Foto : Tarian Bedhaya Ketawang zaman PB.X
Thursday, April 5, 2012
Budaya
Foto : Tarian Bedhaya Ketawang zaman PB.X
Dalam kolom Budaya ini, kami akan mengulas Budaya-budaya, tradisi-tradisi serta adat istiadat di sekitar Kota Surakarta se eks Karesidenan Surakarta
Selain itu kami jua ajan mengulas Budaya-budaya , tradisi-tradisi serta adat istiadat yang tidak bertalian
Pendapat Pakar
|
Info-Info
Dalam kolom Info-Info ini kami melayani Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sentonodalem SISKS.Pakoe Boewono, untuk menawarkan produk barang dan jasa, maupun untuk menginformasikan apapun.
Tahukah Saudara bahwa : Kereta api berkembang pesat kebetulan pada zaman PB.X
Foto : PB.X meninjau Stasiun Kereta Api pada tahun 1936
Tahukah Saudara Bahwa PB.X mirip boneka wayang yang hidup (menurut pendapat Louis Couperus penulis Belanda ternama) ?
Sri Susuhunan Pakoe Boewono X (1866-1939) bersama istrinya Sri Gusti Kanjeng Ratu Mas Mursudarinah. Penulis Belanda yang ternama Louis Couperus (1863-1923) telah menceritakan PB X di buku “Kekuatan Terpendam” (De Stille Kracht, 1900): “Beliau mirip boneka wayang yang hidup. Beliau punya mata yang menyeramkan. Kadang-kadang mata tersebut tidur”. PB X senang membawa banyak bintang jasa pada dada. Seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda pernah bertanya kepada beliau mengenai jumlah bintang jasa yang beliau miliki. Dengan memasang muka tanpa ekspresi, PB X membalas: “Gangsal welas kati”. (1 kati = 617 gram, gangsal welas =15)
Soesoehoenan Soerakarta 1900an
Orang yang berbadan gemuk ini termasuk orang paling kaya di jaman itu dan beliau adalah orang Indonesia yang pertama yang memiliki mobil di tahun 1894. Beliau mempunya 6 permaisuri (istri resmi) dan 35 anak, tambah 30 anak dari 6 selir (istri sampingan).
Diatas itu artikel dalam bahasa belanda yang diterjemahkan oleh penulis kedalam bahasa indonesia.
Artinya bahwa si residen belanda tidak senang juga segan dan takut pada Beliau PB.X.
Tahukah Saudara Kartupos ini diterbitkan oleh Toko Gedeh dari Batavia ?
Kartupos diterbitkan oleh Toko Gedeh dari Batavia ini memperlihatkan Susuhunan Pakoe Boewono X (1866-1939) bersama Residen Soerakarta bernama Willem de Vogel (1848-1922) pada hari besar di Kraton Kasunanan di Solo (juga disebut Kraton Hadiningrat) yang dibangun pada tahun 1745 oleh PB II. Ini namanya Sri Manganti artinya ruang tunggu bila akan menghadap Raja. Ornamen di atas pintu itu simbol kerajaan jaman Sri Susuhunan Amangkurat (Mataram) sebelum pecah menjadi Surakarta & Jogjakarta. Di tiap sudut atas ada ornamen Lingga Yoni. Suhunan PB X punya nama resmi Pakoe Boewono Senopati Ingalogo Abdoerrachman Saijinin Panotogomo. Tetapi si residen yang lahir di Semarang ini menyebut (tidak memanggil) raja populer itu dengan nama sayangan “Sri Masalah” karena PB X mempunyai pengetahuan tentang perilaku manusia yang banyak. Dengan dimikian, beliau pinter menilai dan memanipulasi para petinggi kolonial Belanda.
Diatas itu artikel dalam bahasa belanda yang diterjemahkan oleh penulis kedalam bahasa indonesia.
Artinya bahwa si residen belanda segan dan takut pada Beliau PB.X.
Menelusuri Sejarah Kasultanan dan Pakualaman
Siapa sesungguhnya Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Adipati Paku Alam (PA)? Apa sejatinya Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman dalam situasi politik dan ekonomi tahun 1755 (tahun kelahiran Kasultanan) dan 1813 (tahun kelahiran Pakualaman)?
Kasultanan versi Perjanjian Giyanti (1755-1945) dan Pakualaman versi Perjanjian PA-Raffles (1813-1945)
Menjawab ketiga pertanyaan di atas, kita harus menelusuri sejarah Kasultanan dan Pakualaman. Kelahiran dan eksistensi Kasultanan dan Pakualaman tidak dapat dilepaskan dari kolonialisme, baik oleh VOC maupun pemerintah Hindia Belanda (1800-1812, 1814-1942) dan Inggris (1812-1813).
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC, 26 Maret 1602 – 31 Desember 1799), yang kemudian dilafalkan “Kumpeni” (Company), merupakan perusahaan multibangsa (Multi National Corporation, MNC) pertama di dunia yang beroperasi di Asia (terutama Hindia Timur, yang berpusat di Banten) dan berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. VOC merupakan perusahaan pertama yang mengenalkan sistem pembagian saham. VOC menunjukkan bahwa modal melampaui imajinasi kebangsaan maupun kenegaraan, berbeda dengan pemahaman nasionalis-developmentalis yang masih mengasumsikan kapitalis domestik lebih baik daripada kapitalis asing –mengaburkan fakta bahwa kapitalisme domestik maupun asing berwatak sama.
VOC dibekali Hak Octroi (hak-hak istimewa) dari pemerintah Belanda, yaitu: a) Hak monopoli perdagangan; b) Hak mencetak dan mengedarkan uang; c) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai; d) Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja; e) Hak memiliki tentara sendiri; f) Hak mendirikan benteng; g) Hak menyatakan perang dan damai; dan h) Hak mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat. Intinya, VOC adalah perusahaan sekaligus “negara baru” di tanah jajahan.
Sebagai kekuatan modal (kapital) penyokong kapitalisme, VOC bekerja efisien dengan cara memanfaatkan hirarki yang hidup dalam kultur feodal di nusantara, yang mana massa secara total patuh pada elit penguasa. Melalui perjanjian dagang dan perjanjian politik dengan elit penguasa setempat, yaitu para raja atau sultan, VOC mampu mengendalikan rakyat jelata sebagai produsen komoditas-komoditas primadona saat itu. VOC menjaga modalnya dengan persenjataan modern, sehingga siapapun yang bekerja sama dengan VOC akan dirawat kekuasaan dan kekayaannya oleh VOC.
Mangunwijaya menggambarkan secara tepat bagaimana penghisapan kolonialisme bekerja terstruktur melalui hirarki antara VOC (pemodal), kerajaan (penguasa lokal), dan komunitas adat (jelata) dalam Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa[4]. Hirarki yang dibentuk dan dirawat oleh motivasi penguasaan sumberdaya, baik melalui perang maupun perjanjian politik.
Sejarah penguasaan sumberdaya dalam situasi sosial-politik-budaya atau istilah lainnya strategi VOC mempecundangi Mataram yang hirarkis hampir selalu berakhir dengan akumulasi. Kerajaan Mataram Islam di Jawa tak luput dari sejarah akumulasi. Agar tidak terlalu jauh dari era kolonialisme-kapitalisme, kisahnya dimulai sejak Sultan Agung.
Sultan Agung (1613-1645) berambisi menciptakan hirarki dengan membangun kekaisaran di Jawa, karenanya VOC adalah saingan ekonomi politik baginya. Sebelum menyerang VOC, ambisinya dimulai dengan menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa dan Madura yang akhirnya dia kalahkan, antara lain Tuban (1619), Madura (1623), dan Surabaya (1625). Awal Mataram resmi dipecundangi oleh VOC sejak masa Amangkurat I (pengganti Sultan Agung, yang menghadapi pemberontakan Trunajaya), berlanjut hingga Amangkurat II dan Pakubuwono I/Pangeran Puger—ia adalah paman Amangkurat III/Sunan Mas. Pangeran Puger dan Sunan Mas dipecundangi seolah-olah meminta bantuan VOC untuk saling menyerang tahun 1704-1708. Sunan Mas kalah dan dibuang ke Srilanka (Anshory, 2008)[5].Di Jawa, pasca ekspansi Sultan Agung yang gagal karena dipecundangi VOC, upaya-upaya pembangkangan oleh elit politik terhadap raja yang menjadi boneka VOC dipadamkan dengan perjanjian damai, sebab motivasinya ialah perebutan kekuasaan dan aset ekonomi. Contoh nyata ialah Kerajaan Mataram yang akhirnya pecah menjadi Kasunanan Surakarta (raja pertama diisukan seolah-olah dinobatkan VOC 1704); Kasultanan Yogyakarta (1755); dan Kadipaten Mangkunegaran (1757). Perpecahan Mataram ini terkenal dengan istilah Palihan Nagari (pembagian wilayah).
Palihan Nagari merupakan puncak dari peperangan sebelumnya, baik yang bermotif balas dendam akibat konflik kelas maupun perebutan tahta yang menumpanginya.
Geger Pecinan (1740) adalah perlawanan kaum Tionghoa terhadap VOC yang tidak dimotivasi perebutan kekuasaan politik lokal, melainkan dilatari oleh ketimpangan ekonomi antara buruh pabrik gula (Tionghoa miskin) terhadap majikan (VOC dan Tionghoa kaya) dan kekerasan pemerintah akibat anjloknya harga gula. Ketimpangan dan kekerasan itu memicu pembunuhan terhadap 50 pasukan Belanda, dibalas oleh Gubernur Jenderal VOC Adriaan Valckenier dengan pembantaian masal Oktober-November 1740, hingga menyebabkan 600-3000 dari 10.000 kaum Tionghoa Batavia yang tersisa hijrah ke Jawa Tengah (Lasem, Juwana, dan Rembang) di bawah pimpinan Khe Panjang (Sie Pan Jiang). Mereka diterima oleh Tiga Bersaudara anti-VOC: Raden Panji Margono (Tan Pan Ciang, anak Bupati Lasem Tejakusuma V (Raden Panji Margono menyamar sebagai seorang babah (keturunan Jawa-Tionghoa) bernama Tan Pan Ciang (Tan Pan Tjiang, berbeda dari Khe Pandjang yang memimpin para pengungsi China dari Batavia)), Oei Ing Kiat atau dikenal sebagai Raden Tumenggung Widyaningrat , seorang pedagang keturunan juru mudi Laksamana Cheng Ho, pendakwah Islam di Nusantara), dan Tan Kee Wie (juragan bata).
Perang Kuning I (1741-1743). Tiga Bersaudara menyerang tangsi-tangsi VOC. Setelah merebut Jepara (21 Juli 1741), mereka menyerang markas VOC di Jepara dan Juwana, namun kandas di selat antara Pulau Mandalika dan Pulau Ujung Watu (5 November 1742), Tan Kee Wie gugur. Pada tahun awal 1742, para pemberontak mengangkat pimpinan, cucu lelaki Amangkurat III yaitu Raden Mas Gerendi (Sunan Kuning/Sun Kun Ing, pendakwah Islam yang petilasannya jadi nama kompleks pelacuran di Semarang). Kartasura, ibukota Mataram saat itu, jatuh pada Juli 1742 dan Pakubuwono II lari ke Ponorogo. VOC di bawah Gubernur Jenderal Gustaaf W. van Imhoff dan Pangeran Cakraningrat IV (Madura) yang ingin merdeka dari Mataram, merebut kembali Kartasura pada Desember 1742. Raden Mas Gerendi tertangkap pada Oktober 1743. Karena istana Kartasura sudah hancur, Pakubuwana II memindahkan ibukota kerajaan di Surakarta (Solo), istana baru ia tempati mulai 1745.
Perang Kuning II (1750). Raden Panji Margono melanjutkan perlawanan terhadap VOC dibantu laskar Tionghoa Lasem, Oei Ing Kiat (Oei Ing Kiat (Oey Ing Kiat) adalah seorang Tionghoa beragama Islam yang sangat kaya, keturunan Bi Nang Oen yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana Ceng Ho yang mendarat di Bonang-Lasem. Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari Campa yang menjadi penyebar agama Islam di Lasem pada awal abad XV. Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antar pulau sumber wikipedia ) dan laskar santri Kyai Ali Badawi. Agustus 1750 terjadi pertempuran di sekitar Lasem hingga menggugurkan Raden Panji Margono dan Oei Ing Kiat.
Perang Kuning diselingi perebutan tahta yang memicu Perang Tahta Jawa (1746-1757). Bersama Tiga Bersaudara dan Sunan Kuning, Raden Mas Said/Pangeran Sambernyawa (kelak bertahta-gelar Mangkunegara I) melawan VOC- Paku Buwono II yang dipecundangi seolah-olah bersekongkol dengan VOC yang dibantu Pangeran Mangkubumi (kelak bertahta-gelar Hamengku Buwono I). Kemenangan aliansi Tionghoa-Jawa membuat Mataram beralih ibukota dari Kartasura ke Surakarta, dan Paku Buwono II dipecundangi VOC dan dipaksa menyerahkan kekuasaan dan wilayah kerajaan pada VOC dengan Perjanjian Ponorogo, 11 Desember 1749.
Satu minggu setelah kejadian itu, Paku Buwono II wafat dan digantikan oleh Paku Buwono III. Akhirnya pemberontakan Raden Mas Said dipadamkan oleh Mangkubumi, akan tetapi PB III mengingkari imbalan daerah Sukowati (kini Sragen) padanya, hingga Mangkubumi membelot ke kubu Raden Mas Said kemudian menyerang PB III dari 1746-1755. Peperangan saudara itu berakhir dengan Perjanjian Giyanti 1755 dan Perjanjian Salatiga 1757.
Sejarah Mataram adalah sejarah perang saudara, sejarah pengkhianatan, sejarah dipecundangi oleh VOC dari masa ke masa karena perebutan kekuasaan dan aset ekonomi.
Soekanto (1953)[6], Antoro (2014[7] dan 2015[8]) dan Purwadi et al. (2015)[9] membeberkan isi Perjanjian Giyanti 1755 (13 Februari 1755), isinya antara lain:
Pengangkatan Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan Hamengku Buwono (HB) I sebagai pemimpin dari wilayah yang dipinjamkan kepadanya[10], dengan hak mewariskan pengelolaan kepada ahli warisnya dengan kewajiban menjaga itikad baiknya terhadap VOC dan Sultan HB I menerima isi perjanjian sebagai hukum abadi yang tidak terputus dan mutlak (Pasal 1).
Sultan berkewajiban menjalin persahabatan dengan warga VOC dan rakyat Jawa, dalam hubungan yang saling menguntungkan (Pasal 2), untuk menjamin hal tersebut maka semua pejabat pemerintahan maupun bupati dan seluruh penguasa jajaran tinggi yang diangkat oleh Sultan berkewajiban melakukan sumpah setia secara pribadi kepada VOC di Semarang (Pasal 3).
