahatinya mereka setuju dengan apa yang dikatakan Sunan.
" Baiklah, kami akan melihat kebelakang seperti yang engkau syaratkan dengan hati-hati," kata Pangeran Hadiri.
" Kamu seharusnya belajar sejarah anakku," kata Sunan Kudus.
Ratu Kali Nymat dan pengikutnya pulang dengan perasaan tidak puas.
"Sudah jelas Sunan berpihak kepada Aryo Penangsang dan bukan kita," kata Ratu kepada suaminya.
" Apapun yang dikatakan Sunan, kita dapat mengerti karena Aryo Penangsang adalah cucunya," kata Pangeran Hadiri.
" Tetapi pertalian keluarga janganlah dibawa didalam permasalahan kita, baiklah kita akan hadapi Penangsang oleh kita sendiri." kata Ratu dengan marah.
" Kita dapat melibatkan adik menantu kita, Sultan Hadiwijoyo, Sultan Pajang," kata Pangeran Hadiri.
" Ya saya setuju, dia pasti akan membantu kita; saya akan menulis surat kepadanya secepatnya." kata Ratu .
Sementara itu terjadi serangan secara rahasia yang dilancarkan Aryo Penangsang beserta Tamtama dan perajurit-perajuritnya; tanpa tanda-tanda dan sangat mengejutkan tiba-tiba mereka sudah ada dimuka dan dibelakang barisan Ratu.
" Hai Ratu dan Hadiri, kamu sudah terkepung oleh banyak tentara dimuka dan dibelakang kamu, menyerahlah," kata Aryo Penangsang dari atas kudanya.
" Pengawal, siap untuk menyerang," Ratu memberi perintah kepada seluruh perajuritnya; kemudian semuanya memegang hulu pedangnya dan siap untuk bertempur. Bahkan barisan pemanah sudah memanah lebih dahulu. Ratu dan suaminya turun dari kudanya dan mulai menusuk musuh, para pengacau dimukanya. Keduanya bertempur dengan gagah berani, demikian juga semua perajuritnya.Sayangnya perajurit Jipang Panolan jumlah dua kali lipat dari perajurit Jepara, jadi walaupun mereka bertempur mati-matian kemungkinan besar serdadu Jepara akan menderita kekalahan.
Sementara itu Aryo Penangsang memberi perintah rahasia kepada Tamtamanya, " ingat target kita adalah Pangeran Hadiri, jika dia sudah terbunuh, kita menarik mundur pasukan kita dengan segera," katanya.
Setelah instruksi itu diberikan, kelihatan Pangeran Hadiri mendapat tekanan lebih dan bahkan menjadi terpisah dengan isterinya. Ratu Kali Nyamat bertempur dengan gagah berani seperti laki-laki, walaupun masih kelihatan cantik. Dia berusaha untuk mendekati suaminya, tetapi banyak perajurit Japang yang menghalangi jalannya. Walaupun sudah banyak perajurit musuh mati oleh pedangnya, dia tidak berhasil mendekati suaminya.
Pada akhirnya Pangeran Hadiri mati oleh tusukan diperutnya. Sebelum mati dia berteriak," lari,lari isteriku, tinggalkan aku, nanti kita akan membalas dendam dikemuadian hari,"
Ratu lebih hebat menyerang begitu juga semua perajuritnya ketika mendengar perintah dari suaminya.
Sementara itu Aryo Penangsang memberikan perintah yang lain lagi," mundur semua perajurit Jipang Panolan, mundur," Mendengar perintah itu perajurit Jipang mundur perlahan-lahan sambil meninggalkan mayat teman-temannya dan mayat musuhnya.
Sesudah perajurit-perajurit Jipang mundur, Ratu mendekati mayat suaminya dan dipeluknya. " terkutuk engkau Penangsang, terkutuk, tunggu pembalasanku,"
Kemudian perajurit yang kalah itu pulang ke Jepara sambil membawa mayat pemimpinnya dan kesedihan yang mendalam didiri Ratu Kali Nyamat.
Dirumahnya, Ratu berpikir, " Dimanakah keadilan, dimanakah dia, bahkan Sunan Kudus berpihak kepada Penangsang. Pada kenyataannya serangan itu sudah dipersiapkan oleh keduanya, Penangsang dan Sunan,atau paling tidad ini suatu dugaan. Satu-satunya teman yang dapat membantu adalah Sultan Pajang, Sultan Hadiwijoyo; saya harus merundingkan dengannya segera mengenai masalah ini."
" Apakah utusan saya ke Pajang sudah datang?, tanaya Ratu kepada pengawalnya.
" Belum kanjeng Ratu," jawabnya
" Bila sudah datang, segera menghadap saya," kata Ratu.
Sejak itu Ratu kehilangan nafsu makannya dan selalu bermimpi buruk. Badannya menjadi kurus dan mukanya pucat, hal ini membuat kechawatiran para stafnya akan halnya kesehatannya. Pada akhirnya dia mengumumkan akan melakukan tapa di gunung Danareja dalam keadaan telanjang. Dia mengumumkannya dengan sumpah, " Saya akan mengakhiri tapa saya dan mengenakan pakaian lagi setelah Penangsang mati," Dia pergi ke suatu guha dan duduk bersila disuatu batu datar dalam keadaan tanpa busana atau telanjang. Para perajurit pengawalnya berada dimuka guha menjaga keselamatannya dan para dayang mensuplai makanan dan minumannya.
Aryo Penangsang sangat puas dengan serangan rahasianya. Jalan menuju singgasana Kerajaan Demak semakin terbuka, sejauh ini jalannya sudah baik. Sekarang tinggal satu orang lagi yang harus dilenyapkan, dia adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo, Sultan Pajang.
Aryo Penangsang mengakui kesaktian Jaka Tingkir, " Rencana pembunuhan yang terakhir akan menjadi yang tersulit, tetapi harus dilakukan sebagai pukulan terakhir dari suatu kerja besar." Tentu saja Aryo Penangsang akan membunuh Jaka Tingkir sebagai target terakhir.
Aryo Penangsang memanggil tiga orang perajuritnya yang terbaik untuk diberi tugas yang berat itu, mereka adalah Demang Begog, Suta dan Sonder. Tiga perajuritnya sudah cukup untuk membunuh Sultan Pajang.
" Begog dan yang lain-lainnya, saya percayakan tugas ini kepadamu karena kamu baru saja menyelesaikan pelajaran Ilmu Silatmu. Ini adalah kesempatan kamu untuk memperlihatkan darma baktimu kepada Negara dan Rajamu, Jangan katakan tidak. Bila engkau sukses dalam tugas ini, hadiah menanti kamu dan kedudukan yang baik didalam kedinasan. Jika gagal, Negara akan menanggung hidup keluargamu.
" Tuan, perintah Tuan adalah suatu kehormatan bagi kami, kami akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya.' kata Begog mewakili teman-temannya.
" Sekarang pergi, semoga berhasi," kata Aryo Penangsang.
Yang empunya cerita tidak menerangkan mengapa Aryo Penangsang tidak memerintahkan mereka pergi dulu ke Sunan Kudus agar beliau membacakan mantera kepada keris-kerisnya agar bertuah, seperti yang dilakukan oleh Rangkud. Barangkali Aryo Penangsang lupa akan hal itu atau dia percaya akan para pembunuhnya disebabkan mereka adalah akhli silat nomer satu.
Ketiga pembunuh pergi memakai kuda dengan cepat. Setelah sampai di Pajang, mereka menambatkan kuda-kudanya di hutan dan pergi berjalan kaki ke Istana. Penjagaan istana ketat, banyak perajurit mengawal istana. Mereka duduk dirumput diluar Istana, kemudian membacakan mantera yang akan menidurkan para perajurit pengawal dan seluruh orang diIstana tertidur dengan nyenyak. Beberapa menit kemudian mereka melihat hasilnya, penjaga pintu gerbang tertidur. Mereka memasuki Istana tanpa halangan, karena semua orang tertidur.
Begog membuka peta ditangannya dan kemudian memberikan instruksi kepada kawan-kawannya dengan berbisik.
Sementra itu Sultan masih bercakap-cakap dengan Ki Pemanahan, " Adakah engkau merasakan sesuatu yang aneh Ki Pemanahan?, kata Sultan.
" Ya saya merasakan, sesuatu yang membuat saya mengantuk,"
" Saya juga begitu, mungkin ada orang yang telah membacakan mantera agar kita tertidur dan pasti mereka ingin berbuat jahat. Saya menduga pembunuhan akan terjadi di Istana ini sesudah pembunuhan terhadap Sultan Prawoto." kata Sultan.
Tidak berapa lama kemudian masuk kedalam dua orang muda yang melaporkan bahwa seluruh Istana menjadi sangat sunyi sekali, sangat aneh.
" Marilah kita berpura-pura tidur, tapi tetap waspada, saya akan menangkap pengacau itu oleh saya sendiri," kata Sultan.
