Eyang Beliau diatas adalah :
Foto : RM.Koesen ,yang disebut juga RM.Tjokro Bandoro (Kolonel BKPH.Poerbodiningrat) ,putra dari SISKS.PB.IX, urutan ke 3(tiga) dari sebelah kanan.
SERAT KEKANCINGAN :
( RM.Soegiyo/ KPH.Poerbodiningrat pada medio februari 2008 menjumpai/mengadakan pertemuan dengan Pengageng Karaton Soerakarta Drs.KGPH.Koesoemojoedo di Rumah Makan Adem Ayem, membicarakan suatu hal dan mengadakan kesepakatan suatu hal. Selain itu RM.Soegiyo disarankan memohon gelar/pangkat KPH.Poerbodiningrat. Lalu RM.Soegiyo menyetujuinya dan membayar lunas administrasinya dan dibayar dengan 1 (satu) kilogramm emas tidak berlogo (emas jaman pemerintahan PB.X,milik BKPh.Kol.Poerbodiningrat).Pembayaran tersebut untuk ganjar/pangkat RM.Soegiyo dan anaknya RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE.
Adapun RM.Soegiyo bertemu dengan Drs.KGPH.Koesoemojoedo ditemani saudaranya yang bernama R.Soeharno. Dan Sertifikat gelar/pangkat disimpan oleh R.Soeharno, setelah RM.Soegiyo wafat, R.Soeharno juga wafat, orang terdekatnya memberikan Sertifikat gelar/pangkat baik yang asli maupun salinan kepada RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE (anak RM.Soegiyo).
(Surat Keputusan Sinuhun PB.IX bahwa Kolonel BKPH.Poerbodiningrat bernama Raden Mas Koesen atau Heer Koesen,yang disebut juga dengan nama RM.Tjokro Bandoro)
Selanjutnya ditetapkan dan diwisudha pada tanggal 10 Mei 2015 pukul : 12.51 wib sebagai KANJENG PANGERAN PANJI (KPP).ARIYO PURBODININGRAT, yang artinya juga turut menetapkan Ramandanya yaitu RM.Soegiyo Zaldy Zorro Darsita,Bc.Hk sebagai KANJENG PANGERAN HARIO POERBODININGRAT.
Gambar/foto saya sewaktu diwisuda oleh Karaton Soerakarta Hadiningrat dengan gelar dan pangkat KANJENG PANGERAN PANJI ARIYO (KPPA) PURBODININGRAT,diwisudha oleh Beliau Wakil Sinuwun PB.XIII (Kondhang) KGPH.Puger,BA, dan Wakil Pengageng Kusumowandowo Karaton Soerakarta,KPH.Brotoadiningrat, pada tanggal 10 Mei 2015.
Foto bersama dengan Wakil Sinuwun PB.XIII ( Kondhang) KGPH.Puger,BA , setelah acara wisudha
Ada isu saudara-saudara bahwa admin yaitu RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE yang mendapat gelar dan kepangkatan dari Karaton Soerakarta Hadiningrat sebagai KPPA (Kanjeng Pangeran Panji Ariyo) Purbodiningrat (dari jamannya KGPH.Koesoemojoedo alm. Pengageng Kusumowandowo) dan yang telah diwisuda oleh Kangjeng Gusti Pangeran Hariyo (KGPH). (Kondhang) Puger,BA dan juga KPH.Brotoadiningrat, akan dipolisikan oleh oknum-oknum di Kraton gara-gara gelar KPPA.Purbodiningrat, ini hal lelucon, adakah kemungkinan semua orang yang mendapat gelar dan kepangkatan dari Karaton Soerakarta Hadiningrat juga dipolisikan ? (Ini oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini tidak menghormati Beliau KGPH.Puger,Ba sebagai Pengageng Kusumowandowo dan Wakildalem Siniuwun PB.XIII, juga meremehkan Beliau KPH.Brotoadiningrat sebagai Wakil Pengageng Kusumowandowo yang telah mewisudha).