Sultan dilarang mengangkat pejabat tanpa persetujuan VOC (Pasal 4) dan tidak akan mengganggu gugat bupati yang pernah bersengketa dengannya, dengan imbalan VOC memaafkan kesalahan Sultan (Pasal 5).
Sultan wajib melepaskan pulau Madura dan daerah pesisir yang telah diduduki VOC dan membantu VOC untuk mempertahankan kepemilikannya atas provinsi laut, imbalannya Sultan digaji 2000 real Spanyol per tahun oleh VOC (Pasal 6). Sultan juga wajib membantu Sunan Paku Buwana penguasa Surakarta Hadiningrat dengan imbalan dilindungi dari musuh dari dalam dan luar negeri (Pasal 7).
Sultan mengukuhkan dan mengesahkan semua kontrak, perikatan, dan perjanjian yang telah diadakan sebelumnya antara VOC dan para raja Mataram, khususnya yang disepakati pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749, sejauh tidak menentang perjanjian Giyanti 1755. Apabila Sultan dan keturunannya melanggar isi perjanjian maka diberi sanksi berupa pelepasan wilayah yang telah dipinjamkan (pasal 9)[11].Tahun 1799 VOC dibubarkan karena beberapa sebab, antara lain: 1) Korupsi pegawai VOC; 2) Belanda jatuh ke tangan Perancis; 3) Merosotnya kas karena biaya perang melawan Sultan Hasanuddin; 4) pembagian keuntungan (deviden) pada pemodal yang terlalu besar. Kekuasaan terhadap Hindia Timur diserahkan kepada pemerintah Belanda, melahirkan negara Hindia Belanda (cikal bakal Indonesia) yang dipimpin seorang Gubernur Jenderal.
Pada masa HB III, ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda ke Inggris, terjadi pergolakan di Kasultanan, menyebabkan berdirinya Kadipaten Pakualaman. Paku Alam I dan Gubernur Jenderal Hindia-Inggris, yaitu Sir Thomas Stamford Raffles menyepakati perjanjian pada 13 Maret 1813, yang isinya:
Paku Alam dan keluarganya memperoleh perlindungan dari Inggris (Pasal 1) dan Paku Alam memperoleh gaji bulanan sebesar 720 Real yang harus dikelola bersama Sultan, Paku Alam mendapat penguasaan atas wilayah seluas 4000 cacah (Pasal 2).
Wilayah tersebut di bawah jaminan Pemerintah Inggris, dan menjadi subyek administrasi dan pemerintah serta harus disediakan sewaktu diperlukan untuk modifikasi oleh pemerintah (Pasal 3). Terhadap tanah-tanah tersebut tidak dikenakan pajak baru (Pasal 4).
Atas keuntungan yang diperolehnya, Paku Alam harus membantu Pemerintah Inggris satu Korps yang terdiri atas 100 pasukan berkuda (Pasal 6).
Isi perjanjian Giyanti 1755 dan Perjanjian PA I–Rafless 1813 menunjukkan posisi politik Kasultanan dan Pakualaman sebagai bawahan Pemerintah Kolonial daripada posisi sebagai kekuasaan yang otonom, bahkan Kasultanan dan Pakualaman memerankan perpanjangan tangan dari kolonialisme melalui kontrak politik sebagaimana ditunjukkan oleh Shiraishi (1997:1)[12], Ranawidjaja (1955) dan Luthfi et al.(2009:32)[13]. Hal ini bertolak belakang dengan Sabdatama HB X pada 10 Mei 2012 di awal alenia tulisan ini. Posisi subordinat ini lebih tegas ditunjukkan dalam Perjanjian Politik HB IX dengan Dr. Luncien Adam, Gubernur Yogyakarta (wakil Gubernur Jenderal Hindia-Belanda), pada 18 Maret 1940. Isinya:
Pasal 1 (1) Kesultanan merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan karenanya berada di bawah kedaulatan Baginda Ratu Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal. (2) Kekuasaan atas Kesultanan Yogyakarta diselenggarakan oleh seorang Sultan yang diangkat oleh Gubernur Jenderal.
Pasal 3 (1) Kesultanan meliputi wilayah yang batas-batasnya telah diketahui oleh kedua belah pihak yang menandatangani Surat Perjanjian ini. (2) Kesultanan tidak meliputi daerah laut. (3) Dalam hal timbul perselisihan tentang batas-batas wilayah, maka keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal.
Pasal 6 (1) Sultan akan dipertahankan dalam kedudukannya selama ia patuh dan tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya yang diakibatkan oleh perjanjian ini ataupun yang akan ditandatangani kemudian berikut perubahan-perubahannya ataupun penambahan-penambahannya, dan ia bertindak sebagaimana layaknya seorang Sultan.
Pasal 12 (1) Bendera Kesultanan, Sultan dan penduduk Kesultanan adalah bendera Negeri Belanda. (2) Pengibaran bendera Kesultanan ataupun bendera atau panji-panji lain pengenal kebesaran Sultan di samping bendera Belanda tunduk di bawah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh atau atas nama Gubernur Jenderal.
Pasal 25 (1) Peraturan-peraturan yang ditetapkan Sultan memerlukan persetujuan Gubernur Yogyakarta sebelum dinyatakan berlaku. (2) Peraturan-peraturan itu tidak bersifat mengikat sebelum diumumkan sebagaimana mestinya dalam Lembaran Kerajaan (Rijksblad).
Bagaimana Rekam Jejak Pertanahan DIY?
Bukti otentik bahwa Kasultanan Yogyakarta tidak merdeka dan berdaulat atas wilayah kekuasaannya ialah Perjanjian Klaten 27 September 1830 yang menjadi asal-usul luas Provinsi DIY saat ini. Perjanjian ini menandai akhir pemberontakan Diponegoro terhadap Sultan HB V yang dikendalikan Belanda dan merupakan konsekuensi dari Perjanjian Giyanti 1755 pasal terakhir. Ramadhan (2015: 62-64)[14] menguraikan isi perjanjian Klaten sebagai berikut[15]:
“Akta kesepakatan dibuat dan ditetapkan antara Raden Adipati Sosrodiningrat dari Surakarta Hadiningrat di satu sisi dan Raden Adipati Danurejo dari Yogyakarta Hadiningrat di sisi lain, serta kedua kuasanya, dari raja mereka, Paduka Susuhunan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo ke-7, dari Surakarta Hadiningrat, dan Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifatulah ke-5 dari Yogyakarta Hadiningrat, di bawah pengawasan dan bimbingan tuan Komisaris untuk mengatur Vorstenlanden, I.I. van Sevenhoven dan Mr. H.G. Nahuys Kolonel bintang militer Willems Orde dan Nederlandschen Leeuw, paduka Tuan Komisaris Mr. P. Merkus, Dewan Hindia, ksatria Nederlandschen Leeuw, tidak hadir, dan di depan Tuan L.W.H. Smissaert sebagai sekretaris Karesidenan Surakarta menjabat sebagai residen di kraton Surakarta Hadiningrat dan Mr. I.F.W. van Nes, Residen di kraton Yogyakarta Hadiningrat dan Panembahan Buminoto Surakarta dan Penembahan Mangkurat dari Yogyakarta Hadiningrat”.
Pasal 1
Untuk menetapkan batas pemisah yang dibuat umum dan permanen, pada hari ini dan untuk seterusnya daerah Pajang dan Sukowati menjadi milik Paduka Susuhunan Surakarta dan daerah Mataram dan Gunung Kidul menjadi daerah Paduka Sultan Yogyakarta.
Pasal 2
Sungai Opak sejauh mengalir sampai dekat Prambanan, dijadikan dasar batas pemisah utama antara wilayah Mataram dan Pajang. Tetapi karena batas pemisah ini terutama aliran sungai tersebut akan mengalami perubahan terus-menerus akibat banjir besar atau sebab lain, untuk selanjutnya ditunjukkan sebuah jalan raya yang membentang dari Prambanan antara pohon beringin besar yang berdiri di pasar, menuju utara ke Merapi dan menuju selatan ke Gunung Kidul. Pada jalan pemisah ini, sebuah tiang batu, tonggak dan pohon yang besar dan tua dibangun dan ditanam sebagai petunjuk abadi. Kedua patih wajib untuk secepat mungkin dan tanpa ditunda lagi mewujudkannya melalui penduduk kedua kerajaan, ketika musim kini masih menguntungkan.
Pasal 3
Garis batas antara daerah Pajang dan Gunung Kidul adalah lereng pegunungan selatan di sisi utaranya. Di sepanjang lereng ini sejauh mungkin dan untuk menegaskannya, tonggak dan pohon menjadi petunjuknya.
Pasal 4
Tanah-tanah yang terletak di antara Merapi dan Merbabu dan di sebelah barat yang dipisahkan oleh wilayah pemerintah, seluruhnya dimiliki oleh Paduka Susuhunan Surakarta.
Pasal 5
Makam-makam suci di Imogiri dan Kotagede di daerah Mataram, dan makam-makam di Seselo di daerah Sukowati tetap menjadi milik kedua raja. Untuk merawat makam-makam di Mataram, lima ratus cacah tanah di dekatnya diserahkan kepada Paduka Susuhunan, sementara untuk makam Seselo di Sukowati dua belas Jung tanah diserahkan kepada Paduka Sultan Yogyakarta, di dekatnya digunakan bagi perawatan makam ini.
Pasal 6
Para bupati dan kepala rendahan sesuai pilihan mereka bisa mengikuti raja atau tanahnya, tanpa boleh dipaksa atau dihambat oleh kedua raja.
Pasal 7
Apabila dalam pelaksanaan pasal-pasal tersebut di atas kesulitan atau sengketa muncul, kedua patih wajib untuk memberitahukan kepada Tuan Komisaris dan tunduk kepada keputusan mereka.
Demikian dibuat dan disepakati di Klaten tanggal 9 Rabiul Akhir tahun 1758 atau 27 September 1830. Selanjutnya persiapan dilakukan bagi keberangkatan para komisaris dan pengiringnya, yang dilakukan dalam urutan yang sama seperti saat tiba. Dari semua ini, berita acara dibuat dan diserahkan kepada Paduka Gubernur Jenderal.
Klaten, 27 September 1830
Komisaris untuk Mengatur Vorstenlanden
Pada masa pemerintahan HB VII, bersamaan dengan krisis tambang batu bara Ombilin (Sawah Lunto, Sumatera Barat) tahun 1918, kas Hindia Belanda menipis sehingga daftar sipil (termasuk gaji Sultan) dihemat. Di Kasultanan Yogyakarta, penghematan itu berbentuk pemberian kuasa kelola atas wilayah Hindia Belanda melalui penerbitan Rijksblad No. 16 tahun 1918 dan Rijksblad No. 18 Tahun 1918, yang bunyinya antara lain:
Pasal 1
“Sakabehing bumi kang ora ana tandha yektine kadarbe ing liyan mawa wewenang eigendom, dadi bumi kagungane keraton Ingsun”. (Sembiring, 2012: 19-22)[16]
Artinya: Semua tanah yang tidak ada bukti kepemilikan menurut hak eigendom (hak milik, menurut Agrarische Wet 1870), maka tanah itu adalah milik kerajaanku.
Pasal 6
“Adol utawa angliyerake wewenang andarbeni utawa nganggo bumi…marang wong kang dudu bangsa Jawa lan nyewake utawa nggadhuhake bumi gawe marang wong kang dudu bangsa Jawa…kalarangan“.[17]
Artinya: Menjual atau mengalihkan hak andarbeni atau memakai tanah… kepada orang bukan bangsa Jawa dan memberikan sewa atau memberikan hak pakai kepada orang bukan bangsa Jawa… dilarang (pada waktu itu bangsa Indonesia belum lahir, karena ide kebangsaan tunggal lahir dari Sumpah Pemuda 1928).
Mengikuti asas Domein Verklaring (tanah tak bertuan dianggap tanah milik negara Hindia Belanda), kedua Rijksblad 1918 itu kemudian menjadi dasar lahirnya Tanah Kasultanan (Sultanaat Ground/SG) dan Tanah Pakualaman (Pakualamanaat Ground/PAG). Sultanaat Ground dan Pakualamanaat Ground berbeda makna dengan istilah yang dikenal umum sebagai Sultan Ground (Diktum II UUPA menyebutnya Grant Sultan yang setara dengan Yasan, Andarbe dan istilah lain semakna eigendom), Rijksblad adalah klaim untuk tanah institusi sedangkan Grant Sultan adalah hak milik (eigendom) individu Sultan maupun Paku Alam yang bertahta. Tanah institusi tidak bisa diwariskan atau diperjual belikan karena menjadi bagian dari Negara Hindia Belanda, sedangkan tanah individu bisa dilepaskan kepemilikannya.
Istilah Tanah Kasultanan (SG) dan Tanah Pakualaman (PAG) kini dihidupkan kembali melalui UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY maupun Perda Istimewa yang segera disahkan. Keduanya menimbulkan konflik agraria struktural (baca Tanahmu Bukanlah Milikmu).
Di Jawa, swapraja bukan hanya kerajaan, tetapi juga daerah perdikan (daerah otonom di dalam wilayah kerajaan yang tak ditarik pajak, upeti, maupun tenaga prajurit oleh kerajaan) yang dulu banyak terdapat di Banyumas.
Beberapa jenis swapraja menurut sejarah terbentuknya: a. Kerajaan yang berasal dari kerajaan yang sudah ada sebelum VOC atau Pemerintah Belanda hadir di nusantara, b. Kerajaan sempalan (melepaskan diri dari kerajaan dominan), atau c. Kerajaan baru dari komunitas tanpa raja atau sultan semisal Karo, Toraja, Gayo, dan Timor (Ranawidjaja, 1955: 5)[18]. Lebih lanjut, menurut hukum waktu itu, swapraja dibedakan pula antara a. Swapraja dengan kontrak panjang dan b. Swapraja dengan kontrak pendek (Ranawidjaja, 1955:9).
Bagaimana dengan Status Swapraja di Yogyakarta Kala Itu?
Swapraja di Yogyakarta tidak termasuk kerajaan yang sudah ada sebelum VOC atau Pemerintah Hindia Belanda hadir, bukan pula sempalan dari kerajaan dominan, bukan pula kerajaan baru yang dibentuk VOC atau Pemerintah Hindia Belanda dari komunitas tanpa raja. Akan tetapi, berdasarkan jenis kontraknya, kedua swapraja di Yogyakarta terbentuk dari kontrak politik panjang dengan VOC (Kasultanan) dan Pemerintah Inggris (Pakualaman).
Fakta sejarah ini bertolak belakang dengan klaim Sultan HB X dalam Sabdatama 10 Mei 2012, maupun pemahaman awam tentang apa istimewanya Yogyakarta. Pemahaman awam boleh jadi luput karena penggelapan fakta, klaim Kasultanan dan Pakualaman adalah negara merdeka sudah pasti kurang tepat.
