Bibit-Bobot-Bebet
Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar supaya orangtua malaksanakan pemilihan yang seksama akan calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya.
Bibit ialah biji, benih
Bebet ialah jenis
Bobot ialah nilai
Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal dari bibit yang baik, dari jenis (bebet) yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.
Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata-mata memandang lahiriyah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan. Dua-duanya itu dapat melupakan tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik.
CINTA, WASPADA DAN PERTUNANGAN
Peribahasa mengatakan: “cinta itu buta”
Berpedoman, bahwa hidup suami isteri itu mengandung cita-cita luhur yaitu mendapatkan keturunan yang baik, maka janganlah menuruti kata peribahasa tersebut. Pada hakekatnya peribahasa itu sendiri pun mengandung “peringatan”. Memperingtkan, agar supaya dalam bercinta tidak buta mata hati dan mata kepala.
Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita-cita justru harus diliputi oleh waspada dalam hati dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama lain dan waspada akan penggoda di dalam hatinya sendiri.
Kewaspadaan itu menghendaki pengamatan dan penghayatan satu sama lain mengenai sikap dan pendirian terhadap hal-hal yang penting yang sudah pasti dijumpai dalam hidup antara lain soal keluarga, agama, kemasyarakatan dan sebagainya.
Perbedaan sikap dan pendirian terhadap hal-hal yang penting seperti diatas, niscaya akan mengakibatkan kesukaran dikemudian hari. Persesuaian haruslah timbul dari keyakinan dan tidak dengan membohongi diri sendiri, misalnya dengan berjanji berkesanggupan dengan sumpah lisan atau tulisan, pernikahan di muka kantor pencatatan sipil dan lain sebagainya.
Pertunangan dengan atau tanpa tukar cincin adalah usaha untuk mendekatkan pria dan wanita yang menjalin kisah dan hendak hidup sebagai suami isteri.’
Pertunangan tidak boleh diartikan lalu boleh bergaul sebebas-bebasnya hingga perbuatan sebagai suami isteri. Dalam hal itu calon isteri haruslah teguh hati, mencegah jangan sampai terjamah kehormatannya.
Ingatlah, bahwa calon suami itu bukan atau belum suaminya.
Sekali terjadi peristiwa dan sang wanita hamil tidak mustahil menjadi persoalan sebagai pangkal persengketaan. Kalau sang pria ingkar, pertunangan putus, sang wanita menjadi korban.
0 comments:
Post a Comment