Perlu pembaca ketahui oknum-oknum itu selalu mendzalimi keluarga dan pribadi dari beliau KPPA.Purbodiningrat, namun Beliau tidak membalas kejahatan dengan kejahatan ,Beliau malah memaafkan dan melupakan kesalahan dan tindak dzalim mereka, serta Beliau juga mendoakan agar mereka yang mendzalimi Beliau itu diberikan rizki dan barokah yang berlimpah dari Allah swt. Beliau ini memang Bangsawan yang berjiwa besar,dibanding mereka itu.
Beliau-KPPA.Purbodiningrat ini hanya berpegang apa yang menjadi pesan Papi Beliau KPH.Poerbodiningrat,Eyang Beliau KBRAyT.Prodjokoesoemo,dan Eyang Beliau BKPH.Kol.Poerbodiningrat yaitu :
"Rumangsane nek wis nudhuh uwong kuwi padha bae uwong kuwi sing nuding uwong kuwi dhewe, malahan tambah ing eleke kalakuwane.Eling dipeling sing sopo wanitumindak siya marang anak turunku bakale lampus sakabehane , sadurunge tumindak ala marang anak turunku bakal nemoni alangan lan cilaka akhire..."
Dan menurut protokoler Beliau-KPPA.Purbodiningrat, ada tata cara bertemu dengan Beliau ;
-Apabila berhadapan bertemu dengan Beliau, dimohon jangan berkata mensialkan pribadi, misalnya ;" saya tidak punya uang saat ini" padahal sebenarnya punya uang, ya akhirnya mulai dari hari itu dia ngomong ke Beliau bahwa tidak punya uang,ya akhirnya mulai dari itu sampai seterusnya tidak punya uang atau kekurangan terus {adanya cuma kekurangan terus}.Jadi harus berkata-kata yang positif.
-Apabila berhadapan bertemu dengan Beliau, dimohon jangan berkata yang jumawa {membatin dalam hati,ingin berbuat jahat pada Beliau|}. Ya akhirnya orang tersebut celaka. Jadi harus berpikir yang positif atau yang baik-baik saja.
-Apabila berhadapan bertemu dengan Beliau, dimohon berbuat yang wajar, misalnya seperti dulu ada yang memberi cek senilai 20 juta rupiah, katanya cek mundur, tapi nyatanya cek kosong. Dan Beliau memaafkan orang tersebut, dan mendoakan supaya orang itu diampuni-Nya dan diberikan kelancaran rizki dan barokah-Nya. Dan dua minggu kemudian orang tersebut mengalami celaka {konon kabarnya bunuh diri,gantung diri}. Jadi kalau bertemu dengan Beliau harus berbuat yang wajar sewajarnya manusia.
Protokoler Beliau bernama Nurul Widayat (0852-2559-1506), Handoko (0812-2507-6280)
KEGIATAN BELIAU KANJENG PANGERAN PANJI ARIYO (KPPA) PURBODININGRAT :
1.DIUNDANG KE KNPI JAWA BARAT :
Sentono Keraton Surakarta—Kanjeng Pangeran Panji Ariyo (KPPA)
Purbodiningrat, Aktivis Lingkungan/Pemerhati Budaya—Ully Sigar Rusady, dan
Budayawan—Aat Suratin sebagai keynote speaker foto bersama usai diskusi
peringatan sumpah pemuda di Aula Barat Gedung Sate, Rabu (28/10/2015).
POJOKJABAR.com, BANDUNG– Peringatan sumpah pemuda ke-87,
Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia Provinsi Jawa
Barat terpanggil menjadi bagian penting bagi terlaksananya peringatan hari
sumpah pemuda, dengan mengadakan diskusi kebangsaan peringatan hari sumpah
pemuda ke-87.
Kegiatan diskusi, Rabu (28/10) di Aula Barat Gedung Sate ini mengusung tema
“Melanjutkan Semangat dan Perjuangan Sumpah Pemuda-Pemudi Melalui Perhelatan
Pemuliaan Tanah, Air dan Udara”. Tema tersebut merupakan perwujudan dari adanya
pemahaman akan makna perjuangan sumpah pemuda dengan pantangan perjuangan
pemuda-pemudi Indonesia di masa ini yaitu tentang pentingnya memahami sejarah
yang lurus dan benar, menyikapi berkembangnya informasi global mengenai isu
lingkungan serta perwujudan pangan Nasional.