Maka semua orang pergi kekamar masing-masing, Pemanahan, Pangeran Benawa, Sutawijaya dan lain-lain.
Sultan memasuki kamarnya dan melihat isterinya, " Rai Cempa tertidur pulas karena mantera itu, saya akan tidur dikamar sebelah karena saya percaya bahwa target pembunuhan adalah saya dan bukan isteri saya," pikir Sultan.
Para pembunuh berpikir, " Alangkah mudahnya memasuki Istana ini, tetapi Sultan mempunyai kesaktian, jadi mungkin dia tidak tertidur,"
Mereka sampai kepada suatu pintu kamar yang besar, tentulah ini kamar Raja, sesuai dengan petunjuk dari peta ini. Mereka memasuki kamar yang pintunya tidak terkunci; terlihat sesorang sedang tidur dibawah selimut, pasti ini Raja. Kemudian mereka menghunus kerisnya masing-masing dan menusukkannya berulang-ulang ketubuh yang sedang tidur itu. Tetapi menakjubkan Raja tidak mempan senjata bahkan berpura-pura melanjutkan tidurnya.
Tak berapa lama kemudian Raja bangun dan menangkap satu persatu pembunuh itu dan dilemparkan kedinding, dia pukul dia tendang yang lainnya, " Siapakah kamu? beraninya memasuki kamar Raja ditengah malam seperti ini? kata Sultan.
" Maaf Tuan, saya Begog,"
" Begog siapa? saya mengenal satu persatu staf saya disini," kata Raja.
Ki Pemanahan, Pangeran Benawa dan Sutawijaya datang kekamar Raja dan menanyakan ada apa, pada hal mereka sudah tau pengacau-pengacau itu tertangkap. Pangeran Benawa langsung memukul salah seorang dan menarik rambutnya, " Jawab, jangan membuat kami marah dan membunuhmu,"
" Kalem sedikit Banawa, kamu tidak akan mendapat jawabannya dengan cara seperti ini," kata Sultan. " Sekarang anak muda bicaralah, sipakah kamu?."
" Kami adalah utusan dari Jipang Panolan," kata Begog.
" Apakah maksud kamu, kamu ini adalah utusan dari kakak saya Aryo Penangsang?" tanya Sultan dengan kalem.
" Ya Tuan,"
" Jadi tuanmu menyuruhmu membunuh aku? tanya Sultan.
" Ya Tuan dan maafkan saya Tuan,"
" Baiklah, kamu adalah orang-orang jujur jadi kamu saya bebaskan untuk pergi. Kamu harus ceritakan semua kejadian ini kepada Tuanmu, Mas Aryo Penangsang. Dan saya ingin agar kamu menyampaikan pesan saya kepada Tuanmu, jika dia ingin membunuhku jangan menyuruh seseorang seperti kamu tetapi lakukanlah sendiri; Saya merasa terhina karena kamu bukan kelas saya untuk diajak berkelahi," kata Sultan.
" Kakak Pemanahan berikan beberapa hadiah dan uang secukupnya untuk perjalanan mereka," kata Sultan.
" Sandika Gusti (Ya tuan)," jawab Pemanahan.
" Kanjeng Rama Sultan, mengapa dilepaskan pengacau-pengacau ini, kita seharusnya membunuh mereka sebagai pelajaran Aryo Penangsang," kata Pangeran Benawa.
" Saya tahu bahwa pamanmu pantang mundur sebelum tujuannya tercapai apapun yang kamu lasnakan. Kita tidak perlu mengotori tangan kita sendiri untuk membunuh mereka, tetapi Penangsang yang akan melakukan," kata Sultan.
Begog dan kawan-kawan kembali keJipang dengan tanpa hampa. Mereka mengakui bahwa Sultan Hadiwijoyo memang sakti seperti yang mereka alami sendiri.
Seharusnya mereka tidak usah kembali ke Jipang karena Aryo Penangsang akan marah besar kepada mereka, tetapi mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi. Sewaktu mereka melaporkan kepada Boss mereka, semua kejadian di Pajang, mereka mendapat hukuman, hukuman yang berat.
Sekarang Penangsang merasa terhina dengan kejadian ini, " Bedebah kamu Karebet, saya akan lawan kamu seperti mau-mu." katanya.
" Patih Matahun, siapkan kuda saya si Gagak Rimang; Saya mau pergi kePajang dan kamu ikuti saya; si Karebet menantang saya berkelahi, akan saya bunuh dia dengan kerisku si Kiai Setan Kober." Penangsang berteriak.
" Tenang sedikit Nik Mas, tenanglah; ini adalah jebakan, jebakan; dapatkah kita rundingkan dengan suasana dingin," kata Patih Matahun.
" Saya tidak takut sekalipun ini jebakan; kamu pengecut, tinggallah dirumah dan tunggu berita kematian si Karebet, saya akan pergi sendirian," kata Penangsang.
Apakah engkau tidak menyadari bahwa ini adalah suatu perangkap agar engkau menjadi marah. Apakah engkau tidak menyadari bahwa ini juga merupakan strategi perang antara Jipang melawan Pajang. Jika engkau sudah marah, maka engkau tidak dapat lagi membedakan antara tindakan baik dan tindakan tidak baik didalam menghadapi Sultan Pajang." kata Matahun dalam menberikan saran.Aryo Penangsang terdiam sejenak, dia berpikir, " memang benar apa yang dikatakan oleh Patih Matahun, ini adalah bagian dari perang,"
" Apakah engkau mau mendengarkan nasihat saya, Nik Mas Adipati?, tanya Patih Matahun.
" Apa menurut pendapatmu?, tanya Penangsang.
" Saya kira, Sultan Pajang sedang atau sudah menyiapkan semua laskarnya diperbatasan untuk menyambut kamu. Dan ini buklan soal kecil, jadi sebaiknya kita berkunjung ke Sunan Kudus dan meminta nasihatnya," kata Patih Matahun.
" Kamu benar Matahun, tapi saya peringatkan kamu, jangan kamu menyebut dia Raja,sebut saja dia Karebet, karena saya Raja Demak sebenarnya, bukan dia." kata Penangsang.
" Ya Nik Mas Adipati, kamu akan menjadi Raja segera, tetapi pekerjaan ini tidaklah mudah. Saya sarankan agar Nik Mas menghadap sekali lagi Sunan Kudus untuk mendapatkan dukungannya dan juga petunjuknya, saya yakin beliau akan mendukung kita," kata Patih Matahun.
Setelah beberapa saat Aryo Penangsang menjadi tenang lagi, pendapat Patih Matahun memang benar adanya " Kamu adalah satu stafku yang terbaik, baik kita pergi ke Kudus lagi," kata Aryp Penangsang.
" Ya Nik Mas Adipati, kita akan pergi ke Kudus dengan semua perajurit, Tamtama, Hulubalang dan juga dengan logistik yang penuh," kata Patih Matuhun.
" Mengapa?," tanya Penangsang.
" Jika Sunan Kudus mendukung kita, kita akan langsung pergi Ke Pajang untuk melawan Karebet dan kawan-kawannya."
Adipaty Aryo Penangsang memimpin laskarnya dengan naik kuda dimuka barisan, menuju Kudus.
Pada waktu mereka sampai dipinggir Kasunanan, kampus Sunan, mereka membuat tenda-tenda untuk tentara. Sunan Kudus terkejut meliha tindakan Penangsang.
" Hai Penangsang akan dapakan kami dengan tentara kamu sebanyak ini?, tanya Sunan Kudus.
" Eyang Guru, kami tidak bermaksud jelek terhadap institusi Guru," kata Penangsang.
" Tetapi kamu telah membuat takut semua murid muridku; Sebetulnya kamu bermaksud apa?, " Tanya Sunan Kudus.
Aryo Penangsang menceritakan apa adanya bahwa dia telah mengirim pembunuh untuk melenyapkan Karebet, tetapi gagal. "Adi Mas Karebet tahu bahwa saya mengirim pembunuh untuknya, jadi peperangan antara Jipang dan Pajang sudah tidak bisa dihindari lagi" kata Aryo Penangsang.
" Sebelum dia menyerang, saya akan menyerang lebih dulu," katanya
" Jadi kamu mau menyerang Pajang?, tidak Penangsang, saya tidak setuju itu," kata Sunan Kudus.
" Mengapa Kakek Sunan?, saya tahu bahwa tentara si Karebet terlatih baik, tetapi saya tidak takut karena tentara saya mempunyai kemampuan untuk tampil sebagai pemenang, saya percaya itu, " kata Aryo Penangsang.
" Masalahnya bukanlah takut atau tidak takut, menang atau tidak menang, tetapi engkau mempunyai pikiran yang sempit," kata Sunan Kudus.
" Mengapa kakek?, menang atau kalah adalah hasil akhir dari suaru pertempuran, kita akan lihat nanti," kata Penangsang.
