Belajar Aksara Jawa-Bali 👇:
Belajar Aksara Jawa :
👇
Aksara Jawa-Pegon :
👇
Sansekerta : Aksara Devanagari
huruf devanagari digunakan dalam bahasa sansekerta
digunakan mula-mula dalam kitab veda (weda)
bahasa sansekerta adalah bahasa berfleksi atau dengan kata lain fungsi kata didalam kalimat didukung oleh kasus sedangkan posisinya diabaikan.
aksara devanagari ini bersifat silabik dan konsonantal
dibedakan menjadi 2 yaitu svarah dan sparsah (seperti gambar diatas)
aturan dalam bahasa sansekerta lebih rumit dari bahasa jawa
mungkin bisa dibilang sama rumitnya dengan bahasa arab
kata akan berbeda jika kasusnya berbeda
macam-macam kamus atau deklinasi yang membuat beda dalam bahasa sansekerta adalah :
1. nominatif
2. vokatif
3. akkusatif
4. instrumental
5. datif
6. ablatif
7. genitif
8. lokatif
Sansekerta : Tanda Baca
Belajar Huruf dan Aksara Pallawa
Di Indonesia banyak ditemukan prasasti yang beraksara Dewanagari dan Pallawa. Kedua aksara ini berasal dari India. Pengaruh India memang begitu kuat di Indonesia pada awal abad Masehi. Di samping itu ada juga aksara Sansekerta, yang juga berasal dari India.
Ketiga tulisan kuno ini dipelajari oleh para epigraf, sebutan untuk pakar yang mempelajari tulisan kuno. Di Indonesia bidang epigrafi menjadi subdisiplin dari ilmu arkeologi.
Tulisan kuno juga dipelajari oleh para filolog, sebutan untuk pakar naskah kuno. Di negara kita filologi merupakan bagian dari Sastra Nusantara.
Sebenarnya epigrafi dan filologi tidak jauh berbeda. Kedua ilmu sama-sama mempelajari tulisan kuno. Yang membedakan hanya sarana untuk menulis. Epigrafi mempelajari tulisan kuno yang dipahatkan pada batu dan logam. Sementara filologi mempelajari tulisan kuno yang diterakan pada daun tal (rontal, dikenal sebagai lontar), daluwang, bambu, dan sebagainya.
Kita belum memiliki website tentang tulisan-tulisan kuno. Namun ada sejumlah website dari mancanegara yang menyediakan hal tersebut. Kita bisa belajar dari website ini. Apalagi mengingat jumlah epigraf dan filolog yang kita miliki, sangat sedikit. Sebaliknya prasasti dan naskah yang memerlukan penanganan, sangat banyak jumlahnya.
Untuk belajar aksara Dewanagari, Anda bisa membuka website ini, www.avashy.com. Banyak penjelasan berguna terdapat di dalamnya.
Untuk belajar aksara Pallawa, silakan lihat gambar-gambar di bawah.
Tulisan/huruf jawa Kawi
Tulisan/Huruf Jawa :
Jawa,Bali ;
Tata Bahasa Sansekerta (contoh):
TAT TVAM ASI (Dia adalah kamu)
Sastra Veda sebenarnya secara menyeluruh memberikan pengertian kepada kita tentang satu kebenaran yang mutlak yaitu kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam sastra Veda, kita akan menemukan apa yang disebut dengan mukhya vakya dan gauna vakhya. Mukhya vakya merupakan kalimat yang utama dari Veda sedangkan gauna vakya adalah kalimat kedua yang dipakai untuk menjelaskan mukhya vakya. Karena gauna vakya merupakan kalimat penjelas dari mukhya vakya, maka ketika kita berusaha mengerti tentang kalimat tersebut atau jika kita berusaha untuk memberikan komentar pada kalimat itu, hendaknya kita tidak menyimpang dari kalimat utama atau mukhya vakya. Kalimat utama dari Veda adalah ”Omkara” yang merupakan bentuk Tuhan di dalam aksara suci. Untuk menjelaskan OMKARA, kita akan menemukan banyak kalimat di dalam Veda dimana satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Salah satunya adalah ”tat tvam asi”. Karena kalimat tat tvam asi merupakan kalimat penjelas, maka kalimat ini seharusnya memberikan pengertian dan gambaran kepada kita mengenai ”OMKARA” dengan lebih jelas dan hendaknya tidak membingungkan. Misalnya, siapakah Omkara itu dan apa hubungan kita dengan Omkara tersebut. Jika kalimat tat tvam asi digali dengan lebih teliti dan mendalam, maka akan memberikan semua jawaban dari pertanyaan tersebut. Sudah tentu untuk menggali kalimat ini, hendaknya kita tidak hanya berpatokan pada satu kalimat, tetapi kalimat tat tvam asi hendaknya dihubungkan dengan beberapa gauna vakya lainnya yang akan memberikan kita pengertian tentang OMKARA dengan lebih jelas.
Di dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat” berasal dari suku kata ”tad” yang berarti ”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal dari suku kata ”yusmad” yang berarti ” kamu” dan ”asi” berasal dari urat kata ” as(a) ” yang berarti ”adalah”. Jadi secara sederhana kata ”TAT TVAM ASI” bisa diartikan ” kamu adalah dia” atau ” dia adalah kamu”. Meskipun gauna vakya merupakan kalimat penjelas, namun karena sastra Veda disusun sedemikian rupa dimana sastra ini harus dipelajari melalui seorang guru yang berkualifikasi dan sudah menerima pengetahuan tersebut dari gurunya, maka kalimat penjelas inipun akan kelihatan tidak jelas kalau kita berusaha untuk menggalinya tanpa bimbingan seorang guru. Kalau kita pikirkan ” kamu adalah dia, dia adalah kamu, dan OMKARA, maka akan mucul pertanyaan di dalam benak kita, apakah hubungan dari semua ini?????”. Ini menjadi tanda tanya besar untuk kita. Namun ketika sastra Veda dipelajari melalui garis perguruan yang dibenarkan, maka atas karunia seorang guru kerohanian, semua permasalahan tersebut tidak akan menjadi permasalahan yang rumit lagi.
Di dalam Katha Upanisad dinyatakan,
nityo nityanam cetanas cetananam
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam
" Diantara kepribadian yang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian yang menyediakan keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang bijaksana yang memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di alamNya yang rohani akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain, yang tidak memujaNya tidak akan mencapai kedamaian”
Dari sloka ini kita mendapat informasi bahwa ada dua jenis kepribadian. Yang satu adalah Nityah yang berarti kekal tunggal. Sedangkan yang lain adalah Nityanam yang berarti kekal jamak. Sama halnya cetanah yang berarti berkesadaran tunggal dan cetananam yang berarti berkesadaran jamak. Di dalam bahasa Sansekerta, kata yang sama, yang mengacu pada satu orang, akan mendapat akhiran berbeda dengan yang mengacu pada banyak orang. Ini disebut dengan perbedaan vacanam. Kedua jenis kepribadian tersebut memiliki sifat yang sama yaitu kekal dan berkesadaran, tetapi perbedaannya adalah yang satu adalah tunggal dan memenuhi keperluan yang lain. Sedangkan yang satunya lagi adalah jamak atau terdiri dari banyak kepribadian, yang menerima dari yang tunggal. Kepribadian yang jamak ini mengacu pada semua makhluk hidup di alam semesta. Jadi dari sini kita menyimpulkan bahwa tat tvam asi berarti ”kamu ( semua makhluk hidup) dan dia (Tuhan) adalah sama”. Kata ”sama” di sini hendaknya tidak disalahartikan. Ini tidak berarti bahwa kita sepenuhnya sama dengan Tuhan, namun kita mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan dalam jumlah yang kecil. Di dalam Srimad Bhagavad Gita, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:
mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati
“ Para makhluk hidup di dunia material ini merupakan percikan terkecil dari diriku yang kekal. Disebabkan oleh keterikatan hidup, mereka berjuang keras untuk menghadapi 6 indria termasuk pikiran”.