Tahukah Saudara bahwa : Kereta api berkembang pesat kebetulan pada zaman PB.X
Foto : PB.X meninjau Stasiun Kereta Api pada tahun 1936
Tahukah Saudara Bahwa PB.X mirip boneka wayang yang hidup (menurut pendapat Louis Couperus penulis Belanda ternama) ?
Sri Susuhunan Pakoe Boewono X (1866-1939) bersama istrinya Sri Gusti Kanjeng Ratu Mas Mursudarinah. Penulis Belanda yang ternama Louis Couperus (1863-1923) telah menceritakan PB X di buku “Kekuatan Terpendam” (De Stille Kracht, 1900): “Beliau mirip boneka wayang yang hidup. Beliau punya mata yang menyeramkan. Kadang-kadang mata tersebut tidur”. PB X senang membawa banyak bintang jasa pada dada. Seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda pernah bertanya kepada beliau mengenai jumlah bintang jasa yang beliau miliki. Dengan memasang muka tanpa ekspresi, PB X membalas: “Gangsal welas kati”. (1 kati = 617 gram, gangsal welas =15)
Soesoehoenan Soerakarta 1900an
Orang yang berbadan gemuk ini termasuk orang paling kaya di jaman itu dan beliau adalah orang Indonesia yang pertama yang memiliki mobil di tahun 1894. Beliau mempunya 6 permaisuri (istri resmi) dan 35 anak, tambah 30 anak dari 6 selir (istri sampingan).
Diatas itu artikel dalam bahasa belanda yang diterjemahkan oleh penulis kedalam bahasa indonesia.
Artinya bahwa si residen belanda tidak senang juga segan dan takut pada Beliau PB.X.
Tahukah Saudara Kartupos ini diterbitkan oleh Toko Gedeh dari Batavia ?
Kartupos diterbitkan oleh Toko Gedeh dari Batavia ini memperlihatkan Susuhunan Pakoe Boewono X (1866-1939) bersama Residen Soerakarta bernama Willem de Vogel (1848-1922) pada hari besar di Kraton Kasunanan di Solo (juga disebut Kraton Hadiningrat) yang dibangun pada tahun 1745 oleh PB II. Ini namanya Sri Manganti artinya ruang tunggu bila akan menghadap Raja. Ornamen di atas pintu itu simbol kerajaan jaman Sri Susuhunan Amangkurat (Mataram) sebelum pecah menjadi Surakarta & Jogjakarta. Di tiap sudut atas ada ornamen Lingga Yoni. Suhunan PB X punya nama resmi Pakoe Boewono Senopati Ingalogo Abdoerrachman Saijinin Panotogomo. Tetapi si residen yang lahir di Semarang ini menyebut (tidak memanggil) raja populer itu dengan nama sayangan “Sri Masalah” karena PB X mempunyai pengetahuan tentang perilaku manusia yang banyak. Dengan dimikian, beliau pinter menilai dan memanipulasi para petinggi kolonial Belanda.
Diatas itu artikel dalam bahasa belanda yang diterjemahkan oleh penulis kedalam bahasa indonesia.
Artinya bahwa si residen belanda segan dan takut pada Beliau PB.X.
Menelusuri Sejarah Kasultanan dan Pakualaman
Siapa sesungguhnya Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Adipati Paku Alam (PA)? Apa sejatinya Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman dalam situasi politik dan ekonomi tahun 1755 (tahun kelahiran Kasultanan) dan 1813 (tahun kelahiran Pakualaman)?
Kasultanan versi Perjanjian Giyanti (1755-1945) dan Pakualaman versi Perjanjian PA-Raffles (1813-1945)
Menjawab ketiga pertanyaan di atas, kita harus menelusuri sejarah Kasultanan dan Pakualaman. Kelahiran dan eksistensi Kasultanan dan Pakualaman tidak dapat dilepaskan dari kolonialisme, baik oleh VOC maupun pemerintah Hindia Belanda (1800-1812, 1814-1942) dan Inggris (1812-1813).
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC, 26 Maret 1602 – 31 Desember 1799), yang kemudian dilafalkan “Kumpeni” (Company), merupakan perusahaan multibangsa (Multi National Corporation, MNC) pertama di dunia yang beroperasi di Asia (terutama Hindia Timur, yang berpusat di Banten) dan berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. VOC merupakan perusahaan pertama yang mengenalkan sistem pembagian saham. VOC menunjukkan bahwa modal melampaui imajinasi kebangsaan maupun kenegaraan, berbeda dengan pemahaman nasionalis-developmentalis yang masih mengasumsikan kapitalis domestik lebih baik daripada kapitalis asing –mengaburkan fakta bahwa kapitalisme domestik maupun asing berwatak sama.
VOC dibekali Hak Octroi (hak-hak istimewa) dari pemerintah Belanda, yaitu: a) Hak monopoli perdagangan; b) Hak mencetak dan mengedarkan uang; c) Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai; d) Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja; e) Hak memiliki tentara sendiri; f) Hak mendirikan benteng; g) Hak menyatakan perang dan damai; dan h) Hak mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat. Intinya, VOC adalah perusahaan sekaligus “negara baru” di tanah jajahan.
Sebagai kekuatan modal (kapital) penyokong kapitalisme, VOC bekerja efisien dengan cara memanfaatkan hirarki yang hidup dalam kultur feodal di nusantara, yang mana massa secara total patuh pada elit penguasa. Melalui perjanjian dagang dan perjanjian politik dengan elit penguasa setempat, yaitu para raja atau sultan, VOC mampu mengendalikan rakyat jelata sebagai produsen komoditas-komoditas primadona saat itu. VOC menjaga modalnya dengan persenjataan modern, sehingga siapapun yang bekerja sama dengan VOC akan dirawat kekuasaan dan kekayaannya oleh VOC.
Mangunwijaya menggambarkan secara tepat bagaimana penghisapan kolonialisme bekerja terstruktur melalui hirarki antara VOC (pemodal), kerajaan (penguasa lokal), dan komunitas adat (jelata) dalam Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa[4]. Hirarki yang dibentuk dan dirawat oleh motivasi penguasaan sumberdaya, baik melalui perang maupun perjanjian politik.
Sejarah penguasaan sumberdaya dalam situasi sosial-politik-budaya atau istilah lainnya strategi VOC mempecundangi Mataram yang hirarkis hampir selalu berakhir dengan akumulasi. Kerajaan Mataram Islam di Jawa tak luput dari sejarah akumulasi. Agar tidak terlalu jauh dari era kolonialisme-kapitalisme, kisahnya dimulai sejak Sultan Agung.
Sultan Agung (1613-1645) berambisi menciptakan hirarki dengan membangun kekaisaran di Jawa, karenanya VOC adalah saingan ekonomi politik baginya. Sebelum menyerang VOC, ambisinya dimulai dengan menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa dan Madura yang akhirnya dia kalahkan, antara lain Tuban (1619), Madura (1623), dan Surabaya (1625). Awal Mataram resmi dipecundangi oleh VOC sejak masa Amangkurat I (pengganti Sultan Agung, yang menghadapi pemberontakan Trunajaya), berlanjut hingga Amangkurat II dan Pakubuwono I/Pangeran Puger—ia adalah paman Amangkurat III/Sunan Mas. Pangeran Puger dan Sunan Mas dipecundangi seolah-olah meminta bantuan VOC untuk saling menyerang tahun 1704-1708. Sunan Mas kalah dan dibuang ke Srilanka (Anshory, 2008)[5].Di Jawa, pasca ekspansi Sultan Agung yang gagal karena dipecundangi VOC, upaya-upaya pembangkangan oleh elit politik terhadap raja yang menjadi boneka VOC dipadamkan dengan perjanjian damai, sebab motivasinya ialah perebutan kekuasaan dan aset ekonomi. Contoh nyata ialah Kerajaan Mataram yang akhirnya pecah menjadi Kasunanan Surakarta (raja pertama diisukan seolah-olah dinobatkan VOC 1704); Kasultanan Yogyakarta (1755); dan Kadipaten Mangkunegaran (1757). Perpecahan Mataram ini terkenal dengan istilah Palihan Nagari (pembagian wilayah).
Palihan Nagari merupakan puncak dari peperangan sebelumnya, baik yang bermotif balas dendam akibat konflik kelas maupun perebutan tahta yang menumpanginya.
Geger Pecinan (1740) adalah perlawanan kaum Tionghoa terhadap VOC yang tidak dimotivasi perebutan kekuasaan politik lokal, melainkan dilatari oleh ketimpangan ekonomi antara buruh pabrik gula (Tionghoa miskin) terhadap majikan (VOC dan Tionghoa kaya) dan kekerasan pemerintah akibat anjloknya harga gula. Ketimpangan dan kekerasan itu memicu pembunuhan terhadap 50 pasukan Belanda, dibalas oleh Gubernur Jenderal VOC Adriaan Valckenier dengan pembantaian masal Oktober-November 1740, hingga menyebabkan 600-3000 dari 10.000 kaum Tionghoa Batavia yang tersisa hijrah ke Jawa Tengah (Lasem, Juwana, dan Rembang) di bawah pimpinan Khe Panjang (Sie Pan Jiang). Mereka diterima oleh Tiga Bersaudara anti-VOC: Raden Panji Margono (Tan Pan Ciang, anak Bupati Lasem Tejakusuma V (Raden Panji Margono menyamar sebagai seorang babah (keturunan Jawa-Tionghoa) bernama Tan Pan Ciang (Tan Pan Tjiang, berbeda dari Khe Pandjang yang memimpin para pengungsi China dari Batavia)), Oei Ing Kiat atau dikenal sebagai Raden Tumenggung Widyaningrat , seorang pedagang keturunan juru mudi Laksamana Cheng Ho, pendakwah Islam di Nusantara), dan Tan Kee Wie (juragan bata).
Perang Kuning I (1741-1743). Tiga Bersaudara menyerang tangsi-tangsi VOC. Setelah merebut Jepara (21 Juli 1741), mereka menyerang markas VOC di Jepara dan Juwana, namun kandas di selat antara Pulau Mandalika dan Pulau Ujung Watu (5 November 1742), Tan Kee Wie gugur. Pada tahun awal 1742, para pemberontak mengangkat pimpinan, cucu lelaki Amangkurat III yaitu Raden Mas Gerendi (Sunan Kuning/Sun Kun Ing, pendakwah Islam yang petilasannya jadi nama kompleks pelacuran di Semarang). Kartasura, ibukota Mataram saat itu, jatuh pada Juli 1742 dan Pakubuwono II lari ke Ponorogo. VOC di bawah Gubernur Jenderal Gustaaf W. van Imhoff dan Pangeran Cakraningrat IV (Madura) yang ingin merdeka dari Mataram, merebut kembali Kartasura pada Desember 1742. Raden Mas Gerendi tertangkap pada Oktober 1743. Karena istana Kartasura sudah hancur, Pakubuwana II memindahkan ibukota kerajaan di Surakarta (Solo), istana baru ia tempati mulai 1745.
Perang Kuning II (1750). Raden Panji Margono melanjutkan perlawanan terhadap VOC dibantu laskar Tionghoa Lasem, Oei Ing Kiat (Oei Ing Kiat (Oey Ing Kiat) adalah seorang Tionghoa beragama Islam yang sangat kaya, keturunan Bi Nang Oen yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana Ceng Ho yang mendarat di Bonang-Lasem. Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari Campa yang menjadi penyebar agama Islam di Lasem pada awal abad XV. Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antar pulau sumber wikipedia ) dan laskar santri Kyai Ali Badawi. Agustus 1750 terjadi pertempuran di sekitar Lasem hingga menggugurkan Raden Panji Margono dan Oei Ing Kiat.
Perang Kuning diselingi perebutan tahta yang memicu Perang Tahta Jawa (1746-1757). Bersama Tiga Bersaudara dan Sunan Kuning, Raden Mas Said/Pangeran Sambernyawa (kelak bertahta-gelar Mangkunegara I) melawan VOC- Paku Buwono II yang dipecundangi seolah-olah bersekongkol dengan VOC yang dibantu Pangeran Mangkubumi (kelak bertahta-gelar Hamengku Buwono I). Kemenangan aliansi Tionghoa-Jawa membuat Mataram beralih ibukota dari Kartasura ke Surakarta, dan Paku Buwono II dipecundangi VOC dan dipaksa menyerahkan kekuasaan dan wilayah kerajaan pada VOC dengan Perjanjian Ponorogo, 11 Desember 1749.
Satu minggu setelah kejadian itu, Paku Buwono II wafat dan digantikan oleh Paku Buwono III. Akhirnya pemberontakan Raden Mas Said dipadamkan oleh Mangkubumi, akan tetapi PB III mengingkari imbalan daerah Sukowati (kini Sragen) padanya, hingga Mangkubumi membelot ke kubu Raden Mas Said kemudian menyerang PB III dari 1746-1755. Peperangan saudara itu berakhir dengan Perjanjian Giyanti 1755 dan Perjanjian Salatiga 1757.
Sejarah Mataram adalah sejarah perang saudara, sejarah pengkhianatan, sejarah dipecundangi oleh VOC dari masa ke masa karena perebutan kekuasaan dan aset ekonomi.
Soekanto (1953)[6], Antoro (2014[7] dan 2015[8]) dan Purwadi et al. (2015)[9] membeberkan isi Perjanjian Giyanti 1755 (13 Februari 1755), isinya antara lain:
Pengangkatan Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan Hamengku Buwono (HB) I sebagai pemimpin dari wilayah yang dipinjamkan kepadanya[10], dengan hak mewariskan pengelolaan kepada ahli warisnya dengan kewajiban menjaga itikad baiknya terhadap VOC dan Sultan HB I menerima isi perjanjian sebagai hukum abadi yang tidak terputus dan mutlak (Pasal 1).
Sultan berkewajiban menjalin persahabatan dengan warga VOC dan rakyat Jawa, dalam hubungan yang saling menguntungkan (Pasal 2), untuk menjamin hal tersebut maka semua pejabat pemerintahan maupun bupati dan seluruh penguasa jajaran tinggi yang diangkat oleh Sultan berkewajiban melakukan sumpah setia secara pribadi kepada VOC di Semarang (Pasal 3).
Sultan dilarang mengangkat pejabat tanpa persetujuan VOC (Pasal 4) dan tidak akan mengganggu gugat bupati yang pernah bersengketa dengannya, dengan imbalan VOC memaafkan kesalahan Sultan (Pasal 5).
Sultan wajib melepaskan pulau Madura dan daerah pesisir yang telah diduduki VOC dan membantu VOC untuk mempertahankan kepemilikannya atas provinsi laut, imbalannya Sultan digaji 2000 real Spanyol per tahun oleh VOC (Pasal 6). Sultan juga wajib membantu Sunan Paku Buwana penguasa Surakarta Hadiningrat dengan imbalan dilindungi dari musuh dari dalam dan luar negeri (Pasal 7).