"Baik, dimisalkan engkau sebagai pemenang, apakah engkau kira engkau masih mempunyai tentara yang utuh?, Engkau akan kehilangan ribuan perajurit, ratusan hulu balang dan puluhan Tantama. Dan apakah kamu kira sekutu Pajang akan diam saja? seprti Jepara, Kalinyamat, Cirebon, Banten dan masih banyak lagi negeri yang lain; Sanggupkah engkau menghadapi mereka? Sementara itu jika engkau kalah, itu berarti tidak ada cerita lagi, selesai.
" Tapi Kakek, Jipang juga mempunyai sekutu," kata Penangsang.
" Anakku, didalam peperangan yang engkau siapkan menyangkut ribuan tentara seperti ini, keberanian dan kesaktian komander hanyalah memainkan peran yang kecil, tetapi strategi komander untuk memenangkan pertempuran adalah sangat diperlukan; Oleh sebab itulah kami memerlukan komander yang briliant pandai," kata Sunan Kudus.
" Jadi apa yang harus saya lakukan Kakek?
" Penangsang, saya adalah gurunya si Karebet. Karebet juga mempunyai guru-guru yang lain, diantaranya Ki Ageng Sela, Ki Ageng Banyu Biru, Ki Ngenis, Ki Butuh dan Sunan Kali Jaga. Betapa kuatnya si Karebet itu, tetapi engkau juga sama kuatnya dengan dia, saya tidak tahu siapa yang akan keluar sebagai pemenang andai kata engkau diadu berkelahi melawan si Karebet. Jadi saya akan mengundang Sultan Pajang datang kesini dan saya akan konfrontasikan kepadamu, kemudian terserah sama kamu mau guna memecahkan masalah ini," Kata Sunan.
Sunan Kudus pergi diiringi oleh dua orang stafnya, kemudian dia membuat surat undangan kepada Sultan Pajang, meminta dia datang tetapi tidak disebutkan untuk apa. Utusan segera pergi ke Pajang memakai kuda mengantar surat tersebut.
Aryo Penangsang berpikir, " Sunan mengatakan saya harus menyelesaikan masalah ini dengan cara saya, jadi kalau saya bunuh si Karebet, saya akan segera menjadi Raja.
Sementara itu Sultan Hadiwijoyo sedang mengadakan rapat dengan seluruh staf sewaktu utusan dari Sunan Kudus datang.
Diantara yang hadir didalam rapat itu adalah, Tumenggung Ki Macanegara, Ki Pemanahan, Bupati Ki Wilamarta, Bupati Ki Wuragil, Pangeran Benawa, Ki Panjawi, Pangeran Danang Sutawijaya.
" Guruku Sunan Kudus mengundangku ke Kasuhunan, saya tidak tahu dengan maksud apa, dapatkah saudara-saudara memberikan pendapat?" kata Sultan.
Mancanegara berkata, " Saya mendapat laporan bahwa terlihat pergerakan pasukan Jipang ke arah Kudus dalam jumlah yang besar; apakah ada hubungannya dengan undangan Sunan Kudus kepada Sultan dengan peristiwa ini, kita perlu mengkajinya,"
" Ya saya setuju dengan pendapat anda bahwa kedua peristiwa itu ada hubungannya dan terkait juga dengan percobaan pembunuhan kepada saya baru-baru ini; Tetapi saya tidak dapat menolak undangan ini," kata Sultan.
" Baginda dapat pergi, tetapi harus ditemani disebabkan tingkah Adipati Jipang sudah menunjukan sikap bermusuhan, siapa tahu dia membuat trik trik yang membahayakan baginda," kata Mancanegara.
" Benawa dan Sutawijaya, perintahkan kepada semua perajurit-perajurit kita untuk bersiap-siap, kita akan berangkat ke Kudus dua hari kemudian," perintah Sultan.
" Sandika Gusti Rama," kata Pangeran Benawa.
Pasukan Pajang dalam jumlah besar berangkat keKudus dipimpin langsung oleh Sultan Hadiwijoyo sendiri diiringi oleh Pangeran Benawa, Sutawijaya, Patih Mancanegara dan lainnya. Karena Sultan akan menghadapi saat saat yang genting di Kasunanan Kudus maka dia membawa keris yang bernama Kiai Cerubuk dan Kiai Metir yang mempunyai daya kesaktian. Meraka sampai di tepi sungai yang dinamai sungai Sore dan mendirikan kemah-kemah. Sewaktu senja menjelang, Sultan datang ke Kasunanan beserta rombongan guna menghadap Sunan Kudus. Sultan tidak menemukan Sunan Kudus tetapi didapati Aryo Penangsang beserta sepuluh orang pengawalnya.
Sultan Hadiwijoyo melangkah menuju Aryo Penangsang hingga berjarak tiga meter dimuka dia, kemudian berhenti. Mereka saling pandang menatap dengan pandangan tajam; seperti dua harimau yang akan berkelahi. Ruangan pendopo menjadi sunyi disebabkan tidak ada orang yang bercakap atau berbisik. Tetapi pada akhirnya Aryo Penangsang berbicara guna mendinginkan suasana yang tegang itu.
" Selamat datang di Kudus Dimas Sultan, Kakek Sunan Kudus masih ada dikelasnya tetapi dia akan datang segera menemui kita," kata Aryo Penagsang.
" Terimakasih kakang Adipati," kata Sultan.
Mereka duduk dikursi masing-masing dan situasinya lebih tenang.
" Sudah lama kita tidak pernah bertemu, jadi maafkan saya yang mana saya tidak dapat datang pada saat pelantikan anda sebagai Raja di Pajang," kata Aryo Penangsang.
" Tidak mengapa Adipati, saya tau betapa sibuknya anda belakangan ini," kata Sultan.
" Apa maksud kedatangan anda kesini?" tanya Aryo Penangsang.
" Hanya memenuhi undangan Sunan, dan kamu?," kata Sultan.
" Sama seperti kamu, memenuhi undangan Sunan; jika tidak salah anda mempunyai keris yang bagus sekali, bolehkah saya melihat keris itu? pinta Aryo Penangsang.
" Orang-orang hanya omong saja, itu bohong semua, tidak bisa dibandingkan dengan keris kamu, kiai Setan Kober," kata Sultan.
" Jangan merendahkan diri Dimas, bolehkah saya melihatnya?, pinta Aryo Penangsang.
Mancanegara berbisik," jangan lakukan itu Sultan, ini adalah trik,"
" Jangan takut, saya mengerti," jawab Sultan.
" Inilah kerisku tetapi rupanya tidak lah sama dengan kerismu, si Kiai Setan Kober", kata Sultan sambil memberikan kerisnya. Sementara itu Sultan juga bersiap-siap dengan kerisnya yang lain di punggungnya; Jika dia menusuk dengan kerisnya, dia akan membalas menusuk dengan kerisnya yang lain.
Tiba-tiba Aryo Penangsang berdiri dari kursinya, menghunus keris itu dan berkata, " Engkau benar Adimas tidak seperti Kiai Setan Kober, tetapi senjata ini ampuh sekali dimana hanya tergores saja orang sudah dapat mati." Sultan pun ikut berdiri dan menghunus kerisnya Kiai Cerubuk, kemudian keduanya saling menatap dengan keris ada ditangan. Pendopo menjadi sunyi semua orang menahan nafasnya, kelihatannya kedua pemimpin itu mau saling tusuk.
Para pengikutnya masing-masing memegang hulu keris senjatanya bersiap untuk bertempur.Tetapi situasi yang tegang itu menjadi kalem kembali saat Sunan Kudus memasuki ruang Pendopo. " Hai apa yang kalian lakukan? sedang berdagang keris? Nikmas Sultan simpanlah kerismu, tidak baik memperlihatkan senjata dihadapan orang-orang. Dan enkau Penangsang sarungkan keris itu secepatnya agar semua masalah menjadi beres, kerjakan." kata Sunan Kudus.
Hadiwijoyo menyarungkan kerisnya, sementara Aryo Penangsang melihat kepada Sunan, menunggu perintah. " Penangsang sarungkan kerismu cepat, menunggu apa lagi," kata Sunan Kudus.
" Saya hanya melihat kerisnya Dimas Sultan yang terkenal itu," kemudian disarungkan dan diberikan kepada Sultan Hadiwijoyo.
" Dia benar-benar menyarungkan keris itu,oh Penangsang alangkah bodohnya kamu itu," pikir Sunan Kudus.
Aryo Penangsang memberikan kembali kerisnya Hadiwijoyo. " Itu adalah keris yang bagus, jarang ada orang yang dapat mempunyai keris sebagus itu," katanya.
" Terimakasih Kangmas Adipati," jawab Sultan.