Kata ”mama eva amsah” yang berarti percikan terkecilKu, mempunyai makna yang sangat penting. Seperti contoh, air yang diambil dari lautan dan dimasukan ke dalam gelas mempunyai sifat yang sama dengan seluruh air laut. Namun air yang di dalam gelas tidak akan mampu menghanyutkan desa, sedangkan ketika bencana sunami, air yang bersifat sama yang berada di lautan mampu menghancurkan berbagai tempat di berbagai negara. Meskipun air yang di dalam gelas sama dengan air laut, yaitu mempunyai rasa yang sama dan juga molekul yang sama, tetapi perbedaannya adalah jumlah dan kekuatan. Sama halnya, makhluk hidup yang merupakan percikan terkecil dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Visnu, maka mereka mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan yaitu sat, cid dan ananda ( kekal, penuh pengetahuan dan penuh kebahagiaan). Semua sifat ini dimiliki oleh para makhluk hidup dalam jumlah yang terbatas sedangkan Tuhan memiliki sifat tersebut dalam jumlah yang tidak terbatas. Perbedaan lainnya adalah sifat murni yang dimiliki oleh makhluk hidup sangat mudah diselubungi oleh khayalan sedangkan sifat Tuhan tidak pernah terselubungi. Dengan demikian, meskipun makhluk hidup penuh kebahagiaan, namun karena diselubungi oleh khayalan, makhluk hidup di dunia material ini berjuang keras untuk mencapai kebahagiaan dengan berbagai cara.
Jadi ini adalah salah satu pengertian dari kata TAT TVAM ASI, yang secara sederhana bisa diringkas sebagai berikut ”kamu para makhluk hidup mempunyai sifat yang sama dengan Dia (Tuhan). Jadi hubungan antara OMKARA dengan kalimat ”tat tvam asi” menjadi sangat jelas yaitu kalimat ini memberikan contoh bahwa Omkara itu adalah sama dengan makhluk hidup kalau dipandang dari kualitas sifat, namun berbeda dari segi kwantitas. Karena makhluk hidup mempunyai kesamaan dengan Tuhan, maka dengan menginsyafi dirinya melalui proses Yoga, seseorang akan mendapat contoh dan pengertian tentang Tuhan. Seperti halnya dengan mengerti unsur yang menyusun setetes air laut, kita sudah bisa dianggap mengerti seluruh air di lautan tetapi di dalam jumlah yang berbeda. Dengan mempelajari setetes air laut kita akan bisa membayangkan unsur yang sama yang ada di dalam lautan, namun memiliki kekuatan dan jumlah yang jauh lebih besar.
Uraian di atas merupakan pengertian pertama yang bisa diambil dari arti kata TAT TVAM ASI. Untuk mengerti sedikit lebih lanjut tentang pengertian kata ini, kita akan mengacu kepada sebuah komentar dari seorang acarya ( guru besar) pengajar Veda yang telah memperjuangkan dan mempertahankan Veda. Beliau mengajarkan Veda ke seluruh pelosok India pada jaman perkembangan paham kekosongan dari filsafat Budha di daerah India. Beliau adalah Sripad Ramanujacarya, seorang acarya yang hidup sekitar sembilan ratus tahun yang lalu. Berdasarkan Sripad Ramanujacarya, kata ”tat tvam asi” dapat diartikan sebagai berikut: ”tasya tvam asi”. Tasya berarti milik dia, jadi tasya tvam asi artinya ”kamu adalah milik Dia”. Bagaimana cara menganalisa pengertian ini, kita akan bahas sedikit berdasarkan tata bahasa Sansekerta sebagai berikut: Di dalam bahasa Sansekerta, ada istilah yang disebut dengan ”samasa” yaitu gabungan kata yang membentuk kalimat baru dan arti yang sama. Ketika beberapa kata di dalam kalimat digabungkan, maka masing-masing kata tersebut kembali ke suku kata dasarnya dan kata terakhir mengambil bentuk sesuai dengan peranan di dalam kalimat, apakah sebagai subjek, predikat atau objek. Di dalam kata TAT TVAM ASI, kata ’tat- tvam’ bisa dianggap sebagai suatu gabungan kata di dalam sebuah kalimat. Kalimat ini berasal dari kalimat ”tasya tvam”, kemudian ketika digabungkan, kata ”tasya” kembali ke kata dasarnya, yaitu ”tad”. Maka akan menjadi ”tad – tvam”. Kemudian berdasarkan aturan sandi, hurup ”d” yang diikuti oleh huruf ”t” akan berubah menjadi ”t”, maka kita menemukan kata ”tat tvam”. Untuk membentuk sebuah kalimat, maka kata-kata yang digabungkan harus memiliki kata kerja. Dengan demikian kata kerja ”as(a)” yang berarti ”adalah” ditambahkan di dalam kalimat tersebut. Karena tvam ( kamu ) adalah orang kedua tunggal, maka kata kerja ”as(a)”, berdasarkan aturan tata bahasa Sansekerta akan berubah menjadi ”asi”. Dengan demikian kita mendapatkan kata ”TAT TVAM ASI” yang artinya kamu adalah milikNya. Kalimat ”Kamu adalah milikNya” berarti, semua makhluk hidup merupakan milik kepribadian Tuhan Yang Maha Esa karena Tuhan adalah sumber segala sesuatu, dan segala seuatu berada di bawah kendali Beliau. Pernyataan ini juga ditemukan di dalam Bhagavad Gita sebagai berikut,
aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah
“Aku adalah sumber dari segala sesuatu baik alam material maupun alam rohani. Segala sesuatu berasal dari diriKu. Orang bijaksana yang mengetahui ini secara sempurna menekuni pengabdian suci bhakti dan menyembahKu dengan sepenuh hatinya”
Dengan demikian, ini merupakan tugas dari semua makhluk hidup, khususnya umat manusia untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Singkat kata, arti kedua yang bisa diambil dari kata tat tvam asi adalah sebagai berikut, kita semua sebagai makhluk hidup merupakan milik Tuhan yang berkewajiban untuk menyembah Beliau. Jadi hubungan kalimat tat tvam asi dengan omkara sangat erat sekali.
Pengertian yang lain dari kalimat tat tvam asi adalah berhubungan dengan ”JIVA”, yang nantinya akan menghubungkan kita dengan hukum karma phala. ”Kamu adalah dia” dan ”dia adalah kamu” bisa juga diartikan bahwa kita, para jiva, yang merupakan percikan terkecil dari Tuhan, atau dengan kata lain sebagai anak anak Tuhan, mempunyai sifat dan hak yang sama antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, ketika kita melakukan suatu karma atau aktivitas, itu akan selalu berhubungan dengan makhluk lain. Contohnya adalah ketika kita melakukan kegiatan yang saleh terhadap orang lain, seperti memberi sedekah. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, dengan demikian, sekarang dia (salah satu roh) menerima sedekah dari kamu (yang juga merupakan sang roh), maka suatu hari dia mesti dan pasti akan memberi sedekah kepadamu. Itu merupakan hukum alam. Sama halnya sekarang kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang, karena sang roh diuraikan berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meninggal di dalam proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha dehe kaumaram yauvanam jara” , maka suatu hari nanti waktu akan mengatur dimana dia akan mendapat badan manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat itu, giliran dia yang akan membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di dalam bentuk hukum alam. Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil dari segi sosial seperti contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, maka kita harus berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Kalimat tat tvam asi dalam arti ini sangat berhubungan erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana seharusnya kita, sebagai makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita yaitu alam beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu kita semestinya memelihara ciptaan Tuhan seperti kita memelihara diri kita sendiri.