Sultan mengukuhkan dan mengesahkan semua kontrak, perikatan, dan perjanjian yang telah diadakan sebelumnya antara VOC dan para raja Mataram, khususnya yang disepakati pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749, sejauh tidak menentang perjanjian Giyanti 1755. Apabila Sultan dan keturunannya melanggar isi perjanjian maka diberi sanksi berupa pelepasan wilayah yang telah dipinjamkan (pasal 9)[11].Tahun 1799 VOC dibubarkan karena beberapa sebab, antara lain: 1) Korupsi pegawai VOC; 2) Belanda jatuh ke tangan Perancis; 3) Merosotnya kas karena biaya perang melawan Sultan Hasanuddin; 4) pembagian keuntungan (deviden) pada pemodal yang terlalu besar. Kekuasaan terhadap Hindia Timur diserahkan kepada pemerintah Belanda, melahirkan negara Hindia Belanda (cikal bakal Indonesia) yang dipimpin seorang Gubernur Jenderal.
Pada masa HB III, ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda ke Inggris, terjadi pergolakan di Kasultanan, menyebabkan berdirinya Kadipaten Pakualaman. Paku Alam I dan Gubernur Jenderal Hindia-Inggris, yaitu Sir Thomas Stamford Raffles menyepakati perjanjian pada 13 Maret 1813, yang isinya:
Paku Alam dan keluarganya memperoleh perlindungan dari Inggris (Pasal 1) dan Paku Alam memperoleh gaji bulanan sebesar 720 Real yang harus dikelola bersama Sultan, Paku Alam mendapat penguasaan atas wilayah seluas 4000 cacah (Pasal 2).
Wilayah tersebut di bawah jaminan Pemerintah Inggris, dan menjadi subyek administrasi dan pemerintah serta harus disediakan sewaktu diperlukan untuk modifikasi oleh pemerintah (Pasal 3). Terhadap tanah-tanah tersebut tidak dikenakan pajak baru (Pasal 4).
Atas keuntungan yang diperolehnya, Paku Alam harus membantu Pemerintah Inggris satu Korps yang terdiri atas 100 pasukan berkuda (Pasal 6).
Isi perjanjian Giyanti 1755 dan Perjanjian PA I–Rafless 1813 menunjukkan posisi politik Kasultanan dan Pakualaman sebagai bawahan Pemerintah Kolonial daripada posisi sebagai kekuasaan yang otonom, bahkan Kasultanan dan Pakualaman memerankan perpanjangan tangan dari kolonialisme melalui kontrak politik sebagaimana ditunjukkan oleh Shiraishi (1997:1)[12], Ranawidjaja (1955) dan Luthfi et al.(2009:32)[13]. Hal ini bertolak belakang dengan Sabdatama HB X pada 10 Mei 2012 di awal alenia tulisan ini. Posisi subordinat ini lebih tegas ditunjukkan dalam Perjanjian Politik HB IX dengan Dr. Luncien Adam, Gubernur Yogyakarta (wakil Gubernur Jenderal Hindia-Belanda), pada 18 Maret 1940. Isinya:
Pasal 1 (1) Kesultanan merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan karenanya berada di bawah kedaulatan Baginda Ratu Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal. (2) Kekuasaan atas Kesultanan Yogyakarta diselenggarakan oleh seorang Sultan yang diangkat oleh Gubernur Jenderal.
Pasal 3 (1) Kesultanan meliputi wilayah yang batas-batasnya telah diketahui oleh kedua belah pihak yang menandatangani Surat Perjanjian ini. (2) Kesultanan tidak meliputi daerah laut. (3) Dalam hal timbul perselisihan tentang batas-batas wilayah, maka keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal.
Pasal 6 (1) Sultan akan dipertahankan dalam kedudukannya selama ia patuh dan tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya yang diakibatkan oleh perjanjian ini ataupun yang akan ditandatangani kemudian berikut perubahan-perubahannya ataupun penambahan-penambahannya, dan ia bertindak sebagaimana layaknya seorang Sultan.
Pasal 12 (1) Bendera Kesultanan, Sultan dan penduduk Kesultanan adalah bendera Negeri Belanda. (2) Pengibaran bendera Kesultanan ataupun bendera atau panji-panji lain pengenal kebesaran Sultan di samping bendera Belanda tunduk di bawah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh atau atas nama Gubernur Jenderal.
Pasal 25 (1) Peraturan-peraturan yang ditetapkan Sultan memerlukan persetujuan Gubernur Yogyakarta sebelum dinyatakan berlaku. (2) Peraturan-peraturan itu tidak bersifat mengikat sebelum diumumkan sebagaimana mestinya dalam Lembaran Kerajaan (Rijksblad).
Bagaimana Rekam Jejak Pertanahan DIY?
Bukti otentik bahwa Kasultanan Yogyakarta tidak merdeka dan berdaulat atas wilayah kekuasaannya ialah Perjanjian Klaten 27 September 1830 yang menjadi asal-usul luas Provinsi DIY saat ini. Perjanjian ini menandai akhir pemberontakan Diponegoro terhadap Sultan HB V yang dikendalikan Belanda dan merupakan konsekuensi dari Perjanjian Giyanti 1755 pasal terakhir. Ramadhan (2015: 62-64)[14] menguraikan isi perjanjian Klaten sebagai berikut[15]:
“Akta kesepakatan dibuat dan ditetapkan antara Raden Adipati Sosrodiningrat dari Surakarta Hadiningrat di satu sisi dan Raden Adipati Danurejo dari Yogyakarta Hadiningrat di sisi lain, serta kedua kuasanya, dari raja mereka, Paduka Susuhunan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo ke-7, dari Surakarta Hadiningrat, dan Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifatulah ke-5 dari Yogyakarta Hadiningrat, di bawah pengawasan dan bimbingan tuan Komisaris untuk mengatur Vorstenlanden, I.I. van Sevenhoven dan Mr. H.G. Nahuys Kolonel bintang militer Willems Orde dan Nederlandschen Leeuw, paduka Tuan Komisaris Mr. P. Merkus, Dewan Hindia, ksatria Nederlandschen Leeuw, tidak hadir, dan di depan Tuan L.W.H. Smissaert sebagai sekretaris Karesidenan Surakarta menjabat sebagai residen di kraton Surakarta Hadiningrat dan Mr. I.F.W. van Nes, Residen di kraton Yogyakarta Hadiningrat dan Panembahan Buminoto Surakarta dan Penembahan Mangkurat dari Yogyakarta Hadiningrat”.
Pasal 1
Untuk menetapkan batas pemisah yang dibuat umum dan permanen, pada hari ini dan untuk seterusnya daerah Pajang dan Sukowati menjadi milik Paduka Susuhunan Surakarta dan daerah Mataram dan Gunung Kidul menjadi daerah Paduka Sultan Yogyakarta.
Pasal 2
Sungai Opak sejauh mengalir sampai dekat Prambanan, dijadikan dasar batas pemisah utama antara wilayah Mataram dan Pajang. Tetapi karena batas pemisah ini terutama aliran sungai tersebut akan mengalami perubahan terus-menerus akibat banjir besar atau sebab lain, untuk selanjutnya ditunjukkan sebuah jalan raya yang membentang dari Prambanan antara pohon beringin besar yang berdiri di pasar, menuju utara ke Merapi dan menuju selatan ke Gunung Kidul. Pada jalan pemisah ini, sebuah tiang batu, tonggak dan pohon yang besar dan tua dibangun dan ditanam sebagai petunjuk abadi. Kedua patih wajib untuk secepat mungkin dan tanpa ditunda lagi mewujudkannya melalui penduduk kedua kerajaan, ketika musim kini masih menguntungkan.
Pasal 3
Garis batas antara daerah Pajang dan Gunung Kidul adalah lereng pegunungan selatan di sisi utaranya. Di sepanjang lereng ini sejauh mungkin dan untuk menegaskannya, tonggak dan pohon menjadi petunjuknya.
Pasal 4
Tanah-tanah yang terletak di antara Merapi dan Merbabu dan di sebelah barat yang dipisahkan oleh wilayah pemerintah, seluruhnya dimiliki oleh Paduka Susuhunan Surakarta.
Pasal 5
Makam-makam suci di Imogiri dan Kotagede di daerah Mataram, dan makam-makam di Seselo di daerah Sukowati tetap menjadi milik kedua raja. Untuk merawat makam-makam di Mataram, lima ratus cacah tanah di dekatnya diserahkan kepada Paduka Susuhunan, sementara untuk makam Seselo di Sukowati dua belas Jung tanah diserahkan kepada Paduka Sultan Yogyakarta, di dekatnya digunakan bagi perawatan makam ini.
Pasal 6
Para bupati dan kepala rendahan sesuai pilihan mereka bisa mengikuti raja atau tanahnya, tanpa boleh dipaksa atau dihambat oleh kedua raja.
Pasal 7
Apabila dalam pelaksanaan pasal-pasal tersebut di atas kesulitan atau sengketa muncul, kedua patih wajib untuk memberitahukan kepada Tuan Komisaris dan tunduk kepada keputusan mereka.
Demikian dibuat dan disepakati di Klaten tanggal 9 Rabiul Akhir tahun 1758 atau 27 September 1830. Selanjutnya persiapan dilakukan bagi keberangkatan para komisaris dan pengiringnya, yang dilakukan dalam urutan yang sama seperti saat tiba. Dari semua ini, berita acara dibuat dan diserahkan kepada Paduka Gubernur Jenderal.
Klaten, 27 September 1830
Komisaris untuk Mengatur Vorstenlanden
Pada masa pemerintahan HB VII, bersamaan dengan krisis tambang batu bara Ombilin (Sawah Lunto, Sumatera Barat) tahun 1918, kas Hindia Belanda menipis sehingga daftar sipil (termasuk gaji Sultan) dihemat. Di Kasultanan Yogyakarta, penghematan itu berbentuk pemberian kuasa kelola atas wilayah Hindia Belanda melalui penerbitan Rijksblad No. 16 tahun 1918 dan Rijksblad No. 18 Tahun 1918, yang bunyinya antara lain:
Pasal 1
“Sakabehing bumi kang ora ana tandha yektine kadarbe ing liyan mawa wewenang eigendom, dadi bumi kagungane keraton Ingsun”. (Sembiring, 2012: 19-22)[16]
Artinya: Semua tanah yang tidak ada bukti kepemilikan menurut hak eigendom (hak milik, menurut Agrarische Wet 1870), maka tanah itu adalah milik kerajaanku.
Pasal 6
“Adol utawa angliyerake wewenang andarbeni utawa nganggo bumi…marang wong kang dudu bangsa Jawa lan nyewake utawa nggadhuhake bumi gawe marang wong kang dudu bangsa Jawa…kalarangan“.[17]
Artinya: Menjual atau mengalihkan hak andarbeni atau memakai tanah… kepada orang bukan bangsa Jawa dan memberikan sewa atau memberikan hak pakai kepada orang bukan bangsa Jawa… dilarang (pada waktu itu bangsa Indonesia belum lahir, karena ide kebangsaan tunggal lahir dari Sumpah Pemuda 1928).
Mengikuti asas Domein Verklaring (tanah tak bertuan dianggap tanah milik negara Hindia Belanda), kedua Rijksblad 1918 itu kemudian menjadi dasar lahirnya Tanah Kasultanan (Sultanaat Ground/SG) dan Tanah Pakualaman (Pakualamanaat Ground/PAG). Sultanaat Ground dan Pakualamanaat Ground berbeda makna dengan istilah yang dikenal umum sebagai Sultan Ground (Diktum II UUPA menyebutnya Grant Sultan yang setara dengan Yasan, Andarbe dan istilah lain semakna eigendom), Rijksblad adalah klaim untuk tanah institusi sedangkan Grant Sultan adalah hak milik (eigendom) individu Sultan maupun Paku Alam yang bertahta. Tanah institusi tidak bisa diwariskan atau diperjual belikan karena menjadi bagian dari Negara Hindia Belanda, sedangkan tanah individu bisa dilepaskan kepemilikannya.
Istilah Tanah Kasultanan (SG) dan Tanah Pakualaman (PAG) kini dihidupkan kembali melalui UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY maupun Perda Istimewa yang segera disahkan. Keduanya menimbulkan konflik agraria struktural (baca Tanahmu Bukanlah Milikmu).
Di Jawa, swapraja bukan hanya kerajaan, tetapi juga daerah perdikan (daerah otonom di dalam wilayah kerajaan yang tak ditarik pajak, upeti, maupun tenaga prajurit oleh kerajaan) yang dulu banyak terdapat di Banyumas.
Beberapa jenis swapraja menurut sejarah terbentuknya: a. Kerajaan yang berasal dari kerajaan yang sudah ada sebelum VOC atau Pemerintah Belanda hadir di nusantara, b. Kerajaan sempalan (melepaskan diri dari kerajaan dominan), atau c. Kerajaan baru dari komunitas tanpa raja atau sultan semisal Karo, Toraja, Gayo, dan Timor (Ranawidjaja, 1955: 5)[18]. Lebih lanjut, menurut hukum waktu itu, swapraja dibedakan pula antara a. Swapraja dengan kontrak panjang dan b. Swapraja dengan kontrak pendek (Ranawidjaja, 1955:9).
Bagaimana dengan Status Swapraja di Yogyakarta Kala Itu?
Swapraja di Yogyakarta tidak termasuk kerajaan yang sudah ada sebelum VOC atau Pemerintah Hindia Belanda hadir, bukan pula sempalan dari kerajaan dominan, bukan pula kerajaan baru yang dibentuk VOC atau Pemerintah Hindia Belanda dari komunitas tanpa raja. Akan tetapi, berdasarkan jenis kontraknya, kedua swapraja di Yogyakarta terbentuk dari kontrak politik panjang dengan VOC (Kasultanan) dan Pemerintah Inggris (Pakualaman).
Fakta sejarah ini bertolak belakang dengan klaim Sultan HB X dalam Sabdatama 10 Mei 2012, maupun pemahaman awam tentang apa istimewanya Yogyakarta. Pemahaman awam boleh jadi luput karena penggelapan fakta, klaim Kasultanan dan Pakualaman adalah negara merdeka sudah pasti kurang tepat.
Obyek Wisata
Dalam kolom obyek wisata ini, kami akan terbitkan obyek-obyek wisata yang ada hubungan dengan Pakoe Boewono dan Kraton dan masyarakat yang dulu berhubungan dengan Pakoe Boewono
Agenda Even
JADWAL EVEN PAKOE BOEWONO
SELAIN ITU KAMI JUGA AKAN MENGAKTIFKAN ARISAN, KEGIATAN AKSI-AKSI SOSIAL,EVEN BUDAYA,FESTIVAL SENI DAN BUDAYA,SEMINAR SENI & BUDAYA,WORKSHOP, MENGIRIM DUTA SENI BUDAYA KELUAR NEGRI,NAPAK TILAS PB IX, ZIARAH BERSAMA DAN LAIN-LAIN
dalam setahun kedepan:
1. 17 Januari 2013 (5 Mulud 1946): Miyosaken kagungan dalem gangsa sekaten dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
2. 24 Januari 2013 (12 Mulud 1946): Grebeg Mulud, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
3. 5 Maret 2013 (22 Bakdo Mulud 1946): Kol PB XII
4. 11 Maret 2013 (28 Bakdo Mulud1946): Sesaji Mahesa Lawung ing alas Krendhawahana, Karanganyar.