" Ini baru baik sekali; engkau adalah ningrat dan juga pemimpin masyarakat jadi janganlah bersifat kekanak-kanakan; selamat datang Nak Mas Sultan di Kudus; Saya kira kamu berdua dalam keadaan lelah, jadi saya persilahkan kembali ke kamp masing-masing dan besok saya panggil kembali bila susananya menjadi dingin dan tenang kembali," kata Sunan Kudus.
Sultan Hadiwijoyo pulang kembali ke kamp bersama dengan rombongan dan sementara itu Aryo Penangsang masih bercakap-cakap dengan kakeknya.
" Kamu kehilangan kesempatan emas cucuku," kata Sunan Kudus
" Kesempatan emas?, apa maksudmu dengan itu? tanya Aryo Penangsang.
" Sebenarnya engkau adalah seorang yang cerdas Penangsang, tetapi didalam keadaan genting kamu tiba-tiba menjadi bodoh," kata Sunan Kudus.
" Apakah saya salah? apakah saya berbuat sesuatu yang bodoh?" tanya Aryo Penangsang.
" Matahun dapatkah engkau terangkan kepada Tuanmu, perbuatan bodoh apakah yang dilakukan oleh tuanmu, sementara saya akan masuk kamar untuk beristirahat, jangan diganggu," kata Sunan
" Ya Matahun tolong jelaskan kepada saya, nampaknya Sunan marah dan kecewa kepada saya," kata Aryo Penangsang.
" Sangat disayangkan bahwa Tuan tidak mengerti akan kata-kata sandi yang diucapkan oleh Sunan; Apakah engkau mengharapkan Sunan akan memberikan aba-aba dengan jelas untuk menikan Sultan Hadiwijoyo dengan kerisnya Kiai Metir? Apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Sunan, " Sarungkan kerismu segera dan masalahmu akan selesai". Menyarungkan keris berarti menikam Hadiwijoyo karena kalimat itu ditambah " masalah kamu akan selesai" Tuan tidak mengerti dengan kata -kata itu," kata Patih Matahun.
" Oh alangkah bodohnya aku ini," kata Aryo Penangsang sambil memukul kepalanya sendiri. " Tidak mengapa, paling tidak kita sudah tahu bahwa Sunan mendukung kita, ini adalah fakta; Kita gagal untuk hari ini, tetapi besok tidak; Saya tidak akan berhenti sampai tujuan saya tercapai.
Sementara itu dalam perjalanan pulang ke kamp, Sultan Hadiwijoyo berdiskusi dengan stafnya apa yang baru terjadi dipendopo Kasunanan. " Hampir saja kita melumuri Pendopo Kasunanan dengan darah, saya perhatikan setiap Tamtama Jipang memegang kerisnya masing-masing; Jika sampai terjadi maka saya akan memilih patih Matahun sebagai lawan saya,"
" Saya akan memilih Kiai Ronce yang banyak tingkah," kata yang lain.
" Seperti yang kamu lihat sendiri, bagaimana hebatnya sikap permusuhan orang-orang Jipang kepada kita; dan perang terbuka tidak dapat dihindari lagi, sekarang tinggal masalah waktu. Saya mengharapkan kamu sudah siap," kata Sultan Hadiwijoyo diatas kudanya.
" Ditepi sungai sebelah sana mereka mendirikan kemah, saya harap kamu tidak melakukan provokasi, tunggu perintah saya," kata Sultan Hadiwijoyo.
" Sandika Gusti," kata para perajurit.
" Saya masih belum mengerti maksud Sunan memanggil saya. Sementara saya menunggu panggilan Sunan, saya akan mengunjungi kakak tercinta Ratu Kali Nyamat digunung Danareja," kata Sultan.
Malam itu Sultan dan para pengikutnya pergi kegunung Danareja. Tempatnya gelap dan sunyi; terdapat beberapa gubuk yang dibangun bagi para pengawal. Setelah Sultan minta izin kepada pengawal, dia berdiri dimuka guha dan mengadakan percakapan denga Ratu, tanpa melihat satu sama lain.
" Apa maksud kamu mengunjungi kami?" tanya Ratu.
"Hanya ingin mengetahui kondisi kesehatan kamu, Kakang Ratu," kata Sultan.
" Saya baik-baik saja; Saya mendengar khabar bahwa Jipang dan Pajang didalam masa-masa genting menuju ke peperangan, apakah benar begitu? kata Ratu.
" Ya Yunda Ratu, sepertinya kita akan berperang. Tetapi ini tergantung kepada Kakang Penangsang, kami hanya bertahan dan membuat pengimbang," kata Sultan.
" Dimas Sultan, saya mendukung kamu untuk berperang melawan Penangsang. Jika kamu sukses membunuh Penangsang, saya akan berikan kamu Kalinyamat, Jepara dan seluruh isi kekayaannya disana, " kata Ratu.
Dibelakang Sultan, Mancanegara berbisik kepada Sultan, " katakan ya, hayo katakan ya,"
" Baik Yunda Ratu jangan takut akan hal itu, nampaknya hanya saya yang dapat membunuh Aryo Penangsang, Adipati Jipang." kata Sultan.
Percakapan berlanjut kepada hal-hal yang tidak serius sampai tengah malam dan pada akhirnya Sultan meminta diri.
Keesokan harinya Sultan berkunjung kembali ke Kasunanan karena dia sudah berjanji kepada Sunan untuk datang kembali. Di pendopo sudah hadir Aryo Penangsang dengan para pengikutnya. Kedua orang yang bermusuhan itu duduk dikursi disamping kiri dan kanannya. Sementara itu para pengawalnya duduk di lantai dan kelihatannya siap dengan senjatanya untuk bertempur." Pada kenyataannya saya merasa tidak puas jika diantara kalian berdua ada permusuhan didalam keluarga kita sendiri yang akan menuju kepada perpecahan. Persatuan diantara keluarga kerajaan nampaknya diambang perpecahan" kata Sunan. " Nampaknya persatuan didalam keluarga yang sudah dibina oleh pendahulu kita, Sultan Bintoro, berada didalam waktu yang sangat gawat, pikirkanlah oleh kamu berdua," Sunan menambahkan.
Sunan Kudus berkata lagi, " Saya mengharapkan kamu berdua dapat menyelesaikan persoalan usang kamu berdua, Nakmas Hadiwijoyo tetap sebagai Sultan di Pajang dan sementara itu Aryo Penangsang pada posnya sebagai Adipati di Jipang."
" Hmmm, jadi Jipang dibawah kekuasaan Pajang dan saya harus mengakui bahwa Pajang sebagai atasan saya," kata Aryo Penangsang.
" Saya kira apa yang dikatakan oleh Sunan sudah jelas, Jipang adalah suatu Kadipaten sedang Pajang adalah suatu Kesultanan dan engkau sebagai Adipati harus memenuhi kewajibanmu terhadap Pajang." kata Sultan Hadiwijoyo.
" Tidak mungkin, saya harus soan ke Pajang dan memberi hormat kepadamu? Aryo Penangsang pantang menyerah sebelum berperang," kata Aryo Penangsang.
" Baiklah, Sultan Pajang akan menyerang setiap Adipati yang tidak bisa dikontrol," kata Sultan Hadiwijoyo.
" Hai Karebet, kamu kira hanya kamu saja yang laki-laki? Hayo kita berkelahi sampai ada yang mati, kamu yang mati atau aku yang mati atau dua-duanya mati; Hayo keluar kita berkelahi," kata Aryo Penangsang sambil berdiri dari kursinya dan juga Sultan.
" DIAM,!" kata Sunan Kudus dengan ekspresi wajah yang marah. Semua orang yang ada disitu menjadi takut dan terdiam
" Hampir saja saya membuat seorang wanita menjadi janda," kata Aryo Penangsang.
" Dan hampir saja saya memberi makan kepada segerombolan burung gagak yang kelaparan dengan mayat seorang Adipati," kata Sultan.
" Hmmm, kelakuan kamu sama dengan preman pasar," kata Sunan Kudus. "Apakah kamu tidak malu dengan bawahan kamu disini? Kamu sama sekali tidak menghargai kedudukan kamu sendiri,"
" Saya minta maaf guru," kata Sultan
" Saya minta maaf kakek Guru,' kata Aryo Penangsang.
" Alangkah memalukan kamu semua; Walaupun posisi kamu tinggi, kamu adalah murid-murid ku; Apakah engkau masih menghargai gurumu yang mengajarkan kamu ilmu? Tanpa seorang guru, seseorang siapapun dia, tidak akan mencapai kepangkatan yang tinggi seperti yang engkau capai sekarang," kata Sunan Kudus.
Sunan sedemikian marah sehingga ruang Pendopo Kasunanan menjadi sunyi, tidak ada yang bercakap-cakap dan tidak ada yang berbisik.
" Baiklah, apakah engkau masih menaruh rasa permusuhan kepada Adipati Jipang, Hadiwijoyo?, tanya Sunan kepada Sultan Pajang.
" Itu terserah kepada Kanda Aryo Penangsang," kata Sultan.