Kalau kita kupas dengan teliti di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang sejati, yang telah menerima ajaran yang sama dari gurunya, Veda akan memberikan kita pengetahuan yang tidak terbatas dan sangat mulia, yang akan menggiring kita untuk hidup sebagai masyarakat yang beradab. Tat tvam asi hanya salah satu dari ajaran kitab Veda dan pengertian ini hanya beberapa pengertian yang sanggup kami ulas. Masih banyak lagi ajaran mulia yang tersimpan dalam sebuah kalimat tat twam asi, yang masih perlu untuk digali dan disebarluaskan kepada masyarakat umum di muka bumi ini, sehingga kita semua mendapatkan manfaat dari ajaran tersebut. Tentu saja untuk menggali arti kalimat di dalam sastra, hendaknya kita tidak menyimpang dari ajaran utama sastra tersebut. Apabila sebuah kalimat yang sangat sederhana dari kitab suci Veda mempunyai makna yang sangat luas, maka dapat dibayangkan jika kita bekerja sama dan saling mendukung untuk menggali dan menerapkan ajaran tersebut, tidak dapat diragukan lagi kemakmuran akan menanti di seluruh muka bumi ini.
OM TAT SAT
Om namo bhagavate väsudeväya
Pelayan dari pelayan-pelayan Tuhan
Däsa Bhagiratha
bahasa sansekerta dan bahasa jawa kuna
Bahasa Sanskerta secara genealogis termasuk dalam rumpun Bahasa Indo Eropa.
Rumpun Bahasa Indo Eropa terdiri atas cabang-cabang Bahasa Jerman, Armenia,Baltik, Slavia, Roman, Keltik, Gaulis dan Indo Iranika.
Cabang keluarga Bahasa Indo Eropa di Asia yang terbesar adalah kelompok Indo Iranika. Kelompok ini terdiri dari dua subkelompok yaitu Iranika dan Indika ( Indo Arya ).
Subkelompok Bahasa Indo Arya dalam perkembangannya secra umum terbagi mejadi tiga periode yaitu, periode kuna (Old Indo Aryan) sekitar + 1500 SM, periode pertengahan (Middle Indo Aryan) sekitar + 500 SM dan terakhir adalah periode modern (Modern Indo Aryan) sekitar + 1000 M. pembagian antar periode tersebut hanya berrsifat perkiraan, sebab keberadaan antar periode pada kenyataannya saling tumpang tindih, bahkan penggunaan bahasa dari periode yang lebih tua tetap dipakai pada periode yang lebih muda.
Fase awal dari periode kuna (Old Indo Aryan) terwakili oleh bahasa yang digunakan dalam teks Weda. Weda yang tertua adalah Rig Weda yang merupakan kumpulan mantra-mantra religius. Teks ini diperkirakan berasal dari milenium kedua sebelum masehi. Teks-teks Weda lainnya yang juga berasal dari fase ini antara lain Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda. Tradisi Weda pada tahap selanjutnya menghasilkan karya sastra berbentuk prosa seperti Brahmana dan Upanishad.
Bahasa yang dipakai di dalam teks-teks Weda merupakan bahasa kesastraan yang dipakai oleh para pendeta. Bahasa ini dikenal sebagai vaidiki bhasa. Selain itu di luar kesastraan Weda dikenal Laukiki bhasa yakni bahasa yang dipakai rakyat kebanyakan. Bahasa masyarakat kebanyakan ini kemudian diperbaiki dan ditata menurut aturan tata bahasa sehingga bebas dari kata-kata keliru yang biasa muncul.
Sehingga juga disebuat sebagai samskerta yakni sesuatu yang sudah diperbaiki atau dibersihkan. Penamaan dengan istilah bahasa Sanskerta merupakan penamaan yang tidak didasarkan asal bangsa pemakainya atau letak geografisnya.
Ahli tatabahasa yang terkenal dalam upaya pemurnian kembali bahasa dengan aturan tata bahasa adalah Panini (+ 400 SM). Melalui karyanya yang berjudul Astadhyayi, Bahasa Sanskerta menjadi dibakukan dan berkembang sejalan dengan peraturan tatabahasa yang telah ia buat. Dengan adanya aturan tatabahasa yang dibuat Panini tersebut, akibatnya muncul istilah prakrita bahasa umum, sederhana”. Bahasa Prakrit merupakan dialek umum yang berkembang secara alami. Karya Panini ini selanjutnya disempunakan olek Katyayana (+ 300 SM) dan Patanjali (+ 200 SM).
Karya Panini ini dapat dianggap sebagai usaha yang menstabilkan tatabahasa Sanskerta dari karya-karya ahli tatabahasa sebelumnya seperti Yaska dalam Nirukta dari abad V SM. Panini dalam upaya standarisasi Bahasa Sanskerta diyakini menggunakan lingua franca dari daerah barat laut yang digunakan kaum agamawan dan kemudian dipakai pula dalam bahasa pemerintahan. Bahasa Sanskerta mulai dipakai sebagai bahasa ketatetapan resmi yakni pada masa dinasti Śaka dari daerah Ujjayinī ( 150 M ).
Pengaruh India diindikasikan mulai menyebar di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia antara abad II hingga III Masehi. Penyebaran ini diperkirakan melalui perdagangan laut. Kurun waktu tersebut bersamaan dengan dikenalnya teknologi transportasi laut, akibatnya pengaruh India mulai menyebar di wilayah persinggahannya yang kemudian menjadi dasar pokok dalam pendirian kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah Asia Tenggara. Pengaruh India yang berupa ajaran agama Hindu-Budha masuk ke wilayah Indonesia bagian barat diperkirakan dibawa oleh guru-guru agama atau penduduk asli yang kembali ke negeri aslanya setelah lama bermukim di India. Para guru agama dan kaum terpelajar tersebut diperkirakan sebagai orang-orang yang mengenalkan Bahasa Sanskerta ke dalam rumpun Bahasa Austronesia yang termasuk di dalamnya Bahasa Jawa Kuna.
Rumpun Bahasa Austronesia yang juga disebut sebagai Melayu Polinesia mencakup bahasa-bahasa di wilayah Indonesia, Melanesia dan Polinesia. Penutur bahasa-bahasa Austronesia tersebar luas mulai dari sebelah barat yaitu Pulau Madagaskar hingga ke sebelah timur yaitu Pulau Paskah, serta di sebalah utara yaitu Pulau Formosa hingga ke selatan mencapai New Zealand. Hanya terdapat dua perkecualian kecil yaitu orang asli di Malaysia pedalaman yang menuturkan bahasa-bahasa rumpun Austroasia dan beberapa suku di Indonesia bagian timur yang menuturkan bahasa-bahasa Papua.
Rumpun Bahasa Austronesia mencakup bahasa-bahasa yang masih digunakan maupun bahasa yang telah punah. Bahasa-bahasa yang telah punah tersebut biasanya meninggalkan bukti tertulis yang menunjukkan tingginya peradaban di masanya. Bahasa-bahasa tersebut antara lain Bahasa Cham dan Bahasa Jawa Kuna yang keduanya termasuk dalam subkelompok Bahasa Melayu Polinesia Barat. Bahasa-bahasa yang digunakan pada kebudayaan kuna tersebut, di dalam studi perkembangan bahasa hanya disebut sebagai old language bukan sebagai bahasa awal ( proto language ).
Bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu bentuk perkembangan dari Bahasa Proto Malayo Javanic yang merupakan bahasa yang dipakai oleh masyarakat bahasa di Jawa pada masanya. Keberadaan Bahasa Jawa Kuna, di kawasan Pulau Jawa pada khususnya serta di kawasan Asia Tenggara pada umumnya, pada abad VI Masehi keberadaannya pernah dideskripsikan oleh sumber Cina yakni dengan penyebutan Kun Lun.
Istilah Kun Lun digunakan untuk menyebut bahasa yang dipakai penduduk di daerah Sumatra, Jawa dan juga Campa. Hal ini dapat disebabkan karena bahasa-bahasa di berbagai daerah tersebut terdengar sebagai bahasa yang sama oleh para musafir Cina, selain itu bahasa-bahasa tersebut secara linguistis memang serumpun yang di dalamnya banyak dijumpai istilah-istilah dari Bahasa Sanskerta.
Berbeda dengan kemunculan dan perkembangan Bahasa Sanskerta yang dapat ditelusuri kembali dari masa yang paling tua melalui teks-teks Weda, Bahasa Jawa Kuna dalam kemunculannya dapat dikatakan muncul dengan tiba-tiba yakni dari suatu masa tanpa tinggalan tertulis tiba-tiba muncul tinggalan tertulis yang telah memiliki ciri-ciri perkembangan lebih lanjut sebagai satu bahasa Nusantara. Hal ini dipahami bila hanya didasarkan atas temuan prasasti berbahasa Jawa Kuna yang paling tua yaitu, Prasasti Sukabumi (804 M). Meskipun demikian, tidak berarti di Pulau Jawa sebelum tahun tersebut belum terdapat budaya tulis, tetapi tahun tersebut hanya merupakan titik awal ditemukannya prasasti berbahasa Jawa Kuna.
Pada masa yang lebih tua dari angka tahun Prasasti Sukabumi di Pulau Jawa sebenarnya telah terdapat tinggalan tertulis tetapi menggunakan Bahasa Sanskerta (kurun waktu 732 M hingga 792 M) dan Bahasa Melayu Kuna (792 M). Dari prasasti-prasasti tersebut menunjukkan bahwa di Pulau Jawa pada kurun waktu abad XIII hingga IX Masehi, terdapat tiga bahasa yang hidup dan dikenal oleh masyarakat. Bahasa Jawa Kuna untuk pertama kali ditemukan dalam prasasti berangka tahun 804 M, hal ini tentu tidak dapat dipungkiri bahwa sebelumnya pasti terdapat budaya tulis yang menggunakan Bahasa Jawa Kuna dengan media yang tidak awet seperti kulit kayu, kulit binatang atau pada daun.
SUMBER :
Rumpun Bahasa Indo Eropa terdiri atas cabang-cabang Bahasa Jerman, Armenia,Baltik, Slavia, Roman, Keltik, Gaulis dan Indo Iranika.
Cabang keluarga Bahasa Indo Eropa di Asia yang terbesar adalah kelompok Indo Iranika. Kelompok ini terdiri dari dua subkelompok yaitu Iranika dan Indika ( Indo Arya ).
Subkelompok Bahasa Indo Arya dalam perkembangannya secra umum terbagi mejadi tiga periode yaitu, periode kuna (Old Indo Aryan) sekitar + 1500 SM, periode pertengahan (Middle Indo Aryan) sekitar + 500 SM dan terakhir adalah periode modern (Modern Indo Aryan) sekitar + 1000 M. pembagian antar periode tersebut hanya berrsifat perkiraan, sebab keberadaan antar periode pada kenyataannya saling tumpang tindih, bahkan penggunaan bahasa dari periode yang lebih tua tetap dipakai pada periode yang lebih muda.
Fase awal dari periode kuna (Old Indo Aryan) terwakili oleh bahasa yang digunakan dalam teks Weda. Weda yang tertua adalah Rig Weda yang merupakan kumpulan mantra-mantra religius. Teks ini diperkirakan berasal dari milenium kedua sebelum masehi. Teks-teks Weda lainnya yang juga berasal dari fase ini antara lain Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda. Tradisi Weda pada tahap selanjutnya menghasilkan karya sastra berbentuk prosa seperti Brahmana dan Upanishad.
Bahasa yang dipakai di dalam teks-teks Weda merupakan bahasa kesastraan yang dipakai oleh para pendeta. Bahasa ini dikenal sebagai vaidiki bhasa. Selain itu di luar kesastraan Weda dikenal Laukiki bhasa yakni bahasa yang dipakai rakyat kebanyakan. Bahasa masyarakat kebanyakan ini kemudian diperbaiki dan ditata menurut aturan tata bahasa sehingga bebas dari kata-kata keliru yang biasa muncul.
Sehingga juga disebuat sebagai samskerta yakni sesuatu yang sudah diperbaiki atau dibersihkan. Penamaan dengan istilah bahasa Sanskerta merupakan penamaan yang tidak didasarkan asal bangsa pemakainya atau letak geografisnya.
Ahli tatabahasa yang terkenal dalam upaya pemurnian kembali bahasa dengan aturan tata bahasa adalah Panini (+ 400 SM). Melalui karyanya yang berjudul Astadhyayi, Bahasa Sanskerta menjadi dibakukan dan berkembang sejalan dengan peraturan tatabahasa yang telah ia buat. Dengan adanya aturan tatabahasa yang dibuat Panini tersebut, akibatnya muncul istilah prakrita bahasa umum, sederhana”. Bahasa Prakrit merupakan dialek umum yang berkembang secara alami. Karya Panini ini selanjutnya disempunakan olek Katyayana (+ 300 SM) dan Patanjali (+ 200 SM).
Karya Panini ini dapat dianggap sebagai usaha yang menstabilkan tatabahasa Sanskerta dari karya-karya ahli tatabahasa sebelumnya seperti Yaska dalam Nirukta dari abad V SM. Panini dalam upaya standarisasi Bahasa Sanskerta diyakini menggunakan lingua franca dari daerah barat laut yang digunakan kaum agamawan dan kemudian dipakai pula dalam bahasa pemerintahan. Bahasa Sanskerta mulai dipakai sebagai bahasa ketatetapan resmi yakni pada masa dinasti Śaka dari daerah Ujjayinī ( 150 M ).
Pengaruh India diindikasikan mulai menyebar di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia antara abad II hingga III Masehi. Penyebaran ini diperkirakan melalui perdagangan laut. Kurun waktu tersebut bersamaan dengan dikenalnya teknologi transportasi laut, akibatnya pengaruh India mulai menyebar di wilayah persinggahannya yang kemudian menjadi dasar pokok dalam pendirian kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah Asia Tenggara. Pengaruh India yang berupa ajaran agama Hindu-Budha masuk ke wilayah Indonesia bagian barat diperkirakan dibawa oleh guru-guru agama atau penduduk asli yang kembali ke negeri aslanya setelah lama bermukim di India. Para guru agama dan kaum terpelajar tersebut diperkirakan sebagai orang-orang yang mengenalkan Bahasa Sanskerta ke dalam rumpun Bahasa Austronesia yang termasuk di dalamnya Bahasa Jawa Kuna.
Rumpun Bahasa Austronesia yang juga disebut sebagai Melayu Polinesia mencakup bahasa-bahasa di wilayah Indonesia, Melanesia dan Polinesia. Penutur bahasa-bahasa Austronesia tersebar luas mulai dari sebelah barat yaitu Pulau Madagaskar hingga ke sebelah timur yaitu Pulau Paskah, serta di sebalah utara yaitu Pulau Formosa hingga ke selatan mencapai New Zealand. Hanya terdapat dua perkecualian kecil yaitu orang asli di Malaysia pedalaman yang menuturkan bahasa-bahasa rumpun Austroasia dan beberapa suku di Indonesia bagian timur yang menuturkan bahasa-bahasa Papua.