5. 2 Mei 2013 (21 Jumadilakir 1946): Kol PB XI
6. 6 Mei 2013 (25 Jumadilakir 1946): Kol PBVIII
7. 22 Mei 2013 (12 Rejeb 1946): Kol PB VI
8. 25 Mei 2013 : Wiwit ajar-ajaran Bedhaya Ketawang
9. 4 Juni 2013 (25 Rejeb 1946): Tingalan jumenengan dalem ka 9 SISKS Pakoeboewono XIII.
10. 7 Juli 2013 (28 Ruwah 1946): Kol PB IX
11. 4 Agustus 2013 (27 Pasa 1946): Kol PB VII
12. 5 Agustus 2013 (28 Pasa 1946): Maringaken zakat fitrah
13. 9 Agustus 2013 (2 Sawal 1946): Grebeg pasa, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung.
14. 18 Oktober 2013 (10 Besar 1946): Grebeg Besar, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
15. 28 Oktober 2013 ( 23 Besar 1946): Kol PB IV
16. 30 Oktober 2013 ( 25 Besar 1946): Kol PB III
17. 3 November 2013 ( 29 Besar 1946): Kol PB V
18. 4 November 2013 (malam 1 Sura 1947): Miyosaken pusaka dalem (kirab) mubeng Baluwarti njawi.
19. 5 November 2013 (1 Sura 1947): Kol PB X
20. 15 November 2013 ( 11 Sura 1947): Kol PB II
21. 21 November 2013 ( 17 Sura 1947): Pengetan Hadeging Nagari Surakarta Hadiningrat.
Jadwal Upacara-upacara besar Karaton Surakarta Hadiningrat
Tahun 2013
Tahun 2013
dalam setahun kedepan:
1. 17 Januari 2013 (5 Mulud 1946): Miyosaken kagungan dalem gangsa sekaten dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
2. 24 Januari 2013 (12 Mulud 1946): Grebeg Mulud, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
3. 5 Maret 2013 (22 Bakdo Mulud 1946): Kol PB XII
4. 11 Maret 2013 (28 Bakdo Mulud1946): Sesaji Mahesa Lawung ing alas Krendhawahana, Karanganyar.
5. 2 Mei 2013 (21 Jumadilakir 1946): Kol PB XI
6. 6 Mei 2013 (25 Jumadilakir 1946): Kol PBVIII
7. 22 Mei 2013 (12 Rejeb 1946): Kol PB VI
8. 25 Mei 2013 : Wiwit ajar-ajaran Bedhaya Ketawang
9. 4 Juni 2013 (25 Rejeb 1946): Tingalan jumenengan dalem ka 9 SISKS Pakoeboewono XIII.
10. 7 Juli 2013 (28 Ruwah 1946): Kol PB IX
11. 4 Agustus 2013 (27 Pasa 1946): Kol PB VII
12. 5 Agustus 2013 (28 Pasa 1946): Maringaken zakat fitrah
13. 9 Agustus 2013 (2 Sawal 1946): Grebeg pasa, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung.
14. 18 Oktober 2013 (10 Besar 1946): Grebeg Besar, miyosaken hajad dalem pareden (gunungan) dhateng kagungan dalem mesjid Agung karaton Surakarta Hadiningrat.
15. 28 Oktober 2013 ( 23 Besar 1946): Kol PB IV
16. 30 Oktober 2013 ( 25 Besar 1946): Kol PB III
17. 3 November 2013 ( 29 Besar 1946): Kol PB V
18. 4 November 2013 (malam 1 Sura 1947): Miyosaken pusaka dalem (kirab) mubeng Baluwarti njawi.
19. 5 November 2013 (1 Sura 1947): Kol PB X
20. 15 November 2013 ( 11 Sura 1947): Kol PB II
21. 21 November 2013 ( 17 Sura 1947): Pengetan Hadeging Nagari Surakarta Hadiningrat.
Jadilah Donatur pakoeboewono.blogspot.com
Peninggalan Pakoe Boewono
Dalam Kolom Peninggalan PB ini, berisi tulisan-tulisan dan foto-foto Peninggalan SISKS Pakoe Boewono berupa : Bangunan, Pusaka dan Gamelan maupun Peninggalan-Peninggalan SISKS Pakoe Boewono yang lainnya.
Karya Pakoe Boewono
Dalam Kolom Karya PB IX ini, berisi tulisan-tulisan Karya Sastra SISKS Pakoe Boewono diantaranya :
Artikel
Kasunanan Kartasura adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1680 dan berakhir tahun 1742, sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram. Riwayat kerajaan yang usianya relatif singkat ini cenderung diwarnai oleh perang saudara memperebutkan takhta.
Lokasi pusat Kasunanan Kartasura saat ini diperkirakan terdapat di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Amangkurat I adalah raja terakhir Kesultanan Mataram yang memerintah dengan sewenang-wenang sejak tahun 1645. Ia juga terlibat perselisihan dengan putranya sendiri yang menjabat sebagai Adipati Anom. Pada tahun 1670 Adipati Anom menggunakan Trunajaya dari Madura sebagai alat untuk melakukan kudeta terhadap ayahnya itu.
Pemberontakan Trunajaya yang semakin besar membuatnya sulit dikendalikan lagi. Puncaknya, pada tanggal 2 Juli 1677 istana Mataram yang terletak di Plered diserbu kaum pemberontak. Adipati Anom memilih kabur bersama Amangkurat I ke arah barat.
Amangkurat I meninggal dalam perjalanan. Ia sempat berwasiat agar Adipati Anom meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunajaya dan merebut kembali takhta.
Sesuai wasiat ayahnya, Adipati Anom pun bekerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunajaya. Ia menandatangani Perjanjian Jepara 1677 dengan VOC, yang berisi VOC akan membantu Adipati Anom melawan Trunojoyo, dan sebagai gantinya, VOC berhak memonopoli perdagangan di Pantai Utara Jawa. Atas bantuan VOC, Adipati Anom diangkat sebagai raja tanpa takhta bergelar Amangkurat II. Trunajaya akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum mati awal tahun 1680.
foto : Sinuwun Pakoeboewono I
Istana lama Mataram saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger (Pakoeboewono I), putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.
Istana lama Mataram saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger (Pakoeboewono I), putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.
Kemudian terjadilah perang antara Kartasura melawan Mataram (Perang Suksesi I) untuk memperebutkan kekuasaan atas tanah Jawa sebagai pewaris Amangkurat I yang sah. Pada tanggal 28 November 1681 akhirnya Pangeran Puger menyerah kalah kepada Amangkurat II yang dibantu VOC. Sejak saat itu, Mataram resmi menjadi bagian dari Kartasura.
Amangkurat II yang naik takhta atas bantuan VOC, kemudian hari merasa sangat dirugikan dengan Perjanjian Jepara 1677. Dengan berbagai cara ia berusaha untuk melepaskan diri dari perjanjian dengan VOC, antara lain membantu perjuangan seorang buronan bernama Untung Suropati. Amangkurat II menerima dan membantu pelarian Untung Surapati di Kartasura. Kapten Tack, Pemimpin pasukan VOC yang mengejar Untung Surapati tewas terbunuh di Kartasura. Untung Surapati diangkat sebagai saudara oleh Amangkurat I dan diberikan hadiah sebagai Bupati Pasuruhan pertama dengan gelas Wiranegara.Atas peristiwa itu, hubungan VOC dengan Amangkurat I memanas.
Sepeninggal Amangkurat II terjadi perebutan takhta antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I(Perang Suksesi II). Pada tahun 1705 Pakubuwana I berhasil mengusir Amangkurat III dan merebut Kartasura. Perang antara Pakubuwana I yang didukung VOC melawan Amangkurat III yang didukung keluarga Untung Suropati di Jawa Timur baru berakhir tahun 1708. Penobatan Puger membuktikan perjanjian antara Ki Gede Pemanahan dan Ki Juru Martani mengenai pergantian tujuh keturunan Pemanahan ke keturunan Ki Juru Martani.
Sepeninggal Pakubuwana I terjadi lagi perebutan takhta Kartasura di antara putra, yaitu Amangkurat IV yang dibantu VOC melawan Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun (Perang Suksesi III). Perang saudara ini berakhir tahun 1723.
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Cina di Batavia yang menjalar sampai ke seluruh Jawa. Mula-mula Pakubuwana II (pengganti Amangkurat IV) mendukung mereka. Namun ketika melihat pihak VOC unggul, ia pun berbalik mendukung bangsa Belanda tersebut.
Perbuatan Pakubuwana II justru membuat kekuatan pemberontak meningkat karena banyak pejabat anti VOC yang meninggalkannya. Akhirnya pada tanggal 30 Juni 1742 para pemberontak menyerbu Kartasura besar-besaran. Pakubuwana II pun melarikan diri ke Ponorogo.
VOC bekerja sama dengan Cakraningrat IV dari Madura dan berhasil merebut kembali Kartasura. Pada akhir tahun 1743 Pakubuwana II kembali ke Kartasura namun kondisi kota tersebut sudah hancur. Ia pun memutuskan membangun istana baru di desa Sala bernama Surakarta, yang ditempatinya sejak tahun 1745, yang nantinya berubah menjadi Karaton Kasunanan Soerakarta Hadiningrat.
foto : Karaton Kasunanan Soerakarta Hadiningrat
Babad Tanah Jawi menyebut peristiwa ini sebagai Geger Pacino. Rusaknya kraton di Kartasura, dianggap merupakan tanda hilangnya landasan kosmogonis kraton sebagai sentrum kekuasaan, sehingga perlu dibangun kraton baru.
Masyarakat Jawa, terutama kaum bangsawan, telah terjebak pada mitos tentang runtuhnya kerajaan pada akhir abad, dan berdirinya kerajaan baru tiga tahun kemudian.
Menurut catatan para pujangga Jawa, pada tahun Saka 1400 Kerajaan Majapahit runtuh dan tahun 1403 Kesultanan Demak berdiri. Pada tahun Saka 1500 Kesultanan Demak runtuh dan tahun 1503 Kesultanan Pajang berdiri yang kemudian dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram. Kemudian pada tahun Jawa 1600 Kesultanan Mataram runtuh dan tahun 1603 Jawa Kasunanan Kartasura berdiri.
Maka pada tahun Jawa 1700 (bertepatan dengan 1774 Masehi) terjadi kegelisahan di antara raja-raja Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, dua kerajaan bersaudara yang saling berusaha menaklukkan pada masa itu. Untuk menangkal mitos tersebut, seorang menantu Hamengkubuwana I dari Yogyakarta mengarang sebuah naskah berjudul Babad Kraton pada tahun Jawa 1703 yang isinya menyebutkan bahwa Kartasura adalah kerajaan yang runtuh mewakili tahun 1700, sedangkan Yogyakarta adalah kerajaan yang berdiri tahun 1703. Padahal runtuhnya Kartasura dan berdirinya Yogyakarta yang sesungguhnya terpaut selisih sekitar 14 tahun.
Rupanya pihak Hamengkubuwana I berusaha untuk menegaskan bahwa Yogyakarta adalah penerus yang sah dari Kartasura, bukan Surakarta sebagaimana kenyataannya.
SAMPEYANDALEM HINGKANG SINUHUN KANGDJENG SUSUHUNAN PAKOEBOEWANA SENAPATI ING NGALAGA ABDULRACHMAN SAYIDIN PANATA GAMA KALIFATULAH HINGKANG KAPING I DI NAGARA KARATON KASUNANAN KARTASURA HADININGRAT
Menjadi Raja pertama di Mataram pada tahun 1660 M.
Menjadi Raja yang kedua kali di Kartasura pada tahun 1705 M.
Wafat Beliau di tahun 1719 M.
Beliau turut mengalami pindahnya Karaton Kartasura ke Desa Sala yang nantinya bernama Karaton Surakarta Hadiningrat:
Bermula pada rusaknya Kraton Mataram yang terletak di Pleret oleh serangan Trunojoyo, sehingga Kraton Mataram yang di Pleret di pindah ke suatu desa yang bernama Wanakarta. Selanjutnya Karaton dinamakan Karaton Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Adapun pindahnya Karaton pada hari Rabu Pon 27 Ruwah Alip 1603 jawa windu Sancaya wuku Watu gunung, atau bertepatan dengan pada hari Rabu Pon tanggal 11 September 1680 M.
Tergambar dalam tembang Dhandhanggula :
Sangaprabu prapteng Wanakarti
Gumarudug sawadya balane
Kawula lan sentanane
Kadya sinebut sebut
Katon Sunya hangrasa wani
Ya sinengkalaning Candra
Ri Buda Pon nuju
Kaping pitulikur Ruwah
Alip sewu nenemhatus telu dadi
KARTASURA DININGRAT
Putradalem (anak-anak kandungnya) Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung di Mataram. Dilahirkan dari Istri Permaisuri no.2 yang bernama G.K.R.Wetan (putri dari Panembahan Radin di Pajang).
Sri Susuhunan Pakoeboewana I mempunyai nama kecil B.R.M.G.Darajat, Beliau ini putra nomer 2.
Adapun Alur Silsilah Sri Susuhunan Pakoeboewana I dari Ibunda Beliau yang bernama G.K.R.Wetan, ialah :
- Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Hadiwijoyo di Pajang, berputra :
- Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Prabuwijoyo (P.Benowo) di Pajang, berputra :
- Panembahan Radin di Pajang, berputra :
- G.K.R.Wetan Istri Permaisuri yang kedua Sampeyandalem Prabu Hamangkurat Agung, berputra :
- Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Pakoeboewana I (mempunyai nama kecil B.R.M.G. Darajat) di Kartasura.
Sri Susuhunan Pakoeboewana I, mempunyai putra :
Dari Istri Permaisuri (putri dari R.T.Balitar) :
1. G.R.Aj.Lembah yang nantinya menjadi istri Permaisuri Sri Susuhunan Hamangkurat Kencet.
2. G.P.H. Hangabehi.
3. Sampeyandalem Hingkang sinuhun Prabu Hamangkurat Jawa (Hamangkurat 4) (mempunyai nama kecil B.R.M.G. Suryoputro.
4. G.R.Ay.Mangkubumi.
5. G.P.H. Prangwadono.
6. G.P.H. Herucokro di Madiun.
7. G.P.H. Ngalogo.
8. G.P.H. Pamot.
9. G.R.Ay.Adip.Sindurejo.
10. G.P.Panembahan Puruboyo di Lamongan.
Dari Istri Permaisuri yang bernama G.K.R. Pakoeboewana :
1. G.P.H. Balitar.
2. G.K.Ratu Ayunan, istri Panembahan Cakraningrat.
· Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
· H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint
· M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
· Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
· Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Situs ini sudah dipersiapkan oleh penulis sejak tahun 2004, hanya baru diterbitkan pada tahun 2011 ini.