" Dan bagaimana dengan kamu Penangsang?" tanya Sunan.
" Jipang tidak akan pernah menyerah kepada Pajang," kata Aryo.
Kedua musuh saling pandang dengan ekspresi yang mengancam.
" Baiklah, saya kira kamu tidak memerlukan saya lagi, semua terserah kepada kamu; sekarang kalian boleh pulang kembali kerumah masing-masing; Lakukanlah apa-apa yang akan kamu ingin lakukan, tapi dengan satu syarat jangan kamu merusak institusiku, Kasunanan Kudus.
Setelah itu Sunan Kudus pergi dan juga Aryo penangsang keluar ruangan tanpa mengucapkan apa-apa kepada Sultan Hadiwijoyo.
Sultan Hadiwijoyo beserta pengikutnya juga pulang. Didalam perjalanan pulang, dia menginstruksikan kepada seluruh jajaran perajuritnya untuk siap tempur, tetapi sifatnya hanya menunggu serangan dari Penangsang.
Sementara itu di kam Penangsang, Penangsang sibuk mengatur serangan ke Kam Pajang. " Patih Matahun siapkan seluruh angkatan perang kita untuk menyerang Pajang, kita akan beri kejutan kepada Karebet sebelum dia siap dengan tentaranya," kata Penangsang.
" Sandika, baik Tuan," kata Patih Matahun
Keesokan harinya, Penangsang membawa seluruh perajuritnya menyebrang sungai Sore dan sampai di tepi Barat sungai. Ditepi sungai sudah menunggu Karebet dengan tentaranya, maka terjadilah pertempuran ditepi sungai dan disungai, satu lawan satu. Sungai Sore tidak dalam. Mereka memakai senjata keris, pedang dan juga tombak. Korban segera berjatuhan hingga mencapai ratusan orang perajurit. Sungai Sore menjadi merah diwarnai oleh darah. Sejarah mencatat perang ini terjadi pada tahun 1550.
Sewaktu magrib mendatang, kedua tentara ditarik kembali dan arena pertempuran kembali sunyi meninggalkan begitu banyak mayat perajurit yang gugur. Keesokan harinya terjadi lagi pertempuran dan begitu seterusnya.
Penangsang dan tentaranya lebih banyak mengambil inisiatif dalam pertempuran dibanding Sultan Hadiwijoyo.
Penangsang bertempur dengan bernafsu untuk memperoleh kemenangan dalam waktu yang singkat. Hal ini membuat seluruh angkatan perang Pajang menjadi frustrasi.
" Nampaknya peperangan ini akan memakan waktu yang lama, kita tidak tahu kapan akan berakhir," kata Ki Mancanegara
" Sultan kehilangan kebranian didalam bertempur," kata Pangeran Benawa.
" Saya tidak setuju dengan pendapatmu, Sultan tetap berani, tetapi dia kehilangan semanagat bertempur," kata Jurumartani.
" Barangkali disebabkan Penangsang adalah cucunya Sunan dan alasan lain adalah Sultan menghormati Sunan karena dia dalah gurunya," kata Ki Pemanahan.
" Jadi apa yang kamu sarankan Pemanahan? tanya Ki Mancanegara.
" Marilah kita tanyakan kepada Ratu Kalinyamat di gunung Danareja," kata Ki Pemanahan sambil berbisik-bisik ditelingan Mancanegara. Mancanegara mangut-manggut tanda setuju.
" Ini adalah strategi yang bagus Pemanahan saya setuju sekali, segera dilaksanakan," kata Mancanegara.
" Saya dengan Panjawi akan pergi kegunung Danareja besok untuk menemui Ratu Kali Nyamat dan kita berharap agar peperangan yang membosankan ini selesai; Jangan katakan kepada siap-siapa tentang kepergian saya, ini harus menjadi misi yang dirahasiakan," kata Pemanahan.
Kedua orang itu sampai pada tengah malam di guha tempat Ratu Kali Nyamat. Setelah meminta izin kepada penjaganya untuk berdialok hal yang penting, mereka berdiri dimulut guha.
" Pengawal siapa yang datang? Mengapa datang ditengah malam seperti ini? tanya Ratu Kali Nyamat.
" Kami adalah Pemanahan dan Panjawi dari kerajaan Pajang, kami minta maaf datang ditengah malam seperti ini,"
" Apa maksud kamu? dan mesti ada sesuatu yang penting," kata Ratu.
" Pertempuran terus berlangsung antara Pajang dan Jipang dan kita tidak tahu kapan akan berakhir," kata Pemanahan.
" Berita dari medan pertempuran tidak penting bagi saya; kamu tidak perlu melaporkannya atau apakah saya harus akhiri tapa saya dan terjun dalam pertempuran dipihak kamu melawan Penangsang? tanya Ratu.
" Ya, kami meminta bantuanmu, tetapi tidak perlu terjun didalam pertempuran,"
" Jadi apa yang harus saya lakukan?,"
" Kami menyangka Sultan kehilangan kebraniannya didalam pertempuran, barangkali ini disebabkan Penangsang adalah cucunya Sunan Kudus. Penangsang selalu berinisiatif menyerang membuat kami menjadi frustrasi dan meminta pertolonganmu," kata Pemanahan.
" Apakah engkau mempunyai ide untuk membangkitkan semangat bertempur Sultan? tanya Ratu.
" Barangkali ide ini akan menjadi baik, bawalah Sultan memnghadapmu dan tawarkan kepada dia dua orang gadis cantik yang akan memberi semangat bertempur." kata Panjawi.
Tidak ada jawaban dari dalam Guha,membuat Pemanahan dan Panjawi menahan nafas. "apakah Ratu menjadi marah?"
Akhirnya datang juga jawaban dari dalam guha, " Baiklah, salam hormat saya kepada Sultan dan bawa dia kesini secepatnya," kata Ratu.
Setelah dialok berakhir, Panjawi dan Pemanahan pulang dengan berkuda.
Sesampainya di kam, mereka melaporkan kepada Sultan, tapi hanya mengatakan bahwa Ratu memanggil beliau secepatnya.
" Dia meminta saya berkunjung, untuk apa? Tetapi baiklah saya akan penuhi; Pemanahan, Panjawai dan yang lain ikuti saya berkunjung ke gunung Danareja." Sultan memerintahkan.
Sultan berdiri dimuka guha dan siap berdialok.
" Dikmas Sultan, berapa lamakah pertempuran ini akan berlangsung? tanya Ratu
" Saya tidak tahu tetapi diperkirakan akan memakan waktu yang lama," kata Sultan.
" Akan memakan waktu lama? apakah saya akan mati sebelum Penangsang, si bedebah, itu mati? apakah saya tidak akan pernah melihat kamu membunuh Penangsang? tanya Ratu dengan suara kemarahan.
" Saya tidak bermaksud begitu, tetapi memang kakang Penangsang seorang Senapati yang pembrani," kata Sultan.
" Saya tidak percaya, saya hanya percaya akan kemampuan kamu membunuh Penangsang; kamu cuma hormat kepada Sunan Kudus, Sunan Kudus memang kakeknya dan dia juga gurumu, benarkan? tanya Ratu.
Sultan terdiam dengan kata-kata Ratu, dia menyadari bahwa Ratu sedang marah kepadanya, dia juga menyadari bahwa tindakannya kepada Jipang tidak tegas dan kenyataannya apa-apa yang dikatakan oleh Ratu adalah benar.
" Kakakku Ratu, posisiku sekarang ini serba salah, apa yang akan kulakukan ini serba salah," kata Sultan.
" Apakah itu sikap seorang Raja? Bagaimana kamu dapat memerintah suatu kerajaan sebagai Raja besar jika kamu tidak mempunyai pendirian yang tetap seperti ini? Kamu bahkan tidak menyadari bahwa tindakanmu itu akan ditiru oleh seluruh rakyat kamu." kata Ratu.
Ratu menambahkan," Kamu telah berjanji kepadaku untuk membunuh Penangsang lalu kapan dilaksanakan? Saya menyarankan agar kamu menantang duel diatara kamu berdua guna mengakhiri peperangan secepatnya; peperangan ini hanya merugikan semua orang. Sekali lagi saya berjanji akan memberikan kepadamu, daerah Jepara, Kali Nyamat dan Pati jika kamu berhasil membunuh Penangsang. Bahkan saya bersedia menjadi pelayanmu. Lebih dari itu saya akan memberikan dua orang keponakanku, dua gadis cantik kepadamu, jika kamu berhasil membunuh Penangsang.
Sultan kembali terdiam mungkin sedang berpikir apa yang dikatakan Ratu. Bahkan sekarang hadiahnya ditambah dengan tanah Pati dan dua gadis cantik.
" Baiklah Yunda Ratu, saya akan memenuhi permintaan Yunda sebaik-baiknya," kata Sultan.