Rumpun Bahasa Austronesia mencakup bahasa-bahasa yang masih digunakan maupun bahasa yang telah punah. Bahasa-bahasa yang telah punah tersebut biasanya meninggalkan bukti tertulis yang menunjukkan tingginya peradaban di masanya. Bahasa-bahasa tersebut antara lain Bahasa Cham dan Bahasa Jawa Kuna yang keduanya termasuk dalam subkelompok Bahasa Melayu Polinesia Barat. Bahasa-bahasa yang digunakan pada kebudayaan kuna tersebut, di dalam studi perkembangan bahasa hanya disebut sebagai old language bukan sebagai bahasa awal ( proto language ).
Bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu bentuk perkembangan dari Bahasa Proto Malayo Javanic yang merupakan bahasa yang dipakai oleh masyarakat bahasa di Jawa pada masanya. Keberadaan Bahasa Jawa Kuna, di kawasan Pulau Jawa pada khususnya serta di kawasan Asia Tenggara pada umumnya, pada abad VI Masehi keberadaannya pernah dideskripsikan oleh sumber Cina yakni dengan penyebutan Kun Lun.
Istilah Kun Lun digunakan untuk menyebut bahasa yang dipakai penduduk di daerah Sumatra, Jawa dan juga Campa. Hal ini dapat disebabkan karena bahasa-bahasa di berbagai daerah tersebut terdengar sebagai bahasa yang sama oleh para musafir Cina, selain itu bahasa-bahasa tersebut secara linguistis memang serumpun yang di dalamnya banyak dijumpai istilah-istilah dari Bahasa Sanskerta.
Berbeda dengan kemunculan dan perkembangan Bahasa Sanskerta yang dapat ditelusuri kembali dari masa yang paling tua melalui teks-teks Weda, Bahasa Jawa Kuna dalam kemunculannya dapat dikatakan muncul dengan tiba-tiba yakni dari suatu masa tanpa tinggalan tertulis tiba-tiba muncul tinggalan tertulis yang telah memiliki ciri-ciri perkembangan lebih lanjut sebagai satu bahasa Nusantara. Hal ini dipahami bila hanya didasarkan atas temuan prasasti berbahasa Jawa Kuna yang paling tua yaitu, Prasasti Sukabumi (804 M). Meskipun demikian, tidak berarti di Pulau Jawa sebelum tahun tersebut belum terdapat budaya tulis, tetapi tahun tersebut hanya merupakan titik awal ditemukannya prasasti berbahasa Jawa Kuna.
Pada masa yang lebih tua dari angka tahun Prasasti Sukabumi di Pulau Jawa sebenarnya telah terdapat tinggalan tertulis tetapi menggunakan Bahasa Sanskerta (kurun waktu 732 M hingga 792 M) dan Bahasa Melayu Kuna (792 M). Dari prasasti-prasasti tersebut menunjukkan bahwa di Pulau Jawa pada kurun waktu abad XIII hingga IX Masehi, terdapat tiga bahasa yang hidup dan dikenal oleh masyarakat. Bahasa Jawa Kuna untuk pertama kali ditemukan dalam prasasti berangka tahun 804 M, hal ini tentu tidak dapat dipungkiri bahwa sebelumnya pasti terdapat budaya tulis yang menggunakan Bahasa Jawa Kuna dengan media yang tidak awet seperti kulit kayu, kulit binatang atau pada daun.
SUMBER :
- Keraf, Gorys, 1995, Lingusitik Bandingan Historis, Jakarta : Penerbit PT. Gramedia.
- Bloomfield, Leonard, Language, diindonesiakan oleh I.Sutikno, 1995, Bahasa,
- Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
- Embree, Ainslie T. (ed. ), 1988, Encyclopaedia of Asian History, volume 2, Charles
- Scribner’s Sons.
Sansekerta Dasar
Beberapa hari yang lalu, ada temen yang minta saya menulis tentang bahasa Sansekerta. Nah, berhubung ini merupakan salah satu bahasa yang tersusah menurut saya, jadi pelan-pelan dah jelasin, lumayan juga buat ingat-ingat.
Bahasa Sansekerta ini merupakan bahasa liturgi Hindu, merupakan bahasa induk dari bahasa-bahasa yang di India Utara. Di Indonesia masih banyak kita temukan kosakata maupun slogan-slogan yang sangat Sansekerta sekali, misal pancacita (slogan provinsi D.I. Aceh), jalesveva jayamahe (slogan TNI AU), dll. Nah, kosakata yang ada dalam bahasa ini juga banyak yang mirip dengan bahasa Latin, karena memang serumpun, misal: Pitṛ (ayah), Bhrātṛ (abang), Mātṛ (ibu).
Nah, kali ini saya akan bahas bagian deklinasi dari Bahasa Sansekerta. Apa sih deklinasi? Jadi deklinasi ini istilah khusus untuk menyebutkan perubahan yang terjadi pada kata benda (nomina), kata sifat (ajektiva), kata ganti (pronomina), kata sifat. *Untuk kata kerja (verba) biasa disebut konjugasi* Di bawah ini saya sudah membuat tentang penjelasan deklinasi dalam bahasa Inggris
Egg dan eggs, nah egg merupakan akar katanya, ketika dideklinasikan ke dalam bentuk jamak maka akan menjadi eggs, ingat kan kalau untuk menjamakkan kata benda dalam bahasa Inggris yang paling umum adalah dengan menambahkan -s/-es
Nah itu adalah salah satu bentuk deklinasi, jadi kalau di dalam bahasa Sansekerta itu agak sedikit rumit. Deklinasinya ada 3, yaitu berdasarkan jenis kelamin (maskulin, feminin dan netral), kejamakkan (tunggal, jamak dan dualis) serta kasus. Di antara ketiganya yang paling perlu dihapal adalah kasusnya. Untuk memudahkan penjelasan saya juga sudah buat contoh di bawah:
Kāma: Cinta (Maskulin)
Tunggal | Jamak | Dualis | |
Nominatif | Kāmas | Kāmās | Kāmau |
Akkusatif | Kāmam | Kāmān | Kāmau |
Instrumentalis | Kāmena | Kāmais | Kāmābhyam |
Datif | Kāmāya | Kāmebhyas | Kāmābhyam |
Ablatif | Kāmāt | Kāmebhyas | Kāmābhyam |
Genitif | Kāmasya | Kāmānām | Kāmayos |
Lokatif | Kāme | Kāmeṣu | Kāmayos |
Vokatif | Kāma | Kāmās | Kāmau |
Dari tabel di atas mungkin buat orang yang belajar bahasa Rusia, Jerman pasti sudah agak sedikit nggeh. Jadi, misal kata Kāma (cinta) masuk dalam jenis maskulin, nah ketika mau dibuat bentuk tunggal sebagai subjek maka akan menjadi Kāmas karena subjek itu harus dikenakan kasus nominatif. Agak ribet ya, untuk kasusnya coba dibaca dibagian istilah ya.
Deklinasi Kata Benda dan Kasus
Untuk penjelaskan singkatnya nih di bawah ada
Sang Ibu membeli buku untuk anaknya dari uang jualannya dengan jalan kaki saat matahari tenggelam.
Sang: Vokatif
Ibu : Nominatif
Buku: akkusatif
Untuk anak: datif
Dari uang jualan: ablatif
Dengan jalan kaki : instrumentalis
Saat matahari tenggelam: lokatif
-nya: genitif
Bahasa Sanskerta (ejaan tidak baku: "Sansekerta") adalah salah satu bahasa Indo-Eropa paling tua yang masih dikenal dan sejarahnya termasuk yang terpanjang. Bahasa yang bisa menandingi 'usia' bahasa ini dari rumpun bahasa Indo-Eropa hanya bahasa Hitit. Kata Sanskerta, dalam bahasa Sanskerta Saṃskṛtabhāsa artinya adalah bahasa yang sempurna. Maksudnya, lawan dari bahasa Prakerta, atau bahasa rakyat.