Selain itu pembaca dapat melihat dan membaca pada www.poerbodiningrat.blogspot.com dan juga pada www.suaraparapangeran.blogspot.com, ;www.trahdansantanadalempb.blogspot.com;www.pakoeboewono1enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com;demikian juga pada www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com;demikian juga pada www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
Untuk pendataan kembali anak keturunan Sinuwun Pakoeboewono dapat menghubungi alamat e-mail: rm.soegiyo@yahoo.com.
atau di alamat Sekretariat Sentonodalem Sinuwun Pakoeboewono
(apabila anda mengiklankan di blog atau web kami mohon hubungi di alamat e-mail kami (rm.soegiyo@yahoo.com) atau nomer handphone kami), ukuran iklan berapapun dan posisi penempatan dari iklan kami menyediakan
(Translated into English:) Starting from the establishment of the Palace Kasunanan Kartasura
Kasunanan Kartasura was a kingdom in Java that was founded in year 1680 and ended in 1742, in furtherance of the Sultanate of Mataram. Royal history is relatively short age tend to fight a civil war characterized by the throne. Kartasura Kasunanan central location there are currently estimated at Kartasura, Sukoharjo, Central Java.
Background Amangkurat I was the last king who ruled the Sultanate of Mataram arbitrary since 1645. He is also involved in a dispute with his own son, who served as Duke Anom. Anom Duke in 1670 using Trunajaya of Madura as a tool to conduct a coup against his father. Rebellion Trunajaya growing again makes it difficult to control. The peak, on July 2, 1677 Mataram palace located in Plered invaded the rebels. Duke Anom choose Amangkurat I ran away with westward. Amangkurat I died in transit. He was intestate for Duke Anom ask for help to quell Trunajaya VOC and reclaim the throne. Establishment Kartasura In accordance testament of his father, Duke Anom was working with VOC to quell Trunajaya. He signed the Treaty of Jepara in 1677 with the VOC, which contains VOC will help Duke Anom against Trunojoyo, and instead, VOC entitled to monopolize trade in the North Coast of Java. The assistance of the VOC, was appointed Duke of Anom king without a throne holding the title Amangkurat II. Trunajaya finally arrested and sentenced to death early in 1680. photo: Sinuwun Pakoeboewono I
The old palace of Mataram was already occupied by Prince Puger (Pakoeboewono I), another son Amangkurat I, who was assigned the father to take it from the hands Trunajaya. Amangkurat II was forced to build a new palace in the Forest Wanakarta, named Kartasura. He began to move into the palace in September 1680. Then came the war between Kartasura against Mataram (Succession War I) to compete for power over the land of Java as a legitimate heir Amangkurat first. On 28 November 1681 finally surrendered to Prince Puger Amangkurat II who helped VOC. Since that time, officially became part of Mataram Kartasura. Further developments Amangkurat II who ascended the throne upon the help of the VOC, then the day feel very aggrieved with Jepara Agreement 1677. In many ways he tried to escape from the agreement with the VOC, among others, help the struggle of a fugitive named Lucky Suropati. Amangkurat II accept and assist refugees in Kartasura Surapati Fortune. Captain Tack, the VOC troops pursue leaders Fortunately Surapati killed in Kartasura. Fortunately Surapati raised as brothers by Amangkurat I and awarded first prize as the District Pasuruhan with glass Wiranegara.Atas event, VOC relationship with Amangkurat I heat up. After the death struggle for the throne Amangkurat II occurred between Amangkurat III against the prince who holds Pakubuwana Puger I (Succession War II). In 1705 I managed to repel Amangkurat Pakubuwana III and seize Kartasura. The war between Pakubuwana I which supported the VOC against Amangkurat III supported the family in East Java Fortunately Suropati just ended year 1708. Coronation Puger prove the agreement between archery and Ki Ki Gede Interpreters Martani about the turn of the seven descendants of archery to the descendants of Ki Interpreter Martani. After the death Pakubuwana I happen again seizing the throne Kartasura among sons, namely IV-assisted Amangkurat VOC against Prince Blitar, Prince Purbaya, and Prince Dipanegara Madison (Succession War III). The civil war ended in 1723. The fall Kartasura In 1740 occurred the rebellion of the Chinese in Batavia which spread to the entire Java. At first Pakubuwana II (replacement Amangkurat IV) support them. But when he saw the VOC superior, she turned to support the Dutch nation. Actions Pakubuwana II would make the rebel strength increases because many anti-VOC officials who left him. Finally on June 30, 1742 the rebels stormed a massive Kartasura. Pakubuwana II had fled to Roxburgh. VOC working with Cakraningrat IV of Madura and managed to retake Kartasura. At the end of 1743 Pakubuwana II returned to Kartasura but the condition of the city has been destroyed. He also decided to build a new palace in the village of Sala called Surakarta, who occupied since 1745, which later turned into the Palace Kasunanan Soerakarta Sultanate.
photo: Kasunanan Soerakarta Sultanate Palace
Babad Tanah Jawi refer to the event as Geger Pacino. Damage to the palace in Kartasura, is considered a sign of loss of the palace as a center runway kosmogonis power, so necessary to build a new palace.
Myth of the Century's End Java community, especially the nobility, had been trapped in the myth of the collapse of the empire at the end of the century, and the establishment of a new kingdom three years later. According to the records of poets Java, in the year 1400 Saka Majapahit kingdom collapsed and in 1403 established the Sultanate of Demak. In the year 1500 Saka Sultanate of Demak Sultanate collapsed and in 1503 stood Pajang which was followed by the Sultanate of Mataram. Later in the year 1600 Javanese Mataram Sultanate collapsed and Java Kasunanan Kartasura 1603 feet. So in Java in 1700 (coinciding with the 1774 AD) occurs anxiety among the kings of the Sultanate of Surakarta and Yogyakarta Kasunanan, two royal brothers who tried to conquer each other at the time. To counteract these myths, a daughter Hamengkubuwana I of Yogyakarta authored a manuscript entitled Babad Kraton Java in 1703 which states that it is the empire that collapsed Kartasura representing the year 1700, while the kingdom of Yogyakarta was established in 1703. Though the collapse and the establishment of Yogyakarta Kartasura real difference adrift about 14 years. Apparently the Hamengkubuwana I tried to assert that Yogyakarta is the legitimate successor of Kartasura, not Surakarta as fact.
SAMPEYANDALEM HINGKANG SINUHUN KANGDJENG Susuhunan PAKOEBOEWANA Senapati ING NGALAGA Abdul Rachman Sayidin PANATA GAMA KALIFATULAH HINGKANG Kaping I IN Nagara Kasunanan Kartasura Sultanate Palace
photo: Sri Susuhunan P.B.I Being the first king of Mataram in 1660 AD Being a King the second time in the year 1705 AD Kartasura He died in the year 1719 AD
He also has moved into the village of Sala Palace Kartasura who later called the Palace of Surakarta Sultanate:
Starting in the destruction of the Mataram Kingdom which is located in Pleret by Trunojoyo attack, so the Mataram Kingdom in Pleret in moving to a village called Wanakarta. Furthermore, the Palace is called the Palace Kasunanan Kartasura Sultanate. The Palace on Wednesday moved Pon 27 Ruwah Alip 1603 Javan tiger Sancaya wuku Watu mountain, or on Wednesday to coincide with the date of 11 September 1680 Pon M.
Reflected in the song Dhandhanggula:
Sangaprabu prapteng Wanakarti Gumarudug sawadya balane Lan subjects sentanane Kadya sinebut call Katon Sunya hangrasa wani Yes sinengkalaning Candy Ri toward Buda Pon Kaping pitulikur Ruwah Alip Sewu nenemhatus telu dadi Kartasura Diningrat
Putradalem (biological children) Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Hamangkurat Great King in Mataram. Born of a named wife Empress no.2 GKRWetan (daughter of Panembahan Radin on Display). Sri Susuhunan Pakoeboewana BRMGDarajat I have a small name, he was son number 2.
The Chronology Genealogy Sri Susuhunan Pakoeboewana I of the mother He named GKRWetan, are:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Hadiwijoyo on Display, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Prabuwijoyo (P. Benowo) on Display, berputra:
* Panembahan Radin on Display, berputra:
* GKRWetan Consort's second wife Sampeyandalem Hamangkurat Great King, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Pakoeboewana I (have a small name BRMG Darajat) in Kartasura.
Sri Susuhunan Pakoeboewana I, have a son: From Wife Consort (daughter of R. T. Balitar): 1. GRAj.Lembah which later became the wife of Queen Sri Susuhunan Hamangkurat Kencet. 2. G.P.H. Hangabehi. 3. Sampeyandalem Hingkang sinuhun King Hamangkurat Java (Hamangkurat 4) (has a small name BRMG Suryoputro. 4. G.R.Ay.Mangkubumi. 5. G.P.H. Prangwadono. 6. G.P.H. Herucokro in Madiun. 7. G.P.H. Ngalogo. 8. G.P.H. Pamot. 9. G.R.Ay.Adip.Sindurejo. 10. G. P. Panembahan Puruboyo in Lamongan.
From Wife Consort named G.K.R. Pakoeboewana: 1. G.P.H. Balitar. 2. G. K. Queen of Swing, the wife Panembahan Cakraningrat. Literature · Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka · Babad Tanah Jawi, ranging from the Prophet Adam Until the Year 1647. (Terj.). 2007. London: Narration · H.J.de Graaf. 1989. Killing of Captain Tack, turmoil in the XVII Century Kartasura (terj.). London: Temprint · M.C. Ricklefs. 1991. History of Modern Indonesia (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press · Moedjianto. 1987. Power Concepts Java: Its application by the Kings of Mataram. London: Canisius · Purwadi. 2007. History of the Kings of Java. Yogyakarta: Media Studies
This site has been prepared by the author since 2004, only just published this in 2011. In addition, readers can see and read on www.poerbodiningrat.blogspot.com and also on www.suaraparapangeran.blogspot.com,;www.trahdansantanadalempb.blogspot.com;www.pakoeboewono1enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com; as well as on www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
For the data back Sinuwun Pakoeboewono offspring can contact e-mail address: rm.soegiyo @ yahoo.com. or at the Secretariat address Sentonodalem Sinuwun Pakoeboewono
(apabila anda mengiklankan di blog atau web kami mohon hubungi di alamat e-mail kami (rm.soegiyo@yahoo.com) atau nomer handphone kami), ukuran iklan berapapun dan posisi penempatan dari iklan kami menyediakan
(Translated into English:) Starting from the establishment of the Palace Kasunanan Kartasura
Kasunanan Kartasura was a kingdom in Java that was founded in year 1680 and ended in 1742, in furtherance of the Sultanate of Mataram. Royal history is relatively short age tend to fight a civil war characterized by the throne. Kartasura Kasunanan central location there are currently estimated at Kartasura, Sukoharjo, Central Java.
Background Amangkurat I was the last king who ruled the Sultanate of Mataram arbitrary since 1645. He is also involved in a dispute with his own son, who served as Duke Anom. Anom Duke in 1670 using Trunajaya of Madura as a tool to conduct a coup against his father. Rebellion Trunajaya growing again makes it difficult to control. The peak, on July 2, 1677 Mataram palace located in Plered invaded the rebels. Duke Anom choose Amangkurat I ran away with westward. Amangkurat I died in transit. He was intestate for Duke Anom ask for help to quell Trunajaya VOC and reclaim the throne. Establishment Kartasura In accordance testament of his father, Duke Anom was working with VOC to quell Trunajaya. He signed the Treaty of Jepara in 1677 with the VOC, which contains VOC will help Duke Anom against Trunojoyo, and instead, VOC entitled to monopolize trade in the North Coast of Java. The assistance of the VOC, was appointed Duke of Anom king without a throne holding the title Amangkurat II. Trunajaya finally arrested and sentenced to death early in 1680. photo: Sinuwun Pakoeboewono I
The old palace of Mataram was already occupied by Prince Puger (Pakoeboewono I), another son Amangkurat I, who was assigned the father to take it from the hands Trunajaya. Amangkurat II was forced to build a new palace in the Forest Wanakarta, named Kartasura. He began to move into the palace in September 1680. Then came the war between Kartasura against Mataram (Succession War I) to compete for power over the land of Java as a legitimate heir Amangkurat first. On 28 November 1681 finally surrendered to Prince Puger Amangkurat II who helped VOC. Since that time, officially became part of Mataram Kartasura. Further developments Amangkurat II who ascended the throne upon the help of the VOC, then the day feel very aggrieved with Jepara Agreement 1677. In many ways he tried to escape from the agreement with the VOC, among others, help the struggle of a fugitive named Lucky Suropati. Amangkurat II accept and assist refugees in Kartasura Surapati Fortune. Captain Tack, the VOC troops pursue leaders Fortunately Surapati killed in Kartasura. Fortunately Surapati raised as brothers by Amangkurat I and awarded first prize as the District Pasuruhan with glass Wiranegara.Atas event, VOC relationship with Amangkurat I heat up. After the death struggle for the throne Amangkurat II occurred between Amangkurat III against the prince who holds Pakubuwana Puger I (Succession War II). In 1705 I managed to repel Amangkurat Pakubuwana III and seize Kartasura. The war between Pakubuwana I which supported the VOC against Amangkurat III supported the family in East Java Fortunately Suropati just ended year 1708. Coronation Puger prove the agreement between archery and Ki Ki Gede Interpreters Martani about the turn of the seven descendants of archery to the descendants of Ki Interpreter Martani. After the death Pakubuwana I happen again seizing the throne Kartasura among sons, namely IV-assisted Amangkurat VOC against Prince Blitar, Prince Purbaya, and Prince Dipanegara Madison (Succession War III). The civil war ended in 1723. The fall Kartasura In 1740 occurred the rebellion of the Chinese in Batavia which spread to the entire Java. At first Pakubuwana II (replacement Amangkurat IV) support them. But when he saw the VOC superior, she turned to support the Dutch nation. Actions Pakubuwana II would make the rebel strength increases because many anti-VOC officials who left him. Finally on June 30, 1742 the rebels stormed a massive Kartasura. Pakubuwana II had fled to Roxburgh. VOC working with Cakraningrat IV of Madura and managed to retake Kartasura. At the end of 1743 Pakubuwana II returned to Kartasura but the condition of the city has been destroyed. He also decided to build a new palace in the village of Sala called Surakarta, who occupied since 1745, which later turned into the Palace Kasunanan Soerakarta Sultanate.
photo: Kasunanan Soerakarta Sultanate Palace
Babad Tanah Jawi refer to the event as Geger Pacino. Damage to the palace in Kartasura, is considered a sign of loss of the palace as a center runway kosmogonis power, so necessary to build a new palace.