Didalam perjalanan pulang mereka mendiskusikan dialok. " Nampaknya Ratu sangat serius untuk membunuh Penangsang secepatnya," kata Ki Pemanahan.
" Semua orang juga tahu bahkan dia berani berkorban hingga hal yang membahayakan nyawanya." kata Sultan
Di kam Hadiwijoyo berpikir, " Jika saya membunuh Penangsang saya tidak yakin bahwa Sunan Kudus tidak akan marah kepada saya. Jika dia marah kepada saya, lalu apa yang akan saya lakukan? Guru adalah sama dengan orang tua yang harus dihormati, bagaimana masalah ini membuat saya menjadi bingung."
Pada akhirnya Sultan mendapat jalan untuk membunuh Penangsang dengan memakai tangan orang lain, dia akan menyuruh Pemanahan sebagai komandan pasukan untuk membunuh Penangsang. Dia memanggil semua stafnya guna rapat darurat. Hadir didalam rapat itu adalah Ki Pemanahan, Jurumartani, Ki Mancanegara, Panjawi dan yang lain-lain.
" Sebagaimana kamu ketahui bahwa Sunan Kudus adalah guruku dan saya tidak dapat membunuh Penangsang disebabkan dia adalah cucunya Sunan Kudus; tetapi dilain pihak saya harus membunuh Penangsang atas perintah kakakku Ratu Kali Nyamat. Saya sanggup membunuh Penangsang, tetapi hubungan saya denga Sunan Kudus menjadi terganggu dan saya tidak mau hal ini terjadi. Saya mempunyai ide jalan keluarnya; Saya umumkan kepada kamu sekalian, tetapi utamanya kamu Pemanahan, barang siapa yang berhasil membunuh Penangsang akan saya beri hadiah berupa Hutan Mentaok dan tanah Pati. Apakah kamu sanggup melaksanakan pekerjaan ini Pemanahan? tanya Sultan.
" Sesuai perintah Paduka, saya akan kerjakan sebaik-baiknya,"
" Tetapi si bedebah Adipati Jipang itu sakti, jadi kamu harus hati-hati Pemanahan," kata Sultan.
" Seperti sabung ayam, kemenangan itu bukan peran ayamnya itu sendiri tapi peran botoh (yang empunya ayam) yang pandai memilih ayam sabungannya yang akan menentukan kemenangan," kata Ki Pemanahan.
" Baik, rencanakan semuanya dalam satu tim. Jika Sunan Kudus marah,saya akan membela kamu; kamu tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Sunan Kudus itu menjadi baik. Saya akan senang hati meberikan hutan Mentaok dan tanah Pati kepada kamu," kata Sultan.
Setelah Sultan meninggalkan sidang, mereka berdiskusi; mereka adalah Ki Pemanahan, Jurumartani, Sutawijaya dan Panjawi.
" Kamu harus mengetahui bahwa Penangsang adalah kasar dan mudah marah. Temparemennya yang cacat ini harus dapat digunakan." kata Ki Pemanahan.
" Kita harus akui bahwa dia adalah sakti, itu yang menjadi masalah," kata Panjawi.
" Kita cari gara-gara, agar dia marah dan datang ke kam kita, kemudian kita keroyok, " kata Sutawijaya.
Pada keesokan harinya, keempat orang itu, Ki Pemanahan, Panjawi, Sutawijaya, Pangeran Benawa, dan juga Jurumartani berkuda mendatangi Kam Penangsang.
Seorang mata-mata melaporkan bahwa tidak berapa jauh ada kam musuh. Maka mereka juga membuat kam disitu, ditepi sungai Sore.
Keempat pemimpin Pajang berkuda menyebrangi sungai Sore, mendatangi kam Penangsang. Disana terlihat ada tukang rumput yang sedang mengambil rumput untuk ternaknya. " Hai lihat ada orang disana, pasti dia orang Jipang,musuh kita," kata Sutawijaya.
" Hai ki sanak, engkau pandai memilih rumput, pasti ternak kamu bagus sekali," sapa Ki Pemanahan.
" Ya tentu saja, Gagak Rimang sangat disayang oleh tuannya,Kanjeng Adipati Jipang," kata tukang rumput itu.
" Dia adalah tukang kudanya Penangsang, sebaiknya kita apakan dia?" bisik Ki Pemanahan.
" Setiap orang Jipang adalah musuh kita, sebaiknya dibunuh saja," kata Sutawijaya berbisik.
" Jangan membunuh sembarangan, kita bisa memanfaatkan orang ini," kata Ki Pemanahan.
" Hai anak muda, kamu adalah orang Jipang, sedangkan kami adalah orang Pajang. Apakah engkau tidak menyadari bahwa sedang terjadi peperangan antara Pajang melawan Jipang?" tanya Ki Pemanahan.
" Tentu saya tahu, tetapi saya adalah rakyat biasa, saya tidak terlibat didalam peperangan itu." kata tukang rumput.
" Apapun yang kamu katakan, kamu adalah orang Jipang, musuh kami dan kawan-kawan kami sudah sepakat untuk membunuh kamu, tapi saya tahu bahwa kamu ingin hidup, betulkan begitu? tanya Ki Pemanahan.
" Oh maafkan saya, saya hanyalah rakyat biasa yang tidak terlibat dalam peperngan ini; tugas saya hanyalah sebagai tukang kuda Kanjeng Adipati," kata si tukang kuda.
" Baiklah, saya hanya akan membuat luka dibadan kamu; apakah kamu ingin memilih mati atau memilih luka dibadan? tanya Ki Pemanahan.
" Saya tidak ingin keduanya, saya baru saja menikah dengan perempuan dua bulan yang lalu, oh maafkan saya dan isteri saya," pintanya.
" Panjawi dan Sutawijaya, pegang orang ini,' Pemanahan memberi instruksi.
" Oh jangan, mau diapakan saya ini?"
" Saya tidak ingin membunuh kamu; Saya hanya ingin membuat luka ditelinga kamu, baik? kata Ki Pemanahan.
Ki Pemanahan memotong telinganya dan menempelkan sepotong surat ditujukan kepada Adipati Aryo Penangsang di telinga yang terpotong.
" Sekarang kamu harus pulang secepatnya dan melapor kepada tuanmu, Aryo Penangsang, katakan Raja Pajang Sultan Hadiwijoyo menantang duel; kamu mengerti? PERGI " kata Pemanahan.
Keempat orang itu melihat ke tukang kuda yang berlari menuju tuannya.
" Sekarang kita harus bersiap-siap karena tidak berapa lama lagi mereka akan datang; mereka akan datang dengan kemarahan, terutama Aryo Penangsang pasti datang kepada kita, saya kenal wataknya," kata Ki Pemanahan.
" Dan mungkin Aryo Penangsang akan datan sendirian tanpa pengawalnya." kata Jurumartani.
Sementara itu di kam Jipang, Aryo Penangsang sedang makan nasi sewaktu datang pengawalnya melaporkan bahwa seorang tukang kuda penuh darah dianiaya oleh oarang-orang Pajang.
Walaupun luka ditelinga tidak terlalu besar, tetapi telah membuat mukanya penuh dengan darah, kelihatannya sangat menakutkan.
Sewaktu tukang kuda menghadap, Adipati Penangsang berteriak, " Hai apa yang terjadi dengan kamu?"
" Maafkan saya tuan, orang Pajang memotong telingan saya dan menggantungkan surat diluka saya,"
" Apa? mana surat itu?," kata Penangsang.
Penangsang menerima surat dari telinga yang dipotong dengan emosi penuh kemarahan. Surat dari musuhnya si Karebet.
Isi surat itu adalah demikian, " Hai Penangsang jika engkau mengaku seorang jantan dan pembrani, menyebranglah, aku tunggu engkau disebrang sungai, tertanda Raja Pajang.
" Keparat Karebet, kepalamu akan terpisah dari badanmu hari ini," katanya dan sambil memukul meja didepannya. Dia keluar dari kemahnya dan berteriak kesemua orang, " Hai siapkan kudaku si Gagak Rimang dan kerisku si Kiai Setan Kober, aku akan membunuh si Keparat Karebet,"
" Tenang Nakmas Adipati, tenang, ada apa denganmu? kata Patih Matahun.
" Tenang? Orang-orang Pajang telah menghina kita, ini akan menjadi masalah serius buat kita, saya tidak sabar, " kata Penangsang.
" Menghina kamu, bagaimana caranya? tanya Ki Mataram, adiknya yang kecil.
" Jangan tanya, lihat itu suratnya diatas meja saya," kata Penangsang.
" Kamu Patih Matahun dan lainnya, jika diam saja, kamu bukan orang Jipang Panolan. Bukan saja saya yang dihina tetapi semua orang di jipang ikut dihina," kata Aryo Penangsang.
" Marilah kita rundingkan dulu sebelum bertindak Nakmas Adipati. Saya percaya bahwa ini adalah jebakan buat kita dan mungkin jebakan yang berbahaya sekali,Nakmas Adipati" kata Patih Matahun.