Bahasa Sanskerta merupakan sebuah bahasa klasik India, sebuah bahasa liturgis dalam agama Hindu, Buddhisme, dan Jainisme dan salah satu dari 23 bahasa resmi India. Bahasa ini juga memiliki status yang sama di Nepal.
Posisinya dalam kebudayaan Asia Selatan dan Asia Tenggara mirip dengan posisi bahasa Latin dan Yunani di Eropa. Bahasa Sanskerta berkembang menjadi banyak bahasa-bahasa modern di anakbenua India. Bahasa ini muncul dalam bentuk pra-klasik sebagai bahasa Weda. Yang terkandung dalam kitab Rgweda merupakan fase yang tertua dan paling arkhais. Teks ini ditarikhkan berasal dari kurang lebih 1700 SM dan bahasa Sanskerta Weda adalah bahasa Indo-Arya yang paling tua ditemui dan salah satu anggota rumpun bahasa Indo-Eropa yang tertua.
Khazanah sastra Sanskerta mencakup puisi yang memiliki sebuah tradisi yang kaya, drama dan juga teks-teks ilmiah, teknis, falsafi, dan agamis. Saat ini bahasa Sansekerta masih tetap dipakai secara luas sebagai sebuah bahasa seremonial pada upacara-upacara Hindu dalam bentuk stotra dan mantra. Bahasa Sanskerta yang diucapkan masih dipakai pada beberapa lembaga tradisional di India dan bahkan ada beberapa usaha untuk menghidupkan kembali bahasa Sanskerta.
Yang akan dibicarakan di artikel ini adalah bahasa Sanskerta Klasik seperti diulas pada tatabahasa Sansekerta karangan Panini, pada sekitar tahun 500 SM.
Sejarah
Kata sifat saṃskṛta- berarti "berbudaya". Bahasa yang dirujuk sebagai saṃskṛtā vāk "bahasa yang berbudaya" secara definisi sudah selalu merupakan bahasa yang "tinggi", dipakai untuk keperluan agama dan keperluan ilmiah serta bertentangan dengan bahasa yang dipakai oleh rakyat jelata. Bahasa ini juga disebut deva-bhāṣā yang artinya adalah "bahasa Dewata". Tata bahasa Sanskerta tertua yang masih lestari ialah karangan Pāṇini dan berjudulkan Aṣṭādhyāyī ("Tata Bahasa Delapan Bab") yang kurang lebih ditarikh berasal dari abad ke-5 SM. Tata bahasa ini terutama merupakan tata bahasa normatif atau preskriptif yang terutama mengatur cara pemakaian yang baku dan bukan deskriptif, meski tata bahasa ini juga memuat bagian-bagian deskriptif terutama mengenai bentuk-bentuk Weda yang sudah tidak dipakai lagi pada zaman Panini.
Bahasa Sanskerta termasuk cabang Indo-Arya dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bersama dengan bahasaIran, bahasa Sanskerta termasuk rumpun bahasa Indo-Iran dan dengan ini bagian dari kelompok Satembahasa-bahasa Indo-Eropa, yang juga mencakup cabang Balto-Slavik.
Ketika istilah bahasa Sanskerta muncul di India, bahasa ini tidaklah dipandang sebagai sebuah bahasa yang berbeda dari bahasa-bahasa lainnya, namun terutama sebagai bentuk halus atau berbudaya dalam berbicara. Pengetahuan akan bahasa Sanskerta merupakan sebuah penanda kelas sosial dan bahasa ini terutama diajarkan kepada anggota kasta-kasta tinggi, melalui analisis saksama para tatabahasawan Sanskerta seperti Pāṇini. Bahasa Sanskerta sebagai bahasa terpelajar di India berada di samping bahasa-bahasa Prakreta yang merupakan bahasa rakyat dan akhirnya berkembang menjadi bahasa-bahasa Indo-Arya modern (bahasa Hindi, bahasa Assam, bahasa Urdu, Bengali dan seterusnya). Kebanyakan bahasa Dravida dari India, meski merupakan bagian rumpun bahasa yang berbeda, mereka sangat dipengaruhi bahasa Sanskerta, terutama dalam bentuk kata-kata pinjaman. Bahasa Kannada, Telugu dan Malayalam memiliki jumlah kata pungut yang terbesar sementara bahasa Tamil memiliki yang terendah. Pengaruh bahasa Sanskerta pada bahasa-bahasa ini dikenali dengan wacana Tat Sama ("sama") dan Tat Bhava ("berakar"). Sementara itu bahasa Sanskerta sendiri juga mendapatkan pengaruh substratum bahasa Dravida sejak masa sangat awal.
- Bahasa Weda
Bahasa Sanskerta Weda atau disingkat sebagai bahasa Weda adalah bahasa yang dipergunakan di dalam kitab suci Weda, teks-teks suci awal dari India. Teks Weda yang paling awal yaitu Ṛgweda, diperkirakan ditulis pada milennium ke-2 SM, dan penggunaan bahasa Weda dilaksanakan sampai kurang lebih tahun 500 SM, ketika bahasa Sanskerta Klasik yang dikodifikasikan Panini mulai muncul.
Bentuk Weda dari bahasa Sanskerta adalah sebuah turunan dekat bahasa Proto-Indo-Iran, dan masih lumayan mirip (dengan selisih kurang lebih 1.500 tahun) dari bahasa Proto-Indo-Europa, bentuk bahasa yang direkonstruksi dari semua bahasa Indo-Eropa. Bahasa Weda adalah bahasa tertua yang masih diketemukan dari cabang bahasa Indo-Iran dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini masih sangat dekat dengan bahasa Avesta, bahasa suci agama Zoroastrianisme. Kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa yang lebih mutakhir dari Eropa seperti bahasa Yunani, bahasa Latin dan bahasa Inggris bisa dilihat dalam kata-kata berikut: Ing. mother /Skt. मतृ matṛ atau Ing. father /Skt. पितृ pitṛ.
- Penelitian oleh bangsa Eropa
Penelitian bahasa Sanskerta oleh bangsa Eropa dimulai oleh Heinrich Roth (1620–1668) dan Johann Ernst Hanxleden (1681–1731), dan dilanjutkan dengan proposal rumpun bahasa Indo-Eropa oleh Sir William Jones. Hal ini memainkan peranan penting pada perkembangan ilmu perbandingan bahasa di Dunia Barat.
Sir William Jones, pada kesempatan berceramah kepada Asiatick Society of Bengal di Calcutta, 2 Februari 1786, berkata: “ "The Sanskrit language whatever be its antiquity, is of a wonderful structure; more perfect than the Greek, more copious than the Latin, and more exquisitely refined than either, yet bearing to both of them a stronger affinity, both in the roots of verbs and in the forms of grammar, than could possibly have been produced by accident; so strong, indeed, that no philologer could examine them all three, without believing them to have sprung from some common source, which, perhaps, no longer exists." ” “ "Bahasa Sanskerta, bagaimanapun kekunaannya, memiliki struktur yang menakjubkan; lebih sempurna daripada bahasa Yunani, lebih luas daripada bahasa Latin dan lebih halus dan berbudaya daripada keduanya, namun memiliki keterkaitan yang lebih erat pada keduanya, baik dalam bentuk akar kata-kata kerja maupun bentuk tata bahasa, yang tak mungkin terjadi hanya secara kebetulan; sangat eratlah keterkaitan ini, sehingga tak ada seorang ahli bahasa yang bisa meneliti ketiganya, tanpa percaya bahwa mereka muncul dari sumber yang sama, yang kemungkinan sudah tidak ada." ”
Memang ilmu linguistik (bersama dengan fonologi, dsb.) pertama kali muncul di antara para tatabahasawan India kuna yang berusaha menetapkan hukum-hukum bahasa Sanskerta. Ilmu linguistik modern banyak berhutang kepada mereka dan saat ini banyak istilah-istilah kunci seperti bahuvrihi dan suarabakti diambil dari bahasa Sanskerta.