Myth of the Century's End Java community, especially the nobility, had been trapped in the myth of the collapse of the empire at the end of the century, and the establishment of a new kingdom three years later. According to the records of poets Java, in the year 1400 Saka Majapahit kingdom collapsed and in 1403 established the Sultanate of Demak. In the year 1500 Saka Sultanate of Demak Sultanate collapsed and in 1503 stood Pajang which was followed by the Sultanate of Mataram. Later in the year 1600 Javanese Mataram Sultanate collapsed and Java Kasunanan Kartasura 1603 feet. So in Java in 1700 (coinciding with the 1774 AD) occurs anxiety among the kings of the Sultanate of Surakarta and Yogyakarta Kasunanan, two royal brothers who tried to conquer each other at the time. To counteract these myths, a daughter Hamengkubuwana I of Yogyakarta authored a manuscript entitled Babad Kraton Java in 1703 which states that it is the empire that collapsed Kartasura representing the year 1700, while the kingdom of Yogyakarta was established in 1703. Though the collapse and the establishment of Yogyakarta Kartasura real difference adrift about 14 years. Apparently the Hamengkubuwana I tried to assert that Yogyakarta is the legitimate successor of Kartasura, not Surakarta as fact.
SAMPEYANDALEM HINGKANG SINUHUN KANGDJENG Susuhunan PAKOEBOEWANA Senapati ING NGALAGA Abdul Rachman Sayidin PANATA GAMA KALIFATULAH HINGKANG Kaping I IN Nagara Kasunanan Kartasura Sultanate Palace
photo: Sri Susuhunan P.B.I Being the first king of Mataram in 1660 AD Being a King the second time in the year 1705 AD Kartasura He died in the year 1719 AD
He also has moved into the village of Sala Palace Kartasura who later called the Palace of Surakarta Sultanate:
Starting in the destruction of the Mataram Kingdom which is located in Pleret by Trunojoyo attack, so the Mataram Kingdom in Pleret in moving to a village called Wanakarta. Furthermore, the Palace is called the Palace Kasunanan Kartasura Sultanate. The Palace on Wednesday moved Pon 27 Ruwah Alip 1603 Javan tiger Sancaya wuku Watu mountain, or on Wednesday to coincide with the date of 11 September 1680 Pon M.
Reflected in the song Dhandhanggula:
Sangaprabu prapteng Wanakarti Gumarudug sawadya balane Lan subjects sentanane Kadya sinebut call Katon Sunya hangrasa wani Yes sinengkalaning Candy Ri toward Buda Pon Kaping pitulikur Ruwah Alip Sewu nenemhatus telu dadi Kartasura Diningrat
Putradalem (biological children) Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Hamangkurat Great King in Mataram. Born of a named wife Empress no.2 GKRWetan (daughter of Panembahan Radin on Display). Sri Susuhunan Pakoeboewana BRMGDarajat I have a small name, he was son number 2.
The Chronology Genealogy Sri Susuhunan Pakoeboewana I of the mother He named GKRWetan, are:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Hadiwijoyo on Display, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Prabuwijoyo (P. Benowo) on Display, berputra:
* Panembahan Radin on Display, berputra:
* GKRWetan Consort's second wife Sampeyandalem Hamangkurat Great King, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Pakoeboewana I (have a small name BRMG Darajat) in Kartasura.
Sri Susuhunan Pakoeboewana I, have a son: From Wife Consort (daughter of R. T. Balitar): 1. GRAj.Lembah which later became the wife of Queen Sri Susuhunan Hamangkurat Kencet. 2. G.P.H. Hangabehi. 3. Sampeyandalem Hingkang sinuhun King Hamangkurat Java (Hamangkurat 4) (has a small name BRMG Suryoputro. 4. G.R.Ay.Mangkubumi. 5. G.P.H. Prangwadono. 6. G.P.H. Herucokro in Madiun. 7. G.P.H. Ngalogo. 8. G.P.H. Pamot. 9. G.R.Ay.Adip.Sindurejo. 10. G. P. Panembahan Puruboyo in Lamongan.
From Wife Consort named G.K.R. Pakoeboewana: 1. G.P.H. Balitar. 2. G. K. Queen of Swing, the wife Panembahan Cakraningrat. Literature · Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka · Babad Tanah Jawi, ranging from the Prophet Adam Until the Year 1647. (Terj.). 2007. London: Narration · H.J.de Graaf. 1989. Killing of Captain Tack, turmoil in the XVII Century Kartasura (terj.). London: Temprint · M.C. Ricklefs. 1991. History of Modern Indonesia (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press · Moedjianto. 1987. Power Concepts Java: Its application by the Kings of Mataram. London: Canisius · Purwadi. 2007. History of the Kings of Java. Yogyakarta: Media Studies
This site has been prepared by the author since 2004, only just published this in 2011. In addition, readers can see and read on www.poerbodiningrat.blogspot.com and also on www.suaraparapangeran.blogspot.com,;www.trahdansantanadalempb.blogspot.com;www.pakoeboewono1enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com; as well as on www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
For the data back Sinuwun Pakoeboewono offspring can contact e-mail address: rm.soegiyo @ yahoo.com. or at the Secretariat address Sentonodalem Sinuwun Pakoeboewono
(If you advertise on our blog or website please contact the e-mail us (rm.soegiyo@yahoo.com) or our phone number),any size of ad size and placement of advertising the position we are providing.
(Vertaald in het Nederlands:)
Vanaf de oprichting van het Paleis Kasunanan Kartasoera
Kasunanan Kartasoera was een koninkrijk in Java, die werd opgericht in het jaar 1680 en eindigde in 1742, ter bevordering van het Sultanaat van Mataram. Koninklijke geschiedenis is relatief kort leeftijd de neiging om een burgeroorlog wordt gekenmerkt door de troon te bestrijden. Kartasoera Kasunanan centrale ligging zijn er momenteel geschat op Kartasoera, Sukoharjo, Midden-Java.
Achtergrond Amangkurat Ik was de laatste koning die regeerde het Sultanaat van Mataram willekeurige sinds 1645. Hij is ook betrokken in een geschil met zijn eigen zoon, die diende als Duke Anom. Anom Hertog in 1670 met behulp van Trunajaya van Madura als een hulpmiddel om een coup tegen zijn vader uit te voeren. Rebellion Trunajaya weer te groeien maakt het moeilijk te controleren. De piek, op 2 juli 1677 Mataram paleis gelegen in Plered vielen de rebellen. Duke Anom kies Amangkurat Ik liep weg met het westen. Amangkurat Ik stierf op doorreis. Hij was intestato voor Duke Anom om hulp te vragen aan Trunajaya VOC te onderdrukken en de troon terug te winnen. Inrichting Kartasoera Volgens testament van zijn vader, was hertog Anom werken met VOC Trunajaya kop in te drukken. Hij ondertekende het Verdrag van Jepara in 1677 met de VOC, die bevat VOC zal Duke Anom helpen tegen Trunojoyo, en in plaats daarvan, VOC gerechtigd om de handel te monopoliseren de noordkust van Java. De hulp van de VOC, werd benoemd tot hertog van Anom koning zonder troon bedrijf de titel Amangkurat II. Trunajaya uiteindelijk gearresteerd en ter dood veroordeeld in het begin van 1680. Foto: Sinuwun Pakoeboewono Ik
Het oude paleis van Mataram was al bezet door Prins Puger (Pakoeboewono I), een andere zoon Amangkurat I, die werd toegewezen aan de vader van het te nemen uit de handen Trunajaya. Amangkurat II werd gedwongen om een nieuw paleis in het bos Wanakarta, genaamd Kartasoera te bouwen. Hij begon in het paleis te verplaatsen in september 1680. Toen kwam de oorlog tussen Kartasoera tegen Mataram (Successie Oorlog I) om de macht strijden over het land van Java als een legitieme erfgenaam Amangkurat eerste. Op 28 november 1681 uiteindelijk overgegeven aan Prins Puger Amangkurat II, die geholpen VOC. Sinds die tijd, officieel onderdeel geworden van Mataram Kartasoera. Verdere ontwikkelingen Amangkurat II, die de troon besteeg de hulp van de VOC, dan de dag voel me erg benadeeld met Jepara overeenkomst 1677. In veel opzichten is hij probeerde te ontsnappen uit de overeenkomst met de VOC, onder anderen, help de strijd van een voortvluchtige genaamd Lucky Suropati. Amangkurat II te accepteren en te helpen vluchtelingen in Kartasoera Surapati Fortune. Kapitein Tack, de VOC-troepen voort te zetten leiders Gelukkig Surapati vermoord in Kartasoera. Gelukkig Surapati opgeworpen als broeders door Amangkurat I en de eerste prijs als de District Pasuruhan met glas Wiranegara.Atas evenement, VOC relatie met Amangkurat Ik opwarmen. Na de dood strijd voor de troon Amangkurat II tussen Amangkurat III vond plaats tegen de prins die in het bezit Pakubuwana Puger I (Successieoorlog II). In 1705 lukte het me om Amangkurat Pakubuwana III af te stoten en Kartasoera grijpen. De oorlog tussen Pakubuwana I, die de VOC tegen Amangkurat III ondersteund steunde de familie in Oost-Java Gelukkig Suropati net afgesloten jaar 1708. Kroning Puger bewijzen dat de overeenkomst tussen boogschieten en Ki Ki Gede Tolken Martani over de draai van de zeven afstammelingen van boogschieten tot de afstammelingen van Ki Interpreter Martani. Na de dood Pakubuwana ik toevallig weer de troon Kartasoera inbeslagneming onder de zonen, namelijk IV-assisted Amangkurat VOC tegen prins Blitar, Prins Purbaya, en Prins Dipanegara Madison (Successie War III). De burgeroorlog eindigde in 1723. De daling van Kartasoera In 1740 kwam de opstand van de Chinezen in Batavia, die zich uitbreiden naar de gehele Java. Op het eerste Pakubuwana II (vervanging Amangkurat IV) ondersteunen. Maar toen hij zag de VOC superieure, wendde ze zich tot de Nederlandse natie te ondersteunen. Acties Pakubuwana II zou de rebellen sterk toeneemt omdat er veel anti-VOC ambtenaren die hem verliet. Uiteindelijk op 30 juni 1742 rebellen bestormden een enorme Kartasoera. Pakubuwana II was gevlucht naar Roxburgh. VOC werken met Cakraningrat IV van Madura en slaagde erin Kartasoera te heroveren. Aan het einde van 1743 Pakubuwana II keerde terug naar Kartasoera maar de conditie van de stad is verwoest. Hij heeft ook besloten om een nieuw paleis te bouwen in het dorp Sala genaamd Surakarta, die bezet sinds 1745, die later veranderde in het Paleis Kasunanan Soerakarta Sultanaat.
Foto: Kasunanan Soerakarta Sultanaat Palace
Babad Tanah Jawi verwijzen naar het evenement als Geger Pacino. Schade aan het paleis in Kartasoera, wordt beschouwd als een teken van verlies van het paleis als een centrum landingsbaan kosmogonis macht, zo noodzakelijk om een nieuw paleis te bouwen.
Mythe van Beëindig het Century Java gemeenschap, met name de adel, was gevangen in de mythe van de ineenstorting van het rijk in de late eeuw, en de vestiging van een nieuw koninkrijk drie jaar later. Volgens de registers van dichters Java, in het jaar 1400 Saka Majapahit koninkrijk ingestort en in 1403 vastgesteld het Sultanaat van Demak. In het jaar 1500 Saka Sultanaat van Demak Sultanaat ingestort en in 1503 stond Pajang die werd gevolgd door het Sultanaat van Mataram. Later in het jaar 1600 Javaanse Mataram Sultanaat ingestort en Java Kasunanan Kartasoera 1603 meter. Dus op Java in 1700 (samenvallend met de 1774 AD) komt angst onder de koningen van het Sultanaat van Surakarta en Yogyakarta Kasunanan, twee koninklijke broers die elkaar probeerden te veroveren op het moment. Om tegen deze mythen, een dochter Hamengkubuwana I van Yogyakarta auteur van een manuscript getiteld babad Kraton Java in 1703 waarin staat dat het het rijk dat Kartasoera ingestort vertegenwoordigen het jaar 1700, terwijl het koninkrijk van Yogyakarta werd opgericht in 1703. Hoewel de ineenstorting en de oprichting van Yogyakarta Kartasoera echt het verschil op drift ongeveer 14 jaar. Blijkbaar is de Hamengkubuwana Ik heb geprobeerd om te beweren dat Yogyakarta is de rechtmatige opvolger van Kartasoera, niet Surakarta als een feit.
SAMPEYANDALEM HINGKANG SINUHUN KANGDJENG Soesoehoenan PAKOEBOEWANA Senapati ING NGALAGA Abdul Rachman Sayidin PANATA GAMA KALIFATULAH HINGKANG Kaping I IN Nagara Kasunanan Kartasoera Sultanaat Palace
Foto: Sri Soesoehoenan P.B.I Wordt de eerste koning van Mataram in 1660 AD Omdat een koning de tweede keer in het jaar 1705 AD Kartasoera Hij stierf in het jaar 1719 AD
Hij heeft ook verplaatst naar het dorp van Sala Palace Kartasoera die later riep het paleis van Surakarta Sultanaat:
Te beginnen in de vernietiging van de Mataram Koninkrijk die in Pleret gelegen bij Trunojoyo aanval, zodat de Mataram Koninkrijk in Pleret bij de overgang naar een dorp genaamd Wanakarta. Bovendien is het paleis heet het Paleis Kasunanan Kartasoera Sultanaat. Het Paleis op woensdag verhuisd Pon 27 Ruwah Alip 1603 Javaanse tijger Sancaya wuku Watu bergen, of op woensdag te laten samenvallen met de datum van 11 september 1680 Pon M.
Tot uiting in het lied Dhandhanggula:
Sangaprabu prapteng Wanakarti Gumarudug sawadya balane Lan onderwerpen sentanane Kadya sinebut oproep Katon Sunya hangrasa Wani Ja sinengkalaning Candy Ri in de richting van Buda Pon Kaping pitulikur Ruwah Alip Sewu nenemhatus telu Dadi Kartasoera Diningrat
Putradalem (biologische kinderen) Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Hamangkurat Grote Koning in Mataram. Geboren uit een vrouw genaamd Keizerin no.2 GKRWetan (dochter van Panembahan Radin op display). Sri Soesoehoenan Pakoeboewana BRMGDarajat ik een kleine naam hebben, hij was de zoon nummer 2.
De chronologie Genealogie Sri Soesoehoenan Pakoeboewana I van de moeder Hij noemde GKRWetan, zijn:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Hadiwijoyo op het beeldscherm, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Prabuwijoyo (P. Benowo) op het scherm, berputra:
* Panembahan Radin op het beeldscherm, berputra:
* Tweede vrouw GKRWetan Consort Sampeyandalem Hamangkurat grote koning, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Pakoeboewana I (heb een kleine naam BRMG Darajat) in Kartasoera.