Dalam diskusi ini DPD KNPI Jabar menghadirkan Sentono Keraton
Surakarta—Kanjeng Pangeran Panji Ariyo (KPPA) Purbodiningrat, Aktivis
Lingkungan/Pemerhati Budaya—Ully Sigar Rusady, dan Budayawan—Aat Suratin
sebagai keynote speaker.
Dalam diskusi itu Aat ingin mengubah paradigma pemuda-pemudi Indonesia bahwa
potensi bangsa Indonesia adalah Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam
(SDA) hanyalah sebuah pelengkap. “Jangan sampai Indonesia terpuruk karena tidak
bisa memanfaatkan SDM tersebut,” kata Aat.
Saat ini menjunjung nasionalisme, kata Aat, bukan dengan belajar berperang,
tetapi dengan ekspresi cinta tanah air dengan caranya masing-masing seperti
menuntut ilmu, saling menghargai, menjaga diri sendiri agar bisa terus berkarya
dan menciptakan kebudayaan.
(RadarBandung/agp/job2siti)
2. MELAYAT KE PEMAKAMAN GRAy.SITI NOEROEL KAMARIL NGARASATI KOESOEMOWARDHANI (PUTRI ALM.KGPAA.MN.VII) DI ASTANA GIRI LAYU:
GUSTI NURUL MANGKUNEGARAN WAFAT
Selamat Jalan Putri Pemersatu Mangkunegaran
Pemain
film, Marcella Zalianty, mendoakan jenazah putri Mangkunegoro VII, G.R.Ay. Siti
Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemowardhani Soerjosoejarso, saat disemayamkan di
Pura Mangkunegaran, Solo, Rabu (11/11/2015). Jenazah dimakamkan di Astana
Girilayu Matesih Karanganyar. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)
Kamis, 12 November 2015 09:35 WIB |
Aries Susanto/Kurniawan/JIBI/Solopos |
Gusti Nurul Mangkunegaran wafat dan dimakamkan di Astana Girilayu
Karanganyar.
Solopos.com, SOLO – Ratusan pelayat memberikan
penghormatannya kepada putri K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII, G.R.Ay. Siti Noeroel
Kamaril Ngasarati Koesoemowardhani Soerjosoejarso, Rabu (11/11/2015), di
Pendapa Pura Mangkunegaran Solo.
Perempuan yang akrab disapa Gusti Noeroel atau Gusti Nurul itu berpulang di
usianya yang cukup sepuh, 94 tahun.
”Di mata kami, ibu adalah orang yang cukup demokratis. Anak-anak putrinya
tak hanya diajari menari, tapi juga berenang, naik kuda, atau main tenis,” ujar
putra sulung Gusti Noeroel, K.P.H. Soelarso Basarah Soerjosoejarso, sebelum
pemberangkatan jenazah Gusti Noeroel dari Pura Mangkunegaran menuju Astana
Girilayu, Matesih, Karanganyar.
Meski demokratis, namun Gusti Noeroel tetap berpijak pada akar tradisi Jawa.
Hal itu dibuktikan dari kepiawaiannya menari. Karena tariannya itu pula, Ratu
Wilhelmina dari Belanda terkagum-kagum dan memberinya gelar De Bloem van
Mangkoenegaran atau Kembang dari Mangkunegaran.
Sebagai putri raja, Gusti Noeroel banyak dikenal sebagai sosok antifeodal.
Ia menjadi perempuan inspiratif karena semangat feminim, kemandirian, dan
kesederhanaanya. Ia bahkan dikenal sebagai perempuan yang menolak poligami,
sebuah sikap yang bertentangan dengan arus zaman kala itu.