- Beberapa ciri-ciri
- Kasus
Salah satu ciri-ciri utama bahasa Sanskerta ialah adanya kasus dalam bahasa ini, yang berjumlah 8. Dalam bahasa Latin yang masih serumpun hanya ada 5 kasus. Selain itu ada tiga jenis kelamin dalam bahasa Sanskerta, maskulin, feminin dan netral dan tiga modus jumlah, singular, dualis dan jamak:
- kasus nominatif
- kasus vokatif
- kasus akusatif
- kasus instrumentalis
- kasus datif
- kasus ablatif
- kasus genetif
- kasus lokatif
Contoh tulisan Sansekerta.
Di bawah ini disajikan sebuah contoh semua kasus sebuah kata maskulin singular deva (Dewa, Tuhan atau Raja).
Singular:
- nom. devas arti: "Dewa"
- vok. (he) deva arti: "Wahai Dewa"
- ak. devam arti: "ke Dewa" dsb.
- inst. devena arti: "dengan Dewa" dsb.
- dat. devāya arti: "kepada Dewa"
- ab. devāt arti: "dari Dewa"
- gen. devasya arti: "milik Dewa"
- lok. deve arti: "di Dewa"
Dualis:
- nva devau
- ida devābhyām
- gl devayos
Jamak:
- nv devās
- a devān
- i devais
- da devebhyas
- g devānām
- l deveṣu
Lalu di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel.
Skema dasar tasrifan (deklensi) sufiks untuk kata-kata benda dan sifat
Skema dasar tasrifan bahasa Sanskerta untuk kata-kata benda dan sifat disajikan di bawah ini. Skema ini berlaku untuk sebagian besar kata-kata
Pokok-a
Pokok-a (/ə/ or /ɑː/) mencakup kelas akhiran kata benda yang terbesar. Biasanya kata-kata yang berakhir dengan -a pendek berkelamin maskulin atau netral. Kata-kata benda yang berakhirkan -a panjang (/ɑː/) hampir selalu feminin. Kelas ini sangatlah besar karena juga mencakup akhiran -o dari bahasa proto-Indo-Eropa.
Hukum sandhi
Selain itu dalam bahasa Sanskerta didapatkan apa yang disebut hukum sandhi, sebuah fenomena fonetik di mana dua bunyi berbeda yang berdekatan bisa berasimilasi.
Pembentukan kata majemuk
Kata-kata majemuk dalam bahasa Sanskerta sangat banyak digunakan, terutama menyangkut kata-kata benda. Kata-kata ini bisa menjadi sangat panjang (lebih dari 10 kata). Nominal majemuk terjadi dengan beberapa bentuk, namun secara morfologis mereka sejatinya sama. Setiap kata benda (atau kata sifat) terdapat dalam bentuk akarnya (bentuk lemah), dengan unsur terakhir saja yang ditasrifkan sesuai kasusnya. Beberapa contoh kata benda atau nominal majemuk termasuk kategori-kategori yang diperikan di bawah ini.
- Avyayibhāva
- Tatpuruṣa
- Karmadhāraya
- Dvigu
- Dvandva
- Bahuvrīhi
tahukah kalian bahwa kalau bahasa klasik sansekerta sama bahasa Eropa adalah bahasa serumpun? Bahasa Indo-Eropa Bahasa Indo Eropa adalah rumpun Bahasa terbesar dan hampir sebagian besar negara di dunia menggunakan bahasa Indo-Eropa sebagai bahasa Official-nya, termasuk negara-negara besar seperti Amerika, India, Iran, Rusia, dan lain-lain. Bahasa dari rumpun Indo-Eropa dituturkan hampir lebih dari 3 Miliar jumlah penutur asli, dari Inggris sampai ke India, total berjumlah 447 bahasa, dengan bahasa Hindi, bahasa Spanyol, dan bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling banyak penuturnya. Dalam hal budaya Klasik, Ilmu Pengetahuan, serta dalam hal Religi, Bahasa Indo-Eropa berperan besar baik bagi dunia barat maupun dunia timur, baik itu di masa lalu maupun di masa sekarang. Dalam dunia barat, Bahasa Yunani dan Latin digunakan sebagai bahasa Klasik agama Kristen dan Katholik, serta dalam hal ilmu pengetahuan, terutama Biologi, bahasa latin berperan sangat besar. Sementara di dunia timur, Bahasa Sansekerta berperan sangat besar dalam pembelajaran agama-agama besar seperti agama Hindu dan agama Buddha. di dalam agama Buddha sendiri, bahasa yang digunakan sebagai pembelajaran bukan hanya dengan bahasa Sansekerta, tetapi juga dengan menggunakan bahasa Pali yang juga bahasa Indo-Eropa turunan dari bahasa Sansekerta. Di timur tengah pun, seperti Iran, bahasa Persia Kuno, juga berperan dalam pembelajaran agama Zoroastrian, agama asli orang Iran/Persia sebelum masuknya agama Islam. Bahkan sampai sekarang beberapa bahasa Indo-Eropa seperti bahasa Inggris berperan penting sebagai bahasa internasional. Berikut gambar peta negara yang memakai bahasa Indo-Eropa sebagai bahasa Official. Warna hijau tua menunjukkan negara dengan mayoritas penduduk berbahasa Indo-Eropa Warna hijau muda menunjukkan negara dengan bahasa Indo-Eropa sebagai bahasa minoritas Sejarah pembelajaran bahasa Indo-Eropa Sejak zaman Socrates (469-399 BC), orang-orang Yunani kuno sudah mengetahui bahwa bahasa mereka sudah berubah jauh dari bahasa leluhur mereka sejak zaman Homer (sekitar 730 BC). Dan orang-orang Roma juga menyadari kemiripan bahasa mereka dengan bahasa orang Yunani, sementara di India, Pānini telah mendeskripsikan seluk beluk tata bahasa sansekerta. Di barat, sebagian besar orang Eropa masih mengira bahwa bahasa mereka adalah turunan dari bahasa Yahudi sejak zaman santo Agustinus, dan ada satu pelajar bernama Joseph Scaliger (1540-1609) yang menantang bahwa bahasa orang Eropa, seperti bahasa turunan Latin, bahasa Jermanik, bahasa Slavik, dan bahasa Yunani bukan bahasa turunan Yahudi, dengan membandingkan kata Tuhan dalam bahasa-bahasa tersebut, dan memang terbukti bahwa bahasa mereka bukan bahasa turunan Yahudi. hal ini membuat mereka bingung darimana bahasa mereka sebenarnya berasal. pada abad ke-16, dimana para orang Eropa sudah memulai penjelajahan, saat mereka singgah di India, mereka menemukan kemiripan-kemiripan antara bahasa-bahasa Eropa dengan bahasa India. Thomas Stephens, seorang misionaris dari Inggris mencatat banyaknya kemiripan antara bahasa India terutama bahasa Konkani, dengan bahasa Latin dan bahasa Yunani. Publikasi pertama yang memberitahukan bahwa ada kemiripan antara bahasa India dan bahasa Eropa dimulai dari Filippo Sassetti (lahir di Florence, Italia pada tahun 1540 M), seorang pedagang Florence yang melakukan perjalanan ke India. Dia adalah salah seorang dari Eropa yang pertama kali mempelajari bahasa Sansekerta India kuno. Filippo Sassetti mencatat beberapa kemiripan kata antara bahasa Sansekerta dengan bahasa Italia, antara lain: - Deva/Dio "Tuhan" - Sarpa/Serpe "Ular" - Sapta/Sette "Tujuh" - Asta/Otto "Delapan" - Nava/Nove "Sembilan" Selanjutnya, seorang sarjana bahasa asal Belanda, Marcus Zuerius Van Boxhorn mencatat kesamaan di antara bahasa-bahasa Indo-Eropa termasuk bahasa Jerman, Persia, Rusia, Latin dan Yunani. Namun pada masa itu hipotesis dia tak begitu dikenal orang banyak. hipotesis tentang bahasa Indo-Eropa kembali diperkenalkan oleh Sir William Jones (tahun 1788) dengan membandingkan 4 bahasa kuno Persia, Sansekerta, Latin, dan Yunani. Setelah dipublikasikan bahwa bahasa Eropa dan bahasa India-Persia serumpun, orang Eropa mulai mencari tahu siapa leluhur mereka, dan mulai menyelidiki sejarah India-Persia. Dari hasil penyelidikan tersebut, mereka menemukan bahwa bangsa India dan Persia memiliki leluhur yang sama yaitu bangsa Arya (Airya dalam bahasa Persia, Ayya dalam bahasa Pali, dan Aria dalam bahasa Yunani), maka orang Eropa yang beranggapan bahwa mereka mempunyai bahasa yang sama, mereka akhirnya juga menganggap bangsa Eropa sebagai bagian dari bangsa Arya. Kata Indo-Eropa sendiri pertama diperkenalkan oleh Thomas Young (tahun 1813) dimana sebelumnya rumpun bahasa ini masih dikenal dengan sebutan nama rumpun bahasa Arya Dalam penyelidikan sejarah bangsa Indo-Eropa / bangsa Arya, orang Eropa menemukan bahwa lambang Swastikalah lambang tertua yang pernah digunakan oleh bangsa Arya. Karena hal inilah, Hitler dalam partai Nazi menggembar-gemborkan nama bangsa Arya dan lambang Swastika. Ini gambar swastika yang ditemukan di peradaban lembah sungai Indus di Pakistan Ini diperkirakan adalah lambang swastika tertua yang pernah ditemukan, ada di Iran/Persia Dan yang ini adalah lambang swastika yang dipakai oleh Adolf Hitler sebagai simbol partai Nazi yang mengagungkan bangsa Arya.. Klasifikasi bahasa Indo-Eropa Secara garis besar, bahasa Indo-Eropa dibagi menjadi 8 Cabang besar dan beberapa cabang kecil yang sebagian belum terklasifikasi 8 cabang tersebut antara lain: (dari yang besar dulu ya ) Bahasa Jermanik Cabang bahasa Indo-Eropa Jermanik ini meliputi bahasa-bahasa besar seperti bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa internasional, bahasa Jerman (tentunya), bahasa Belanda, dan bahasa-bahasa skandinavia seperti Iceland, Swedia, Norwegia, Denmark, dan termasuk bahasa afrikaans di afrika selatan. Bahasa Italik Cabang bahasa Indo-Eropa Italik, secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu bahasa Latin dan bahasa Etruskan, dari Cabang bahasa Italik, yang menjadi bahasa besar ada 5 bahasa, dan semuanya adalah bahasa turunan dari bahasa Latin. bahasa-bahasa tersebut adalah: bahasa Itali, Rumania, Prancis, Spanyol, dan Portugis Bahasa Slavik Dalam Cabang ini antara lain ada bahasa Rusia sebagai bahasa terbesar, bahasa Ukraina, Belarus, Polandia, Yugoslavia, dll Bahasa Baltik Dalam Cabang bahasa Baltik, antara lain ada bahasa Lithuania, dan Latvia Bahasa Celtik Dalam Cabang bahasa Celtik, antara lain ada bahasa Irlandia, dan bahasa-bahasa daerah di Inggris seperti bahasa Scotland, Wales, dll Bahasa Helenik Juga disebut bahasa Yunani, antara lain ada bahasa arcadia, bahasa yunani klasik, dan bahasa Yunani modern Bahasa Indik Cabang bahasa Indo-Eropa India, adalah cabang bahasa Indo-Eropa yang paling berpengaruh di dunia timur, tidak lain adalah bahasa sansekerta dan bahasa-bahasa turunannya. bahasa-bahasa turunan sansekerta juga tidaklah sedikit, diantaranya adalah bahasa Hindi, bahasa official di India, dan bahasa Urdu, Official di Pakistan, selain 2 bahasa tersebut masih ada bahasa konkani, punjabi, dll Bahasa Iranian Dalam cabang bahasa Iranian, antara lain ada bahasa Persia kuno yang digunakan dalam kitab suci Avestan, agama Zoroastrian. Juga ada bahasa Kurdish, bahasa Persia modern, dll. diperkirakan kata Iran juga berasal dari nama bangsa Arya (Aryan = Iran) untuk klasifikasi lengkap bahasa Indo-Eropa monggo spoilernya gan.. for Klasifikasi bahasa Indo Eropa: Dan ini adalah gambar jika bahasa Indo-Eropa diibaratkan pohon: Selain pembagian/klasifikasi 12 cabang, ada juga proposal yang mengajukan pembagian bahasa Centum dan Satem (Centum dan Satem sama-sama berarti 100) Pembagian bahasa Centum dan Satem juga disebut bahasa Indo-Eropa barat dan Indo-Eropa timur Bahasa Centum meliputi bahasa Jermanik, Italik, Helenik, Celtik, Anatolia, dan Tocharia Sementara Bahasa Satem meliputi bahasa Indik, Iranian, Slavik, Baltik, Armenia, dan Albania Berikut adalah peta pembagian bahasa Centum dan Satem Sejarah penyebaran bahasa Indo-Eropa Rumpun bahasa Indo-Eropa adalah rumpun bahasa yang cukup tua dibanding rumpun bahasa yang lainnya. bahasa tertua dari rumpun ini diperkirakan adalah bahasa Sansekerta, dengan bahasa Hittite dan Persia Kuno yang berasal dari rumpun yang sama yang bisa menyaingi tuanya bahasa Sansekerta. Bahasa sansekerta sendiri diperkirakan sudah sangat tua, lebih tua dari bahasa china klasik maupun bahasa Ibrani dan Arab. Leluhur bangsa Indo-eropa ini diperkirakan berasal dari padang pasir timur tengah diantara perbatasan Iran, Rusia, dan Turki. Kelompok tersebut menyebar ke berbagai arah meliputi sluruh daratan Eropa, Asia minor (Iran, Turki), dan India berikut gambar rute penyebaran bahasa Indo-Eropa Perbandingan kata-kata dalam bahasa Indo-Eropa walaupun telah terpisah dan berevolusi dari leluhurnya, bahasa-bahasa Indo-Eropa masih memiliki banyak kata yang mirip antara bahasa yang satu dengan yang lain. Berikut adalah contoh tabel perbandingannya | |
baca selengkapnya dan dapat simpan di file anda dalam bentuk pdf, baca disini diposkan oleh : PAGUYUBAN PAKOEBOEWONO http://pakoeboewono.blogspot.com |
Bahasa Sansakerta merupakan bahasa kuno di Indonesia, namun masih ada di India
ReplyDeleteIndo aryan itu meliputi negara mana trimaksaih
ReplyDeleteKalo di jawab maka anda membantu saya dalam mencari sumber yg lebih jelas lagi
Hanya sebagai rujukan
Saya punya silsilah keluarga dengan aksara pallawa.. kalau saya ingin tau artinya.. kemana saya harus bertanya.. terima kasih
ReplyDelete