" Hai kamu orang tua, jika kamu tidak mau ikut dengan aku untuk memotong kepalanya si Karebet, biarlah aku akan pergi sendiri, aku Aryo Penangsang akan berperang melawan orang Pajang sendirian." Kemudian dia keluar menuju kam Pajang tanpa pengawal dibelakangnya.
" Apa yang harus kita lakukan Patih Matahun? tanya Ki Mataram.
" Siapkan perajurit kita dan kita susul dia," instruksi Patih Matahun.
Aryo Penangsang berkuda cepat sekali menuju kam Pajang hingga mencapai tepi timur Sungai Sore. Dia melihat ratusan perajurit Pajang sudah bersiap ditepi barat sungai Sore, tetapi tidak ada Karebet diantara mereka.
" Hai orang-orang Pajang dimana Raja kalian? Dia berani menantang saya untuk berkelahi tetapi tidak muncul kelihatan, katakan kepada dia untuk memakai rok dan bh dan suruh kerja didapur," kata Penangsang.
" Hai Arya Jipang lawanlah saya lebih dulu sebelum Tuan saya, menyebranglah kesini," kata Ki Pemanahan.
" Hai monyet buruk, akan kupatahkan lehermu," kata Penangsang.
Mengejutkan, Aryo Penangsang betul menyebrang dengan kudanya sendirian. Dia telah berhasil diprovokasi sehingga mau menyebrang tanpa kawalan serdadunya dan ini betul sangat berbahaya buat dirinya.
" Serdadu Pajang serang dia sewaktu dia ada disungai," Ki Pemanahan memberi komando.
Kurang lebih dua ratus perajurit Pajang menyerbu ke sungai dan mengepung Aryo Penangsang. Tetapi Aryo Penangsang betul betul seorang laki-laki yang tidak gentar sedikitpun dan memang dia seorang perajurit sejati.
Pada akhirnya Aryo Penangsang mati dan Jaka Tingkir jd raja dengan gelar Adiwijaya.
Cerita Ringkasan
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).
Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Babad Tanah Jawi selanjutnya mengisahkan, Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibu kota Demak. Di sana ia tinggal di rumah Kyai Gandamustaka (saudara Nyi Ageng Tingkir) yang menjadi perawat Masjid Demak berpangkat lurah ganjur. Jaka Tingkir pandai menarik simpati Sultan Trenggana sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama.
Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak.
Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru (saudara seperguruan ayahnya). Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan.
Saat itu Sultan Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang sudah diberi mantra. Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan Sultan di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya.
Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Sultan Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama.
Kisah dalam naskah-naskah babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak, dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati Sultan kembali.
Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah Jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai bupati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana.
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, putranya yang bergelar Sunan Prawoto naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Kalinyamat, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Jepara.
Kemudian Arya Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang, tapi gagal. Justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Penangsang.
Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak Adiwijaya agar menumpas Arya Penangsang karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan adipati Jipang tersebut. Adiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak.
Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan Mataram sebagai hadiah.
Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga menewaskan Arya Penangsang di tepi Bengawan Sore.
Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Ratu Kalinyamat menyerahkan takhta Demak kepada Adiwijaya. Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Adiwijaya sebagai sultan pertama.
Sultan Adiwijaya juga mengangkat rekan-rekan seperjuangannya dalam pemerintahan. Mas Manca dijadikan patih bergelar Patih Mancanegara, sedangkan Mas Wila dan Ki Wuragil dijadikan menteri berpangkat ngabehi.
Sesuai perjanjian sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan bergelar Ki Ageng Pati. Sementara itu, Ki Ageng Pemanahan masih menunggu karena seolah-olah Sultan Adiwijaya menunda penyerahan tanah Mataram.
Sampai tahun 1556, tanah Mataram masih ditahan Adiwijaya. Ki Ageng Pemanahan segan untuk meminta. Sunan Kalijaga selaku guru tampil sebagai penengah kedua muridnya itu. Ternyata, alasan penundaan hadiah adalah dikarenakan rasa cemas Adiwijaya ketika mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir sebuah kerajaan yang mampu mengalahkan kebesaran Pajang. Ramalan itu didengarnya saat ia dilantik menjadi sultan usai kematian Arya Penangsang.
Sunan Kalijaga meminta Adiwijaya agar menepati janji karena sebagai raja ia adalah panutan rakyat. Sebaliknya, Ki Ageng Pemanahan juga diwajibkan bersumpah setia kepada Pajang. Ki Ageng bersedia. Maka, Adiwijaya pun rela menyerahkan tanah Mataram pada kakak angkatnya itu.
Tanah Mataram adalah bekas kerajaan kuno, bernama Kerajaan Mataram yang saat itu sudah tertutup hutan bernama Alas Mentaok. Ki Ageng Pemanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, membuka hutan tersebut menjadi desa Mataram. Meskipun hanya sebuah desa namun bersifat perdikan atau sima swatantra. Ki Ageng Pemanahan yang kemudian bergelar Ki Ageng Mataram, hanya diwajibkan menghadap ke Pajang secara rutin sebagai bukti kesetiaan tanpa harus membayar pajak dan upeti.
Saat naik takhta, kekuasaan Adiwijaya hanya mencakup wilayah Jawa Tengah saja, karena sepeninggal Sultan Trenggana, banyak daerah bawahan Demak yang melepaskan diri.
Negeri-negeri di Jawa Timur yang tergabung dalam Persekutuan Adipati Bang Wetan saat itu dipimpin oleh Panji Wiryakrama bupati Surabaya. Persekutuan adipati tersebut sedang menghadapi ancaman invansi dari berbagai penjuru, yaitu Pajang, Madura, dan Blambangan.
Pada tahun 1568 Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton menjadi mediator pertemuan antara Sultan Adiwijaya dengan para adipati Bang Wetan. Sunan Prapen berhasil meyakinkan para adipati sehingga mereka bersedia mengakui kedaulatan Kesultanan Pajang di atas negeri yang mereka pimpin. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama diambil sebagai menantu Adiwijaya.
Selain itu, Adiwijaya juga berhasil menundukkan Madura setelah penguasa pulau itu yang bernama Raden Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur Arosbaya menjadi menantunya.
Dalam pertemuan tahun 1568 itu, Sunan Prapen untuk pertama kalinya berjumpa dengan Ki Ageng Pemanahan dan untuk kedua kalinya meramalkan bahwa Pajang akan ditaklukkan Mataram melalui keturunan Ki Ageng tersebut.
Mendengar ramalan tersebut, Adiwijaya tidak lagi merasa cemas karena ia menyerahkan semuanya pada kehendak takdir
Sutawijaya adalah putra Ki Ageng Pemanahan yang juga menjadi anak angkat Sultan Adiwijaya. Sepeninggal ayahnya tahun 1575, Sutawijaya menjadi penguasa baru di Mataram, dan diberi hak untuk tidak menghadap selama setahun penuh.
Waktu setahun berlalu dan Sutawijaya tidak datang menghadap. Adiwijaya mengirim Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil untuk menanyakan kesetiaan Mataram. Mereka menemukan Sutawijaya bersikap kurang sopan dan terkesan ingin memberontak. Namun kedua pejabat senior itu pandai menenangkan hati Adiwijaya melalui laporan mereka yang disampaikan secara halus.
Tahun demi tahun berlalu. Adiwijaya mendengar kemajuan Mataram semakin pesat. Ia pun kembali mengirim utusan untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya. Kali ini yang berangkat adalah Pangeran Benawa (putra mahkota), Arya Pamalad (menantu yang menjadi adipati Tuban), serta Patih Mancanegara. Ketiganya dijamu dengan pesta oleh Sutawijaya. Di tengah keramaian pesta, putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga membunuh seorang prajurit Tuban yang didesak Arya Pamalad. Arya Pamalad sendiri sejak awal kurang suka dengan Sutawijaya sekeluarga.
Maka sesampainya di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, sedangkan Pangeran Benawa menjelaskan kalau peristiwa pembunuhan tersebut hanya kecelakaan saja. Sultan Adiwijaya menerima kedua laporan itu dan berusaha menahan diri.
Pada tahun 1582 seorang keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang, bernama Raden Pabelan dihukum mati karena berani menyusup ke dalam keputrian menemui Ratu Sekar Kedaton (putri bungsu Adiwijaya). Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang karena diduga ikut membantu anaknya.
Ibu Raden Pabelan yang merupakan adik perempuan Sutawijaya meminta bantuan ke Mataram. Sutawijaya pun mengirim utusan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya ke Semarang.
Perbuatan Sutawijaya itu menjadi alasan Sultan Adiwijaya untuk menyerang Mataram. Perang antara kedua pihak pun meletus. Pasukan Pajang bermarkas di Prambanan dengan jumlah lebih banyak, namun menderita kekalahan. Adiwijaya semakin tergoncang mendengar Gunung Merapi tiba-tiba meletus dan laharnya ikut menerjang pasukan Pajang yang berperang dekat gunung tersebut.