”Pesan ibu yang masih saya ingat kala itu, ’Nduk, yen wani kawin kudu
metu saka Pura Mangkunegaran. Sebabe, yen kowe isih neng Keraton, bakal loro
atimu margo diselir’. [Nak, jika berani menikah, harus keluar dari Pura
Mangkunegaran. Sebab, jika masih di Keraton, hatimu bakal sakit karena
dimadu],” aku R.Ay. Radika Wiyarti, putri kelima Gusti Noeroel.
Alasan inilah yang membuat Gusti Noeroel semasa mudanya menolak didekati sejumlah
tokoh bangsa kala itu, seperti Presiden pertama Soekarno, Perdana Menteri Sutan
Sahrir, Hamengkubuwono IX, atau KSAD kala itu, G.P.H. Djatikusumo.
Menurut Soelarso, alasan ibunya menolak didekati tokoh-tokoh tersebut juga
karena alasan poligami. ”Ibu memang tak secara langsung menuding poligami.
Namun, ia sudah antisipasi jika menikahi tokoh-tokoh tersebut, pasti susah
untuk tak dipoligami,” paparnya.
Dia memilih hidup sederhana di luar tembok Keraton dengan menikahi seorang
personel militer yang masih sepupunya, R.M. Soerjosoejarso.
”Sejak menikah itulah, ibu memilih tinggal di Bandung bersama suaminya. Ibu
juga pernah tinggal berpindah-pindah, seperti Magelang dan Madiun,” ujarnya.
Jenazah Gusti Noeroel tiba di kompleks Astana Girilayu sekitar pukul 13.00
WIB. Beberapa kerabat dan abdi dalem Pura Mangkunegaran langsung menggotong
peti jenazah ke musala astana.
Di musala, beberapa kerabat dan para pelayat melakukan salat jenazah sebelum
pemakaman. Setelah disalatkan, jenazah Gusti Noeroel dibawa ke lubang pemakaman
yang berdekatan dengan makam ayahandanya, Mangkunagoro VII.
Makam jenazah Gusti Noeroel itu berdampingan dengan makam suaminya, R.M.
Soerjosoejarso, yang meninggal dunia tahun 1999. Puluhan kerabat dan anggota
keluarga Pura Mangkunegaran khusyuk mengikuti prosesi pemakaman.
Artis papan atas Tanah Air, Marcella Zalianty, juga tampak hadir saat
pemakaman untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumah Gusti
Noeroel.
Juru kunci Astana Girilayu, Bei Hadi Astana, saat ditemui wartawan di
sela-sela prosesi pemakaman, mengatakan penggalian makam Gusti Noeroel
dilakukan Selasa (10/11/2015) malam.
Hadi mengatakan kecantikan Gusti Noeroel saat muda bak elok separuh dunia.
”Konon dulu beliau berparas sangat cantik,” ujar dia.
Kerabat Pura Mangkunegaran, K.P.P.A. Purbodiningrat, menyatakan semasa
hidupnya Gusti Noeroel berkepribadian bijaksana pun pandai bergaul. Tak hanya
itu, Gusti Noeroel dinilai berwawasan luas dan intelektualitas di atas
rata-rata. Dia menjelaskan Gusti Noeroel menguasai bahasa Belanda, bahasa
Inggris, dan bahasa Indonesia.
Kesaksian yang sama disampaikan kerabat lain dari keluarga Pura
Mangkunegaran, K.R.T.H. Hartono Wicitrokusumo. Menurut dia, semasa hidupnya,
Gusti Noeroel adalah sosok pemersatu keluarga besar Pura mangkunegaran,
termasuk saat dihantam gelombang permasalahan.
Dia berharap kepribadian Gusti Noeroel bisa diteladani para penerus keluarga
Pura Mangkunegaran. ”Gusti Noeroel adalah sosok yang arif dan bijaksana. Dia
mampu mempersatukan seluruh kerabat Pura Mangkunegaran. Jiwa kepemimpinan sudah
muncul sejak muda,” kata dia.
Sentanadalem ingkang setya tuhu dhateng Sinuhun Panembahan Agung Tedjowoelan (PB.XIII Tedjowoelan),