Sri Soesoehoenan Pakoeboewana ik, hebben een zoon: Van de vrouw van Consort (dochter van R. T. Balitar): 1. GRAj.Lembah die later de vrouw van Koningin Sri Soesoehoenan Hamangkurat Kencet. 2. G.P.H. Hangabehi. 3. Sampeyandalem Hingkang sinuhun King Hamangkurat Java (Hamangkurat 4) (heeft een kleine naam BRMG Suryoputro. 4. G.R.Ay.Mangkubumi. 5. G.P.H. Prangwadono. 6. G.P.H. Herucokro in Madiun. 7. G.P.H. Ngalogo. 8. G.P.H. Pamot. 9. G.R.Ay.Adip.Sindurejo. 10. G. P. Panembahan Puruboyo in Lamongan.
Van de vrouw van Consort genaamd G.K.R. Pakoeboewana: 1. G.P.H. Balitar. 2. G. K. Koningin van Swing, de vrouw Panembahan Cakraningrat. Literatuur · Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka · Babad Tanah Jawi, variërend van de Profeet Adam tot het jaar 1647. (Terj.). 2007. Londen: Narration · H.J.de Graaf. 1989. Doden van kapitein Tack, onrust in de XVII eeuw Kartasoera (terj.). Londen: Temprint · M.C. Ricklefs. 1991. Geschiedenis van het moderne Indonesië (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press · Moedjianto. 1987. Power Concepts Java: de toepassing ervan door de koningen van Mataram. Londen: Canisius · Purwadi. 2007. Geschiedenis van de koningen van Java. Yogyakarta: Mediastudies
Deze site is opgesteld door de auteur sinds 2004, maar net publiceerde dit in 2011. Daarnaast kunnen lezers zien en te lezen op www.poerbodiningrat.blogspot.com en ook op www.suaraparapangeran.blogspot.com, ;www.trahdansantanadalempb.blogspot.com;www.pakoeboewono1enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com;alsmede op www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
Voor de gegevens terug Sinuwun Pakoeboewono nakomelingen kunnen contact opnemen met e-mail adres: rm.soegiyo @ yahoo.com. of op het secretariaat adres Sentonodalem Sinuwun Pakoeboewono .
(Als u adverteert op onze blog of website kunt u voor andere maten contact op met de e-mail ons (rm.soegiyo@yahoo.com) of onze telefoonnummer),het even welke grootte de advertentie grootte en plaatsing van reclame voor de positie die we leveren.
(Vertaald in het Nederlands:)
Vanaf de oprichting van het Paleis Kasunanan Kartasoera
Kasunanan Kartasoera was een koninkrijk in Java, die werd opgericht in het jaar 1680 en eindigde in 1742, ter bevordering van het Sultanaat van Mataram. Koninklijke geschiedenis is relatief kort leeftijd de neiging om een burgeroorlog wordt gekenmerkt door de troon te bestrijden. Kartasoera Kasunanan centrale ligging zijn er momenteel geschat op Kartasoera, Sukoharjo, Midden-Java.
Achtergrond Amangkurat Ik was de laatste koning die regeerde het Sultanaat van Mataram willekeurige sinds 1645. Hij is ook betrokken in een geschil met zijn eigen zoon, die diende als Duke Anom. Anom Hertog in 1670 met behulp van Trunajaya van Madura als een hulpmiddel om een coup tegen zijn vader uit te voeren. Rebellion Trunajaya weer te groeien maakt het moeilijk te controleren. De piek, op 2 juli 1677 Mataram paleis gelegen in Plered vielen de rebellen. Duke Anom kies Amangkurat Ik liep weg met het westen. Amangkurat Ik stierf op doorreis. Hij was intestato voor Duke Anom om hulp te vragen aan Trunajaya VOC te onderdrukken en de troon terug te winnen. Inrichting Kartasoera Volgens testament van zijn vader, was hertog Anom werken met VOC Trunajaya kop in te drukken. Hij ondertekende het Verdrag van Jepara in 1677 met de VOC, die bevat VOC zal Duke Anom helpen tegen Trunojoyo, en in plaats daarvan, VOC gerechtigd om de handel te monopoliseren de noordkust van Java. De hulp van de VOC, werd benoemd tot hertog van Anom koning zonder troon bedrijf de titel Amangkurat II. Trunajaya uiteindelijk gearresteerd en ter dood veroordeeld in het begin van 1680. Foto: Sinuwun Pakoeboewono Ik
Het oude paleis van Mataram was al bezet door Prins Puger (Pakoeboewono I), een andere zoon Amangkurat I, die werd toegewezen aan de vader van het te nemen uit de handen Trunajaya. Amangkurat II werd gedwongen om een nieuw paleis in het bos Wanakarta, genaamd Kartasoera te bouwen. Hij begon in het paleis te verplaatsen in september 1680. Toen kwam de oorlog tussen Kartasoera tegen Mataram (Successie Oorlog I) om de macht strijden over het land van Java als een legitieme erfgenaam Amangkurat eerste. Op 28 november 1681 uiteindelijk overgegeven aan Prins Puger Amangkurat II, die geholpen VOC. Sinds die tijd, officieel onderdeel geworden van Mataram Kartasoera. Verdere ontwikkelingen Amangkurat II, die de troon besteeg de hulp van de VOC, dan de dag voel me erg benadeeld met Jepara overeenkomst 1677. In veel opzichten is hij probeerde te ontsnappen uit de overeenkomst met de VOC, onder anderen, help de strijd van een voortvluchtige genaamd Lucky Suropati. Amangkurat II te accepteren en te helpen vluchtelingen in Kartasoera Surapati Fortune. Kapitein Tack, de VOC-troepen voort te zetten leiders Gelukkig Surapati vermoord in Kartasoera. Gelukkig Surapati opgeworpen als broeders door Amangkurat I en de eerste prijs als de District Pasuruhan met glas Wiranegara.Atas evenement, VOC relatie met Amangkurat Ik opwarmen. Na de dood strijd voor de troon Amangkurat II tussen Amangkurat III vond plaats tegen de prins die in het bezit Pakubuwana Puger I (Successieoorlog II). In 1705 lukte het me om Amangkurat Pakubuwana III af te stoten en Kartasoera grijpen. De oorlog tussen Pakubuwana I, die de VOC tegen Amangkurat III ondersteund steunde de familie in Oost-Java Gelukkig Suropati net afgesloten jaar 1708. Kroning Puger bewijzen dat de overeenkomst tussen boogschieten en Ki Ki Gede Tolken Martani over de draai van de zeven afstammelingen van boogschieten tot de afstammelingen van Ki Interpreter Martani. Na de dood Pakubuwana ik toevallig weer de troon Kartasoera inbeslagneming onder de zonen, namelijk IV-assisted Amangkurat VOC tegen prins Blitar, Prins Purbaya, en Prins Dipanegara Madison (Successie War III). De burgeroorlog eindigde in 1723. De daling van Kartasoera In 1740 kwam de opstand van de Chinezen in Batavia, die zich uitbreiden naar de gehele Java. Op het eerste Pakubuwana II (vervanging Amangkurat IV) ondersteunen. Maar toen hij zag de VOC superieure, wendde ze zich tot de Nederlandse natie te ondersteunen. Acties Pakubuwana II zou de rebellen sterk toeneemt omdat er veel anti-VOC ambtenaren die hem verliet. Uiteindelijk op 30 juni 1742 rebellen bestormden een enorme Kartasoera. Pakubuwana II was gevlucht naar Roxburgh. VOC werken met Cakraningrat IV van Madura en slaagde erin Kartasoera te heroveren. Aan het einde van 1743 Pakubuwana II keerde terug naar Kartasoera maar de conditie van de stad is verwoest. Hij heeft ook besloten om een nieuw paleis te bouwen in het dorp Sala genaamd Surakarta, die bezet sinds 1745, die later veranderde in het Paleis Kasunanan Soerakarta Sultanaat.
Foto: Kasunanan Soerakarta Sultanaat Palace
Babad Tanah Jawi verwijzen naar het evenement als Geger Pacino. Schade aan het paleis in Kartasoera, wordt beschouwd als een teken van verlies van het paleis als een centrum landingsbaan kosmogonis macht, zo noodzakelijk om een nieuw paleis te bouwen.
Mythe van Beëindig het Century Java gemeenschap, met name de adel, was gevangen in de mythe van de ineenstorting van het rijk in de late eeuw, en de vestiging van een nieuw koninkrijk drie jaar later. Volgens de registers van dichters Java, in het jaar 1400 Saka Majapahit koninkrijk ingestort en in 1403 vastgesteld het Sultanaat van Demak. In het jaar 1500 Saka Sultanaat van Demak Sultanaat ingestort en in 1503 stond Pajang die werd gevolgd door het Sultanaat van Mataram. Later in het jaar 1600 Javaanse Mataram Sultanaat ingestort en Java Kasunanan Kartasoera 1603 meter. Dus op Java in 1700 (samenvallend met de 1774 AD) komt angst onder de koningen van het Sultanaat van Surakarta en Yogyakarta Kasunanan, twee koninklijke broers die elkaar probeerden te veroveren op het moment. Om tegen deze mythen, een dochter Hamengkubuwana I van Yogyakarta auteur van een manuscript getiteld babad Kraton Java in 1703 waarin staat dat het het rijk dat Kartasoera ingestort vertegenwoordigen het jaar 1700, terwijl het koninkrijk van Yogyakarta werd opgericht in 1703. Hoewel de ineenstorting en de oprichting van Yogyakarta Kartasoera echt het verschil op drift ongeveer 14 jaar. Blijkbaar is de Hamengkubuwana Ik heb geprobeerd om te beweren dat Yogyakarta is de rechtmatige opvolger van Kartasoera, niet Surakarta als een feit.
SAMPEYANDALEM HINGKANG SINUHUN KANGDJENG Soesoehoenan PAKOEBOEWANA Senapati ING NGALAGA Abdul Rachman Sayidin PANATA GAMA KALIFATULAH HINGKANG Kaping I IN Nagara Kasunanan Kartasoera Sultanaat Palace
Foto: Sri Soesoehoenan P.B.I Wordt de eerste koning van Mataram in 1660 AD Omdat een koning de tweede keer in het jaar 1705 AD Kartasoera Hij stierf in het jaar 1719 AD
Hij heeft ook verplaatst naar het dorp van Sala Palace Kartasoera die later riep het paleis van Surakarta Sultanaat:
Te beginnen in de vernietiging van de Mataram Koninkrijk die in Pleret gelegen bij Trunojoyo aanval, zodat de Mataram Koninkrijk in Pleret bij de overgang naar een dorp genaamd Wanakarta. Bovendien is het paleis heet het Paleis Kasunanan Kartasoera Sultanaat. Het Paleis op woensdag verhuisd Pon 27 Ruwah Alip 1603 Javaanse tijger Sancaya wuku Watu bergen, of op woensdag te laten samenvallen met de datum van 11 september 1680 Pon M.
Tot uiting in het lied Dhandhanggula:
Sangaprabu prapteng Wanakarti Gumarudug sawadya balane Lan onderwerpen sentanane Kadya sinebut oproep Katon Sunya hangrasa Wani Ja sinengkalaning Candy Ri in de richting van Buda Pon Kaping pitulikur Ruwah Alip Sewu nenemhatus telu Dadi Kartasoera Diningrat
Putradalem (biologische kinderen) Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Hamangkurat Grote Koning in Mataram. Geboren uit een vrouw genaamd Keizerin no.2 GKRWetan (dochter van Panembahan Radin op display). Sri Soesoehoenan Pakoeboewana BRMGDarajat ik een kleine naam hebben, hij was de zoon nummer 2.
De chronologie Genealogie Sri Soesoehoenan Pakoeboewana I van de moeder Hij noemde GKRWetan, zijn:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Hadiwijoyo op het beeldscherm, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Sultan Prabuwijoyo (P. Benowo) op het scherm, berputra:
* Panembahan Radin op het beeldscherm, berputra:
* Tweede vrouw GKRWetan Consort Sampeyandalem Hamangkurat grote koning, berputra:
* Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Pakoeboewana I (heb een kleine naam BRMG Darajat) in Kartasoera.
Sri Soesoehoenan Pakoeboewana ik, hebben een zoon: Van de vrouw van Consort (dochter van R. T. Balitar): 1. GRAj.Lembah die later de vrouw van Koningin Sri Soesoehoenan Hamangkurat Kencet. 2. G.P.H. Hangabehi. 3. Sampeyandalem Hingkang sinuhun King Hamangkurat Java (Hamangkurat 4) (heeft een kleine naam BRMG Suryoputro. 4. G.R.Ay.Mangkubumi. 5. G.P.H. Prangwadono. 6. G.P.H. Herucokro in Madiun. 7. G.P.H. Ngalogo. 8. G.P.H. Pamot. 9. G.R.Ay.Adip.Sindurejo. 10. G. P. Panembahan Puruboyo in Lamongan.
Van de vrouw van Consort genaamd G.K.R. Pakoeboewana: 1. G.P.H. Balitar. 2. G. K. Koningin van Swing, de vrouw Panembahan Cakraningrat. Literatuur · Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka · Babad Tanah Jawi, variërend van de Profeet Adam tot het jaar 1647. (Terj.). 2007. Londen: Narration · H.J.de Graaf. 1989. Doden van kapitein Tack, onrust in de XVII eeuw Kartasoera (terj.). Londen: Temprint · M.C. Ricklefs. 1991. Geschiedenis van het moderne Indonesië (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press · Moedjianto. 1987. Power Concepts Java: de toepassing ervan door de koningen van Mataram. Londen: Canisius · Purwadi. 2007. Geschiedenis van de koningen van Java. Yogyakarta: Mediastudies
Deze site is opgesteld door de auteur sinds 2004, maar net publiceerde dit in 2011. Daarnaast kunnen lezers zien en te lezen op www.poerbodiningrat.blogspot.com en ook op www.suaraparapangeran.blogspot.com, ;www.trahdansantanadalempb.blogspot.com;www.pakoeboewono1enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono2enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono3enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono4enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono5enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono6enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono7enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono8enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono9enfamilie.blogspot.com;
www.pakoeboewono10enfamilie.blogspot.com;www.pakoeboewono11enfamilie.blogspot.com;alsmede op www.keluargapakoeboewono.blogspot.com.
Voor de gegevens terug Sinuwun Pakoeboewono nakomelingen kunnen contact opnemen met e-mail adres: rm.soegiyo @ yahoo.com. of op het secretariaat adres Sentonodalem Sinuwun Pakoeboewono .
(Als u adverteert op onze blog of website kunt u voor andere maten contact op met de e-mail ons (rm.soegiyo@yahoo.com) of onze telefoonnummer),het even welke grootte de advertentie grootte en plaatsing van reclame voor de positie die we leveren.