Adiwijaya menarik pasukannya mundur. Dalam perjalanan pulang, ia singgah ke makam Sunan Tembayat namun tidak mampu membuka pintu gerbangnya. Hal itu dianggapnya sebagai firasat kalau ajalnya segera tiba.
Adiwijaya melanjutkan perjalanan pulang. Di tengah jalan ia jatuh dari punggung gajah tunggangannya, sehingga harus diusung dengan tandu. Sesampai di Pajang, datang makhluk halus anak buah Sutawijaya bernama Ki Juru Taman memukul dada Adiwijaya, membuat sakitnya bertambah parah.
Adiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Adiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua.
Adiwijaya alias Jaka Tingkir akhirnya meninggal dunia tahun 1582 tersebut. Ia dimakamkan di desa Butuh, yaitu kampung halaman ibu kandungnya.
Sultan Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan Arya Pangiri bupati Demak.
Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus (pengganti Sunan Kudus) untuk menjadi raja. Pangeran Benawa sang putra mahkota disingkirkan menjadi bupati Jipang. Arya Pangiri pun menjadi raja baru di Pajang, bergelar Sultan Ngawantipura.
======================================================
Berikut nama yg diberikan umat Islam pada Jaka Tingkir dan keturunannya
Sayyidina Abdurrohman (Jaka Tingkir), salah satu garis keturunannya...
**Sayyidina Abdul Halim (P. Benawa),
** Sayyidina Abdurrohman (P. Samhud Bagda),
** Sayyidina Abdul Halim,
** Sayyidina Abdul Wahid,
** Sayyidina Abu Sarwan.
** Sayyidina KH. As’ari,
** Sayyidina KH. Hasyim As’ari
** Sayyidina KH. Abdul Wahid Hasyim
**KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Jika tidak salah, ibunda dari Sultan Agung adalah salah satu keturunan Sultan Hadiwijaya aka Joko Tingkir. Karena tradisi Jawa yang tidak menganut sistem patrilineal murni seperti di China (menganut sistem patrilineal murni dengan nama marga/she dari pihak ayah saja). Jadi leluhur dari garis ibu juga tetap diakui kok. Sementara Sultan Agung merupakan leluhur yang menurunkan raja-raja jawa dari 4 kraton (Paku Buwono, Hamengku Buwono, Mangkunegoro, Paku Alam). Dengan demikian, keturunan Sultan Hadiwijaya di masa sekarang cukup banyak.
Putri dari Pangeran Benawa, yg bernama Dyah Banowati dinikahkan pada anak Pnembahan Senopati yaitu MAs Jolang, dan melahirkan anak yang bernama Mas Rangsang, nanti Mas Rangsang inilah yang menjadikan Mataram terkenal dengan menguasai seluruh Jawa dan Menyerang VOC, mas Rangsang lebih dikenal dengan nama Sultan Agung.
Jadi disini keturunan Jaka Tingkir tetap ikut dalam keturunan Mataram
dimasa pemerintahan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, beliau memadukan kedua ajaran yg dulu bertentangan, yaitu ajaran syeh Siti Jenar (dari ayahnya dan syeh siti Jenar sendiri =Islam Abangan, dengan ajaran Para wali, yaitu Sunan Kalijaga yg merupakan guru Jaka tingkir =Islam Putih)
kedua ajaran itu dijadi satu, maka muncullah Islam Kejawen....yang percampuran antara islam murni dengan kebudayaan Jawa. Islam Kejawen masih berkembang sampe sekarang, dan itu pasti berada di daerah Jawa pedalaman, Kalo di pesisir utara, jarang ada yg menganut kejawen, karena emang disanalah ajaran Para Wali tertanam kuat....
Salah satu guru Joko Tingkir sebelum menjadi Sultan Pajang adalah Ki Ageng Majasto. Ki Ageng Majasto adalah salah satu trah / keturunan Brawijaya Pamungkas. Konon kabarnya, ki ageng ini yang menyuruh Joko Tingkir mengambil segenggam tanah di Majasto untuk dimasukkan ke telinga seekor kerbau di Demak. Segenggam tanah dari Majasto yang telah di-'isi' oleh Ki Ageng Majasto menyebabkan kerbau menjadi gila dan mengamuk di kota praja Demak. Makam ki ageng terletak di Desa Majasto, kecamatan Tawangsari, kabupaten Sukoharjo. Di lokasi makam terdapat "Cepuri Lemah Dagan" yaitu areal tanah pekarangan yang tanahnya pernah diambil Joko Tingkir untuk membuat kerbau mengamuk di Demak.
mengalah kan menak jinggo tuh Damarwulan.
Jaka Sengara = Damarwulan
===============================
Jaka Tingkir dan Siluman Buaya Putih
Pada saat itu ada kerajaan baru Pajang - Pengging yg dipimpin oleh Prabu Pancadriya / Anglingdriya bergelar Prabu Dayaningrat, karena dia merupakan Kerajaan baru maka sang Prabu beserta patih, dan pasukan "Sowan" ke Majapahit, untuk menyatakan kesetiaan pada Prabu Brawijaya III, dihadiahi sebuah keris Pusaka sebagai tanda kesetiaan. Sang Prabu sangat suka hatinya, lalu menikahkan salah satu putrinya yang bernama Dewi Kencana Wulan / Kencanawati.
Sayangnya ketika melahirkan seorang putri, Sang permaisuri meningal.
Putri yang ditinggalkannya itu diberi nama Asmayawati atau Dewi Asmaya Sekar.
Sang Prabu yang telah ditinggalkan menjadi patah semangat, dan menajdi benci Majapahit, hal ini membuat murka Baginda Brawijaya, dg balatentara yg kuat mereka menyerang Kerajaan Pajang - Pengging.
mengetahui hal itu Prabu Pancaindra dan Putrinya yg masih bayi tak mau melawan, mereka pergi meninggalkan kerajaan, bertapa digunung dg nama Ki Juru. Majapahit menang tanpa tetes darah sedikitpun, patih, pasukan dan harta benda kerajaan dibawa ke Majapahit.
Putri Asmayawati tumbuh menjadi Putri yang cantik Jelita, dan menjadi kembang di hutan dan perkampungan di gunung. Suati hari di mandi di sungai dihutan, tanpa ia sadari disungai itu terdapat Siluman Buaya Putih yang mengawasinya, Raja Buaya putih itupun jatuh cinta, lalu menjelma menjadi Seorang Pemuda tampan, sehingga merekapun memadu kasih, dan dinikahkan oleh Ki Juru. Setelah menikah baru ketahuan bahawa sang pemuda tampan itu ternyata adalah Raja Buaya Putih, yang menguasai Buaya2 disungai. Dari pernikahan itu sang putri melahirkan seorang Bayi Lelaki yang tampan, dia diberi nama Jaka Sengara. Jaka Sengara seperti ayahnya tumbuh menjadi Lelaki yang sakti.
Jaka Sengara diperintahkan Kakeknya Ki Juru untuk mengabdi ke Majapahit, pada saat itu Raja Majapahit telah dipegang Oleh Prabu Pandanalas/Brawijaya IV, dan saat itu pula salah satu Putrinya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Raja Blambangan yang sakti Yakni Menak Jinggo Menak Dali Putih. Sudah banyak orang2 sakti yg mencoba menolongnya namun semua dapat dikalahkan. Jaka Sengara diperintahkan sang Prabu untuk menolong, dengan kesaktiannyalah Jaka Sengara dapat mengalahkan Menak Jinggo dan membawa pulang Putri Retno ke Majapahit, sang Prabu sangat senang lalu menikahkan Putri Retno Ayu Pembayun dengan Jaka Sengara, lalu Jaka Sengara diberikan Kerajaan Pajang-pengging yg lama itu untuk didirikan lagi, dengan Gelar Prabu Dayaningrat II.
Prabu Dayaningrat melahirkan dua orang Putra, yg pertama R. Kebo Kanigara dia menjadi Pertapa di Gunung Merapi, yg kedua R. Kebo Kenanga. Sedangkan Jaka Sengara / Prabu Dayaningrat II gugur dalam Perang Majapahit dan Demak.
R. Kebo Kenanga memeluk agama islam, yg belajar dari Guru sekaligus sahabatnya Seh Siti Jenar, Dia sibuk memeplajari islam sehingga tidak menghiraukan kerajaannya, sehingga terbengkalai, yg lambat laun kerajaan itu hilang, karena semua patih dan pasukan beprncar mencari hidup masing2 apalgi setelah Jaka Sengara gugur. Kerajaan Pajang-pengging hilang berganti kabupaten Pengging dengan agama islam yg kuat. R kebo Kenangapun terkenal dengan nama KI Ageng Pengging.
0 comments:
Post a Comment